Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Samsul Arifin, Mantan Kiper Andalan Persewangi Banting Setir Jadi Security

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

samsulUsia 30 tahun, bagi seorang pesepak bola belum dianggap terlalu senja. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Samsul Arifi n. Mantan kiper Persewangi Banyuwangi ini memutuskan gantung sepatu dari lapangan hijau. Kini, dia memilih bekerja sebagai security sebuah bank syariah di Kecamatan Genteng.

POSTUR tinggi menjadi cirri khas dari sosok Samsul Arifi n. Pria kelahiran 22 Desember 1983 ini cukup familiar di kalangan pencinta dan penggemar sepak bola di Banyuwangi. Meniti karirsebagai anggota Persewangi Junior,  suami Suci Eka Ningtyas itu seakan sudah kenyang dengan asam garam persepakbolaan di Indonesia. Karir sepak bolanya terakhirnya tercatat sebagai punggawa Persewangi Banyuwangi di musim perdananya di kompetisi Divisi Utama dua tahun lalu.

Kini, bapak dua anak ini pun sudah pensiun dari hingar-bingar kompetisi sepak bola. Dia memutuskan untuk gantung sepatu, dan mempergunakan tenaganya untuk bekerja sebagai security di sebuah bank syariah di Kecamatan Genteng. Saat ditemui Jawa Pos Radar Banyuwangi di lapangan sepak bola di Dusun Maron, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, beberapa waktu lalu, Samsul tampil beda. Balutan seragam putih dan celana biru tua, sedikit tertutupi dengan jaket doreng yang dikenakannya.

Di punggungnya, sebuah tas berwarna biru menjadi teman setia saat beraktivitas. Sudah hampir dua tahun, Samsul mengabdikan diri sebagai security. Dunia yang tentu saja cukup berbeda dengan rintisan karirnya sebagai seorang pemain sepak bola. Namun hal itu tidak lantas kikuk dalam menjalani aktivitas baru tersebut. Ayah Chelsea Putri dan Cladio Tafarel ini pun cukup enjoy dengan pekerjaan barunya.

Kondisi sepak bola yang ada saat ini membuatnya mantap untuk meninggalkan pijakan hidup yang turut mengorbitkan namanya. Pengalaman itu dirasakannya saat menjadi bagian skuad Persewangi Banyuwangi di musim perdana berlaga di Divisi Utama. Gajinya nyaris tidak pernah diterima olehnya. Selama satu musim, dia praktis tidak bisa menikmati gajinya secara penuh. Beruntung, saat teman-temannya bingung haknya  ersendat di Persewangi, Samsul masih bisa bernapas.

Kepiawaiannya dalam mengais rezeki, membuatnya mengalihkan aktivitasnya dengan bertani. Keputusan pensiun tentu saja mendapat respons beragam. Bagi teman seprofesinya, keputusan itu pun sempat membuat banyak pihak terkejut. Selain usia masih produktif, karir Samsul juga masih cemerlang. Inilah yang membuatnya sempat dibuat perang batin. Di sisi lain, keputusan itu mendapat dukungan penuh dari keluarga.

Demi mendapat penghasilan yang layak dan terjamin kepastiannya, dia memutuskan untuk mencari pekerjaan tetap. “Memang tidak sebesar sepak bola, tetapi lumayan dan terjamin dari sisi penghasilan,” katanya. Inilah yang menjadi alasan utamanya dia mundur dari karir sepak bola. Padahal, saat menimbang keputusannya tersebut, sejumlah tawaran dari beberapa klub tanah air diterimanya. Namun semua tawaran itu ditolak. Selain soal kesejahteraan, faktor keluarga juga menjadi pertimbangan.

Meski memilih pensiun, Samsul sepenuhnya tidak lepas dari sepak bola. Di masa lepas dinasnya, dia masih menyempatkan diri untuk memberikan ilmu mengolah bola untuk para siswa sekolah sepak bola yang didirikannya. “Kalau pas off kerja, ya melatih anak-anak kecil,” bebernya. Ke depan, Samsul ingin persepakbolaan Banyuwangi lebih bisa berkembang. Apalagi potensi sepak bola di Banyuwangi cukup besar. Selain memperhatikan kelangsungan pemain, ada saatnya mulai memikirkan kesejahteraan pemain. Salah satunya dengan memberikan pekerjaan sebagai penerus kehidupan di kemudian hari. (radar)