
Sepekan pasca puting beliung meluluhlantakkan rumahnya, Edi Sukarlin, 65, warga Dusun Karanglo, Desa Sukonatar, Kecamatan Srono, sama sekali belum menerima bantuan perbaikan rumah dari pemerintah. Bagaimana nasibnya kini?
-SIGIT HARIYADI, Srono-
SIANG itu (11/4), kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi bagian selatan begitu cerah. Terik matahari pun terasa menyengat tubuh, terutama bagi mereka yang beraktivitas di luar rumah. Bahkan, saking panasnya suhu udara, fatamorgana terlihat di sejumlah ruas jalan beraspal. Salah satunya di jalan raya Banyuwangi-Genteng, di Desa Sukonatar, Kecamatan Srono.
Ketika mengarahkan sepeda motor memasuki persimpangan jalan menuju Desa Bagorejo, wartawan koran ini mendapati empat pria tengah sibuk meminta sumbangan. Satu orang memegang megafon, seorang lagi memegang kotak amal yang terbuat dari kardus bertuliskan “Sumbangan bagi Korban Puting Beliung”. Dua pria lagi bertugas mengambil uang sumbangan para pengguna jalan yang terjatuh ke aspal.
Tidak jauh dari empat pria tersebut, puluhan warga bergotong-royong membangun sebuah gedung berdinding batako berukuran 5 x 6 meter. Ada yang mengulur timba berisi adukan semen dan pasir, ada juga yang mengangkat kayu penyangga genting. Bangunan yang berdiri tepat di sebelah lapangan yang berlokasi di Dusun Karanglo, Desa Sukonatar, itu ternyata akan dihibahkan kepada Edi Sukarlin.
Para tetangga berinisiatif mengumpulkan dana swadaya untuk membantu keluarga yang terkena musibah puting beliung Rabu sore lalu (4/4). Pasalnya, meski bencana yang memporak-porandakan kediaman Sukarlin sudah sepekan berlalu, bantuan perbaikan rumah dari pemerintah belum juga turun. Menurut Sukarlin, bantuan dari pemerintah Kecamatan Srono memang sudah dia terima.
Namun, bantuan tersebut hanya paket sembako. “Bantuan dari kecamatan itu saya gunakan untuk makan sehari-hari. Untuk membangun rumah, seluruh bantuan berasal dari tetangga. Ada yang menyumbang semen, batu batako, kayu, uang tunai, dan lain-lain,” ujarnya polos. Sukarlin menambahkan, selama rumah sumbangan para tetangga yang didirikan di tanah tumpangan milik pemerintah Desa Sukonatar tersebut belum rampung, dia, istri, dan ibu mertuanya, menumpang di rumah tetangga di seberang rumahnya yang luluh-lantak ditimpa pohon.
Jarak rumah baru Sukarlin sekitar seratus meter dari rumahnya yang dulu, yang juga berdiri di atas tanah tumpangan, yakni di areal sumur bor yang dulu digunakan untuk mengairi sawah. Rumah baru Sukarlin hanya terdiri atas satu ruangan. Namun, nanti akan disekatsekat menggunakan tripleks untuk memisahkan ruang tamu dan dua kamar tidur. Dapur akan dibangun di belakang rumah, dengan memanfaatkan material bekas rumah pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani tersebut.
“Material sisa rumah yang ambruk ditimpa pohon akibat puting beliung tersebut akan kami manfaatkan untuk membangun dapur,” ujar Kepala Dusun Karanglo, Tukiyar. Tukiyar tidak menampik bahwa sumbangan material bangunan dari pemerintah belum turun. Untuk itu, dia berinisiatif “memancing” warganya untuk menyumbangkan sebagian rezeki untuk keluarga
Sukarlin. “Agar ditiru warga, saya mengawali menyumbang batako, semen, dan
pasir,” paparnya.
Tukiyar mengaku bangga atas tingginya rasa kekeluargaan warga setempat. Buktinya, meskipun rata-rata perekonomian warga Dusun Karanglo berada di taraf menengah ke bawah, mereka tetap bersedia menyumbang pembangunan rumah Sukarlin. “Bahkan, setiap hari sekitar 20 warga bergotong-royong membangun rumah Sukarlin. Mereka bersedia tidak bekerja untuk sementara waktu,” katanya.
Sementara itu, Bawon, 54, istri Sukarlin yang sibuk membereskan pakaian yang dia simpan di dalam gudang sumur bor (tepat di belakang rumah lamanya), mengatakan bahwa tidak ada satu pun perabot yang tersisa akibat bencana tersebut. “Pakaian ini sementara akan saya simpan di dalam kardus. Sebab, kami belum punya lemari pakaian,” pungkasnya. (radar)