KOMPAS.com – Banyuwangi termasuk salah satu daerah yang cukup sering menjadi lokasi shooting film horor Indonesia.
Beberapa film horor yang berlatar lokasi di Banyuwangi seperti KKN di Desa Penari (2022), Sosok Ketiga (2023), Santet (2018), dan Kutuk (2019).
Seringnya menjadi lokasi film horor membuat sebagian orang mungkin mempertanyakan, apakah hal tersebut bisa berdampak kepada penurunan jumlah wisatawan karena adanya sugesti horor di destinasi tersebut?
Baca juga:
Kadispar Banyuwangi tanggapi positif
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Taufik Hidayat mengatakan, dengan banyaknya film horor yang berlatar Banyuwangi, justru memberikan dampak positif terhadap industri pariwisata.
“Saya kira malah ini hal yang positif, karena orang akan penasaran. Apalagi sekarang sudah zaman modern, saya kira hal-hal seperti itu (horor) justru tidak membuat orang takut, malah penasaran dan ingin datang.”
Pernyataan tersebut disampaikan Taufik kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (11/11/2025).
Baca juga: Harga Foto Prewedding, Drone, hingga Syuting Video Clip di De Djawatan Banyuwangi
Taufik menyambung, Banyuwangi pada zaman dahulu memang disebut juga dengan kota santet.
KOMPAS.COM/ DOKUMENTASI Disbudpar Banyuwangi Wisatawan mengunjungi Pantai Pulau Merah di Pesanggaran Banyuwangi saat momen libur Lebaran.
Menurutnya, citra inilah yang dinilai oleh masyarakat sebagai potensi, khususnya oleh orang-orang yang berkutat di industri perfilman.
“Kalau saya melihatnya positif-positif saja, untuk mengangkat Banyuwangi, khususnya di dunia pariwisata,” katanya.
Baca juga: Stasiun Ketapang, Penghubung Transportasi Darat dan Laut di Banyuwangi
Banyuwangi dan julukan Kota Santet
Menambahkan dari Kompas.com (8/2/2025), Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Blambangan yang berusaha mempertahankan diri dari pengaruh VOC pada abad ke-18.
Perlawanan tersebut dikenal sebagai “Puputan Bayu,” pertempuran besar yang akhirnya berujung pada jatuhnya Blambangan ke tangan VOC pada 1771.
Sejak saat itu, wilayah ini mengalami berbagai perubahan sosial dan budaya, termasuk kepercayaan terhadap praktik supranatural seperti ilmu putih dan ilmu hitam.
Julukan “Kota Santet” sendiri diduga berkembang akibat kepercayaan masyarakat terhadap praktik ilmu hitam yang tersebar luas di daerah ini.
KOMPAS.COM/AHMAD SU’UDI Air Terjun Telunjuk Raung, di Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tetap menarik wisatawan saat pandemi Covid-19 (14/02/2021).Konon, dulu ada ungkapan bahwa seseorang bisa memesan santet hanya dengan lima ribu rupiah. Kepercayaan ini semakin kuat setelah peristiwa pembantaian massal yang terjadi pada 1998.
Peristiwa ini bermula dari keresahan masyarakat terhadap keberadaan dukun santet, yang dianggap memiliki kekuatan untuk mencelakai orang lain melalui cara gaib.
Page 2
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app







