Pelindo Kerahkan Bachoe, Dijaga Ketat Aparat
BANYUWANGI – PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) akhirnya merealisasikan rencana pembongkaran rumah dan bangunan yang berlokasi di kawasan Pantai Boom, Banyuwangi, kemarin (19/3). Tidak ada perlawanan berarti dari warga yang selama ini tinggal di lahan milik perusahaan pelat merah tersebut.
Pantauan wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi, pembongkaran rumah dan bangunan tersebut dikawal ketat aparat. Selain itu, pihak Pelindo juga mengerahkan kendaraan berat jenis backhoe untuk meratakan rumah dan bangunan di lokasi yang bakal dijadikan kawasan pelabuhan marina tersebut.
Selain bangunan yang dibongkar dengan backhoe, ada pula beberapa warga yang melakukan pembongkaran rumah mereka sendiri. Di sisi lain, ada pula warga yang menolak rumahnya dibongkar. Mereka meminta waktu kelonggaran untuk mengosongkan kediaman yang telah ditempati selama bertahun-tahun.
Salah satu warga, Kamsiadi, mengatakan pada dasarnya dirinya menyadari bahwa lahan yang dia tempati bukanlah hak miliknya. Namun demikian, dia meminta kelonggaran waktu selama satu hingga dua pekan untuk mengosongkan rumah yang dia tempati bersama istri dan delapan putranya tersebut.
“Saya berharap rumah saya ini tidak dirobohkan pakai backhoe. Saya minta waktu satu sampai dua pekan. Setelah itu akan saya bongkar sendiri,” ujarnya. Kamsiadi menambahkan, selain untuk mengosongkan rumah, kelonggaran waktu dibutuhkan untuk melakukan pembongkaran secara mandiri. Dengan demikian, beberapa material bangunan, seperti genting, kayu, dan lain-lain bisa diselamatkan.
“Saya menyadari lahan ini bukan hak milik saya. Tetapi saya minta waktu satu atau dua pekan. Setelah rumah ini saya bongkar, saya akan mencari kontrakan,” kata dia. Dikatakan, selama ini dirinya tinggal di kawasan Pantai Boom dengan berpegang pada perjanjian kontrak dengan Pelindo.
Dia mengaku selama ini membayar uang sewa lahan sebesar Rp 500 ribu setiap tiga tahun. Slamet Hariyadi, 38, warga yang lain menambahkan, warga yang tinggal di kawasan Pantai Boom telah mendapat dana kerohiman sebesar Rp 4,5 juta per kepala keluarga (KK).
Uang kerohiman yang terkumpul dari sekitar 133 KK tersebut dimanfaatkan untuk membeli tanah secara kolektif di wilayah kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro. “Hasilnya, masing-masing KK mendapat tanah seluas 5 meter kali 5 meter,” akunya.
Slamet menambahkan, dirinya dan mayoritas warga Pantai Boom yang lain memilih untuk sementara tidak menempati tanah yang mereka beli secara kolektif tersebut. Sebab, belum ada sambungan listrik dan air bersih di lokasi tersebut.
“Selain itu, hal lain yang cukup memberatkan kami adalah lokasinya yang terlalu jauh dari tempat kami bekerja. Mayoritas warga sini (Pantai Boom) bekerja sebagai nelayan atau kuli angkut ikan,” cetusnya. Sementara itu, General Manager (GM) PT Pelindo Cabang Pembantu (Capem) Banyuwangi, Edi Sulaksono, menuturkan sebelum melakukan pembongkaran, pihaknya telah melayangkan surat pemberitahuan sebanyak tiga kali.
“Alhamdulillah warga menerima. Sehingga pembongkaran hari ini (kemarin) berjalan lancar. Bahkan ada beberapa warga yang melakukan pembongkaran sendiri,” akunya. Edi menambakan, pihaknya telah memberikan dana kerohiman kepada warga yang selama ini tinggal di kawasan Pantai Boom.
Bahkan, sebelumnya pihak Pelindo juga telah mengajukan alternatif lokasi relokasi bagi warga, yakni di lahan milik PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di wilayah Desa Ketapang. Namun, rencana relokasi ke Ketapang gagal direalisasikan lantaran mayoritas warga menolak dengan alasan terlalu jauh dari tempatnya bekerja.
“Jadi, setelah memberikan dana kerohiman, kami bebaskan mereka mau pindah ke mana,” pungkasnya. (radar)