Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Tak Ada Taruhan, yang Kalah Cukup Menata Catur

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

caturPANGKALAN catur yang berada di Jalan jaksa Agung Suprapto tersebut awalnya adalah sebuah pangkalan becak. Awal tahun 2004 terdapat seorang pencinta catur bernama Eko Wahyono (alm). Dia gemar bermain catur bersama beberapa temannya.

Tak jarang tukang becak yang mangkal pun diajak bermain catur. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orang yang bermain catur di tempat tersebut. kemudian, beberapa veteran atlet catur yang tertarik dengan keramaian tersebut pun bergabung di pangkalan tersebut.

Selanjumya, pertengahan tahun 2004 para pencinta catur itu sepakat memo buat klub bernama Roda Mas. Klub itu berlogo tiga roda becak dan kuda catur. Di awal berdirinya, klub catur itu terdiri atas 15 anggota. Tidak ada peraturan tertulis dan iuran wajib untuk para anggota klub.

Dengan modal sebuah meja yang telah digambar dua buah bidak catur, mereka pun bebas bermain setiap hari. Hingga sang ketua klub Eko Wahyono meninggal dunia, kini ada sembilan bidak catur yang tersedia di pangkalan itu.

Hendrik Manday, 63, penggerak klub catur Roda Mas mengatakan, saat ini jumlah anggotanya sekitar 30 orang. Usia mereka mulai 30 sampai 65 tahun. Setiap hari, sejak pukul 13.00, para penggemar catur itu sudah mulai berdatangan.

Para pemain yang didominasi pensiunan pegawai negeri itu langsung mengambil posisi begitu sampai di pangkalan. Hendrik mengatakan, ada berbagai macam latar belakang pemain catur di tempatnya. Ada yang sudah pensiun, ada yang masih menjadi guru, ada yang bekerja sebagai jaksa dan pengacara, dan ada pula aparat kepolisian.

Bukan hanya asal duduk, di lokasi tersebut ternyata ada pembagian kasta para pemain. Bagi yang masih belajar, posisinya berada di barat warung kopi. Meja bagi pecatur biasa terbuat dari meja kayu yang dialasi banner bergambar biduk catur.

Khusus yang profesional, meja caturnya dialasi kaca setebal 5 milimeter. “Sebenarnya bukan untuk yang amatir atau profesional. Kalau di sepak bola seperti divisi satu dan divisi utama,” jelas Hendrik. Pangkalan catur itu, lanjut Hendrik, mulai ramai sekitar pukul 16.00 atau saat jam pulang kerja pegawai kantor.

Jika sudah pulang 16.00, para pencinta catur itu akan langsung berkerumun di lokasi. Mereka yang sudah mendapatkan tempat akan langsung bertanding dengan lawannya. Peraturannya, bagi yang kalah harus mau gantian dengan yang lain.

Saking ramainya pangkalan itu, kerap ada pecatur dari luar kota Banyuwangi yang ikut bergabung. Mereka bertujuan menguji kemampuannya. Orang- orang ini dalam istilah klub disebut tamu. “Kadang ada orang dari Tegaldlimo.

jadi habis jualan buah dikota, dia pasti mampir ke sini untuk bermain catur,” kata Hendrik. Demi menjaga semangat para anggota, tak jarang Hendrik melakukan pertandingan dengan klub catur lain. Pertandingan itu dikemas dengan kejuaraan kecil-kecilan.

Meskipun hadiahnya tidak terlalu besar, tapi hal itu efektif membuat para anggota terus belajar dan menguji kemampuan. “Kadang kita yang pergi ke klub lain untuk mengikuti kejuaraan. Yang jelas teman-teman menjadi semangat,” jelasnya.

Ditambahkan Mulyo Hartono, 65, salah satu anggota dan mantan atlet Percasi Banyuwangi, tidak mudah mendirikan klub catur di Banyuwangi. Meski awalnya banyak yang bermunculan, tapi saat ini sudah nyaris tidak ada yang eksis.

“Susahnya di Banyuwangi ini para pemain tidak mau terikat dengan peraturan organisasi. jadi, untuk klub ini yang penting mereka bisa rileks, terutama para pekerja yang penat.” kata Mulyo. Meski diisi para pemain catur gaek, ada beberapa atlet catur muda yang lahir di pangkalan tersebut.

Karena yang bermain di situ memiliki tingkat keahlian yang berbeda, maka atlet muda yang dibentuk bisa berkembang dengan cepat. Bahkan, ada yang mewakili Banyuwangi di tingkat provinsi dalam kelas junior. Saat ditanya mengenai peraturan yang berlaku di klub catur tersebut, Mulyo menegaskan tidak boleh ada judi.

Jika ada judi, siapa pun pemainnya dipastikan akan dipersilakan angkat kaki dari tempat tersebut. “Di sini tidak boleh judi. Yang boleh hanya rataan, maksudnya yang kalah nota. Dulu pernah ada orang yang berjudi di sini, ya langsung dipersilakan pergi,” ujar pria yang pemah menjadi wasit catur itu.

Pangkalan catur itu ternyata juga memiliki jam tutup.Waktunya ditentukan sesuai tutupnya warung kopi milik Sarkawi, 53, di sebelah pangkalan catur. Tidak ada target muluk-muluk yang disampaikan para master catur kep ada Jawa Pos Radar Banyuwangi saat mereka diberi pertanyaan. Mereka hanya ingin mendirikan sebuah tempat yang nyaman bagi para pencinta catur. (radar)