Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Salman Bakarman, Rela Jual Kambing untuk Beli Kamera DSLR

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Salman Bakarman menjadi salah satu peserta termuda dalam lomba foto pengairan yang digelar Jawa Pos Radar Banyuwangi dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Banyuwangi. Siswa SMP itu mengaku tidak gentar dengan para pesaingnya yang bertubuh lebih besar dan sarat pengalaman.

DEDY JUMHARDIYANTO, Rogojampi

CUACA siang itu cukup cerah. Sinar mentari cukup terik. Sesekali sinarnya juga terhalang mendung. Seorang anak muda bertubuh mungil mengarahkan kamera DSLR ke arah air terjun di Dam Gembleng. Sesekali mata anak itu juga melihat hasil jepretannya.

Anak muda itu adalah Salman Bakarman. Siswa kelas tujuh SMP Islam Terpadu Al Uswah Banyuwangi itu merupakan salah satu peserta yang masih sangat muda. Dibanding dengan ratusan peserta lainnya, Salman adalah peserta yang paling muda dan terlihat menonjol. Selain dari tinggi badannya, Salman juga tampak aktif melakukan hunting. Meski harus berjalan kaki mencari spot foto, dia tetap semangat.

Dengan menenteng kamera DSLR Nikon D-90, pelajar yang tinggal di Jalan Letkol Istiqlah 92, Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri itu mondar-mandir mencari spot hunting.

Salman mengaku sudah lama punya keinginan untuk bisa belajar fotografi. Keinginan itu muncul sejak dia masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar (SD). ”Asyik saja jika saya melihat fotografer menenteng kamera, dan saat jeprat-jepret,” ujarnya.

Karena keinginannya yang kuat untuk belajar fotografi itu, dia rela belajar fotografi dengan menyewa kamera DSLR. Selama memegang kamera, awalnya dia hanya jeprat-jepret. Namun seiring berjalannya waktu, mulai banyak ilmu yang didapat secara otodidak. Dengan bertanya dan sharing kepada para sesama fotografer, dia mulai bisa melakukan setting kamera. ”Kalau dulu pakai kamera masih sering menggunakan mode auto. Tapi sekarang sudah terbiasa dengan mode manual,” ujarnya.

Menggunakan mode manual juga bukan hal mudah. Apalagi dilakukan fotografer pemula. Karena menggunakan mode tersebut harus memahami pengaturan lainnya, seperti pencahayaan, kecepatan (speed), dan juga diafragma.

Meski belajar secara otodidak, Salman mengaku cukup percaya diri dengan hasil jepretannya. Karena itu, dia juga mulai ingin memiliki kamera sendiri tanpa harus menyewa.

Keinginan untuk memiliki kamera sendiri juga tidak mudah. Orang tuanya justru meminta dia harus berusaha sendiri. ”Orang tua saya tidak mau membelikan. Karena saya harus berusaha sendiri untuk beli kamera,” jelasnya.

Meski harus berusaha sendiri, Salman tidak merengek terus kepada orang tuanya untuk membelikan kamera. Agar bisa membeli kamera DSLR sesuai keinginan, dia rela mengumpulkan uang angpao yang diterima selama Lebaran.

Uang Lebaran itu dikumpulkan dan ditabung. Sesudah uang tabungan terkumpul, dia membeli sepasang kambing untuk dipelihara. Setelah kambingnya berkembang biak, akhirnya dia memutuskan untuk menjual murah kambing ternaknya. Dengan izin orang tua, Salman akhirnya menjual kambing piarannya. Uang hasil penjualan kambingnya itu dibelikan kamera DSLR Nikon D-90. ”Alhamdulillah bisa beli kamera hasil jerih payah sendiri. Jadi bisa belajar setiap saat,” katanya.

Setelah sebulan memiliki kamera sendiri, dia memutuskan mengikuti lomba foto pengairan. Lomba ini merupakan ajang pertama yang diikuti. Walau harus bersaing dengan puluhan pelajar lain, Salman mengaku tidak gentar. ”Urusan juara atau tidak, bukan masalah. Yang penting saya sudah berusaha, dan sudah memiliki pengalaman untuk mengikuti lomba foto,” jelas lelaki yang bercita-cita sebagai direktur rumah sakit itu. (radar)