TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Merasa tidak mendapatkan keadilan, Sugiyanto, tukang tambal ban di Banyuwangi, Jawa Timur, gugat putusan Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi, Rabu (25/1/2023). Warga dengan ekonomi kurang beruntung ini menabuh genderang perjuangan lantaran menganggap proses persidangan sarat indikasi rekayasa.
“Kami akan berjuang sampai darah penghabisan. Kami memang miskin, tapi kami tidak rela harga diri kami diinjak-injak,” ucap Sugiyanto, saat ditemui TIMES Indonesia.
Kasus yang menimpa Su Kecap, sapaan akrab Sugiyanto, ini berawal dari kesepakatan antara pekerja dan si bos. Namun, kesepatakan ini tidak melalui perjanjian hitam putih yang jelas.
Dan karena merasa tidak mendapatkan hak sesuai dengan yang disepakati, Su Kecap Su Kecap pada 7 Desember 2022 menggugat majikannya, H Dullah, ke PN Banyuwangi.
Tukang tambal ban di Jalan Raya Jember, Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru ini awalnya dijanjikan sebidang tanah jika bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Tapi menurut Su Kecap, janji tinggal janji. H Dullah, yang merupakan pemborong dan pemilik pabrik paving Permata, di Desa Kalibaru Kulon, Kecamatan Kalibaru, disebut tidak menepati janji membelikan sebidang tanah.
Ketika itu, H Dullah hanya memberikan uang Rp20 juta. Dan itu dianggap sebagai pembayaran upah yang pantas dari pekerjaan yang dilakukan Su Kecap.
Tapi lantaran tidak ada perjanjian tertulis, Hakim PN Banyuwangi, Yustisiana, SH, pada 19 Januari 2023, memutuskan gugatan Su Kecap atas hak upahnya dari H Dullah, dinyatakan tidak dapat diterima. Hal ini tertuang dalam Putusan Nomor: 162/Pdt.G.S/2022/PN Byw.
Merasa tidak mendapatkan keadilan, Su Kecap pada Rabu (26/1/2023) langsung melakukan gugatan alias permohonan keberatan. Upaya tersebut dilayangkan melalui kuasa hukumnya, Muhammad Rizal, SH, MKn.
Dalam Memori Keberatan disebutkan, pengakuan para saksi saat persidangan dinilai sudah menguatkan gugatan Sugiyanto kepada H Dullah. Pertimbangan hakim yang menyatakan H Dullah, selaku tergugat belum bisa disebut Wanprestasi lantaran tidak adanya perjanjian tertulis serta somasi dari penggugat juga dianggap kurang tepat.
Menjadi patokan kuasa hukum Su Kecap, adalah tidak adanya pasal yang mewajibkan penggugat kasus Wanprestasi untuk mengirimkan somasi atau surat peringatan pada tergugat. Hal ini tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
Termasuk pendapat Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, DY Witanto, saat mengisi acara Webminar dengan tema ‘Gugatan Sederhana dan Mediasi Elektronik Sebagai Jalur Litigasi Untuk Penyelesaian Sengketa’, yang digelar PN Banyuwangi dan Pengadilan Agama Banyuwangi, pada Kamis, 15 Desember 2022. Disitu ditegaskan bahwa lembaga somasi oleh Mahmakah Agung telah dianulir atau tidak diberlakukan lagi.
Dan kewajiban somasi dalam perjanjian tanpa batas waktu tidak diperlukan lagi. Dengan kata lain, dengan penggugat mengajukan gugatan di pengadilan sudah dianggap sebagai somasi.
Sedang terkait indikasi adanya rekayasa dalam proses persidangan, menurut Su Kecap, terlihat dari keterangan 2 orang saksi dari tergugat. Yakni Mahrus Ali dan Rohmad.
“Beberapa kali persidangan, per sidang itu hanya berlangsung 5-10 menit. Dan keterangan yang disampaikan Mahrus Ali dan Rohmad dalam persidangan, tidak sama dengan apa yang tertulis dalam surat Putusan Nomor : 162/Pdt.G.S/2022/PN Byw,” bebernya.
Demi mendapatkan keadilan, Su Kecap mengaku akan terus berjuang. Hingga hak upah yang dijanjikan dipenuhi. oleh H Dullah.
Dikonfirmasi sebelumnya, Eko Sutrisno SH, selaku kuasa hukum H Dullah, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menjanjikan memberi sebidang tanah kepada Su Kecap.
“Klien kami tidak pernah menjanjikan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Sugiyanto alias Su Kecap, pada 2021, mengaku diminta oleh H Dullah, yang merupakan seorang pemborong untuk membantu mengawal atau melakukan suksesi pekerjaan.
Selain operasional, Su Kecap mengaku dijanjikan akan dibelikan sebidang tanah sebagai upah suksesi. Perjanjian hanya dilakukan secara lisan. Alias tidak dibuat secara tertulis.
Su Kecap hanya diberi uang Rp20 juta saja oleh sang majikan, H Dullah. Uang itu, menurut Su Kecap, disebut sebagai uang muka pembelian sebidang tanah. Dengan uang tersebut pembelian sebidang tanah pun dilakukan dengan menyisakan kekurangan pembayaran sebesar Rp85 juta.
Pembelian sebidang tanah sudah dilakukan sesuai arahan sang majikan. Yaitu membeli sebidang tanah dengan lokasi berdekatan dengan pabrik paving Permata, milik H Dullah, di Desa Kalibaru Kulon, Kecamatan Kalibaru.
Namun karena janji tak juga ditepati, dan terpaksa harus menanggung malu karena terlanjur melakukan akad jual beli sebidang tanah, jalur gugatan di PN Banyuwangi, dilakukan. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |