Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Sejarah Panjang Pengelasan! Dari Forge Welding hingga Arc Modern

sejarah-panjang-pengelasan!-dari-forge-welding-hingga-arc-modern
Sejarah Panjang Pengelasan! Dari Forge Welding hingga Arc Modern

RadarBanyuwangi.id – Sejak manusia pertama kali menempa logam, teknik penyatuan lembaran dan potongan logam telah menjadi fondasi perkembangan peradaban mulai dari pembuatan senjata di Mesir dan Mesopotamia kuno hingga konstruksi jembatan dan kapal di era modern.

Aktivitas menyambung logam ini, yang kemudian dikenal sebagai pengelasan, berevolusi pesat dari metode manual sederhana menjadi proses berbasis energi tinggi, seperti busur listrik dan nyala oksiasetilen.

Awal pengelasan berakar pada praktik forge welding, di mana pandai besi memanaskan bilah besi hingga lunak lalu memalu kedua potongan hingga menyatu.

Namun, terobosan besar terjadi ketika ilmuwan dan penemu mulai memanfaatkan listrik dan gas untuk menghasilkan temperatur yang jauh lebih tinggi, membuka jalan bagi arc welding dan oxy-fuel welding di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Pemahaman tentang radiasi, material elektroda, dan pelindung flux semakin memperbaiki kualitas sambungan, memungkinkan aplikasi pengelasan meluas ke industri otomotif, dirgantara, dan konstruksi berat yang kita kenal saat ini.

Dengan menilik jejak teknologi pengelasan dari masa ke masa, kita dapat menghargai bagaimana setiap inovasi dari ketukan palu di atas landasan hingga busur plasma berenergi tinggi telah membentuk cara kita membangun dan memperbaiki struktur logam di seluruh dunia.

Forge Welding: Dasar Pengelasan Kuno

Pengelasan tertua known as forge welding telah ada sejak 3000 SM, ketika perajin perunggu dan besi menggunakan karbon kayu untuk memanaskan logam hingga plastis, lalu dipalu bersama hingga menyatu.

Teknik ini umum dipakai di Mesir kuno untuk menyambung pedang, serta di Eropa Abad Pertengahan untuk pembuatan kuda besi dan peralatan pertanian.

Proses ini menuntut suhu hingga 1.200 °C dan kontrol manual ketat agar logam tidak retak.

Penemuan Arc Welding

– Benardos & Olszewski (1881)

Pada 1881, Nikolay Benardos bersama Stanisław Olszewski mematenkan Elektrogefest, metode arc welding pertama di Paris, memanfaatkan busur listrik antara elektroda karbon dan logam untuk melelehkan permukaan sambungan.

Metode ini memungkinkan suhu 3.500 °C, jauh melebihi forge welding, namun awalnya masih terbatas pada industri baterai dan eksperimen laboratorium.


Page 2

– Slavyanov (1888)

Nikolay Gavrilovich Slavyanov, pada 1888, memperkenalkan elektroda logam yang dapat terkikis untuk arc welding, menandai lahirnya shielded metal arc welding (SMAW).

Dengan elektroda berlapis flux, stabilitas busur meningkat dan percikan berkurang, membuka jalan bagi penerapan SMAW di industri berat.

Revolusi Oxy‑Fuel Welding

Pada 1903, insinyur Prancis Edmond Fouché dan Charles Picard mencampur asetilena dengan oksigen murni, menghasilkan nyala api hingga 3.100 °C, cukup untuk melelehkan baja dengan cepat.

Awalannya disebut oxy‑acetylene welding, teknik ini segera populer untuk cutting dan welding ringan, serta menjadi dasar pelatihan awal pengelas hingga pertengahan abad ke-20.

Elektroda Berlapis & Standarisasi SMAW

Pada dekade pertama abad ke-20, A. P. Strohmenger dan Oscar Kjellberg merilis elektroda berlapis flux pertama kombinasi tanah liat, kapur, dan silikat untuk meredam oksidasi.

Meskipun awalnya mahal, penyempurnaan proses pelapisan dan produksi massal setelah WWI menurunkan biaya, menjadikan SMAW metode pengelasan paling dominan di dunia.

Metode Modern dan Tendensi Masa Depan

Pasca-WWII, bermunculan gas metal arc welding (GMAW), submerged arc welding (SAW), dan flux‑cored arc welding (FCAW), masing-masing menawarkan kecepatan tinggi dan penetrasi mendalam.

Lalu, laser, electron beam, dan friction stir welding memperkenalkan presisi mikron di industri dirgantara dan otomotif.

Kini, robotic welding serta AI‑driven monitoring semakin menyempurnakan kualitas sambungan dan efisiensi produksi. (*)


Page 3

RadarBanyuwangi.id – Sejak manusia pertama kali menempa logam, teknik penyatuan lembaran dan potongan logam telah menjadi fondasi perkembangan peradaban mulai dari pembuatan senjata di Mesir dan Mesopotamia kuno hingga konstruksi jembatan dan kapal di era modern.

Aktivitas menyambung logam ini, yang kemudian dikenal sebagai pengelasan, berevolusi pesat dari metode manual sederhana menjadi proses berbasis energi tinggi, seperti busur listrik dan nyala oksiasetilen.

Awal pengelasan berakar pada praktik forge welding, di mana pandai besi memanaskan bilah besi hingga lunak lalu memalu kedua potongan hingga menyatu.

Namun, terobosan besar terjadi ketika ilmuwan dan penemu mulai memanfaatkan listrik dan gas untuk menghasilkan temperatur yang jauh lebih tinggi, membuka jalan bagi arc welding dan oxy-fuel welding di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Pemahaman tentang radiasi, material elektroda, dan pelindung flux semakin memperbaiki kualitas sambungan, memungkinkan aplikasi pengelasan meluas ke industri otomotif, dirgantara, dan konstruksi berat yang kita kenal saat ini.

Dengan menilik jejak teknologi pengelasan dari masa ke masa, kita dapat menghargai bagaimana setiap inovasi dari ketukan palu di atas landasan hingga busur plasma berenergi tinggi telah membentuk cara kita membangun dan memperbaiki struktur logam di seluruh dunia.

Forge Welding: Dasar Pengelasan Kuno

Pengelasan tertua known as forge welding telah ada sejak 3000 SM, ketika perajin perunggu dan besi menggunakan karbon kayu untuk memanaskan logam hingga plastis, lalu dipalu bersama hingga menyatu.

Teknik ini umum dipakai di Mesir kuno untuk menyambung pedang, serta di Eropa Abad Pertengahan untuk pembuatan kuda besi dan peralatan pertanian.

Proses ini menuntut suhu hingga 1.200 °C dan kontrol manual ketat agar logam tidak retak.

Penemuan Arc Welding

– Benardos & Olszewski (1881)

Pada 1881, Nikolay Benardos bersama Stanisław Olszewski mematenkan Elektrogefest, metode arc welding pertama di Paris, memanfaatkan busur listrik antara elektroda karbon dan logam untuk melelehkan permukaan sambungan.

Metode ini memungkinkan suhu 3.500 °C, jauh melebihi forge welding, namun awalnya masih terbatas pada industri baterai dan eksperimen laboratorium.