Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Bupati Anas Jadi Panelis Asia Pacific Smart City Forum 2017

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Bupati Anas tampil menjadi panelis dalam Asia Pacific Smart City Forum 2017 di JCC Jakarta.

Beber Alasan Penerapan Program Smart Kampung

Bupati Abdullah Azwar Anas diundang sebagai pembicara pada Asia Pacific Smart City Forum 2017 di Jakarta Convention Center (ICC), Rabu (12/7). Dalam kesempatan itu, Anas menyampaikan konsep smart city yang dilakukan Pemkab Banyuwangi bersama dengan beberapa panelis lainnya.

Selain Anas, panelis lainnya yang hadir adalah Public Management Economist Asian Development Bank (ADB) di Singapura, Rabin Hattari, Vice President Frost & Sullivan Subhransu Sekhar, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan P. Roeslani, Ketua Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Rido Mattari Ichwan, dan Presiden Direktur Bank Mandiri Kartika Wirjoatmojo.

“Penggunaan teknologi informasi (TI) yang dikemas dalam konsep Smart City bagi Banyuwangi merupakan kebutuhan. Dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk lebih dari satu juta, cara ini memungkinkan kita melakukan pemerataan pembangunan dan memberikan kemudahan akses pelayanan publik bagi warganya,” kata Anas.

Anas membeberkan alasan Banyuwangi menerapkan konsep Smart City. Salah satu alasan mendasar adalah untuk percepatan pembangunan daerah sekaligus memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi warga.

“Dengan IT yang jaringannya terintegrasi, kerja birokrasi lebih cepat dan terukur, akses layanan publik warga lebih mudah dan kegiatan pembangunan dapat terkontrol,” ujarnya. Secara khusus, Smart City oleh Banyuwangi diimplementasikan dengan sebutan Smart Kampung.

Sebutan ini menyesuaikan dengan kondisi demografis Banyuwangi didominasi pedesaan dengan jumlah hingga 189 desa dan 28 kelurahan. Jarak desa-desa tersebut sebagian dengan pusat kota Banyuwangi sangat jauh dengan waktu tempuh hingga tiga jam.

Warga yang membutuhkan dokumen harus menuju ke kantor kecamatan atau pusat kota yang lokasinya cukup jauh, sehingga tidak efisien. “Kami memang sengaja mengusung program Smart Kampung, bukan Smart City. Karena memang tantangan kami ada di kampung-kampung. Ada dua tantangan utamanya, yaitu infrastruktur termasuk infrastruktur TOlK yang tergolong minim; dan kapasitas SDM yang perlu ditingkatkan. Hal ini berbeda dengan kota besar yang dua hal tersebut sudah sangat oke,” jelas Anas.

Dengan Smart Kampung, maka secara bertahap administrasi cukup diselesaikan di desa. Tapi tentu butuh TI karena yang berjalan adalah datanya, bukan orangnya. Saat ini sebagian desa sudah menerapkan Smart Kampung, termasuk yang jauh dari pusat kota.

“Sudah sekitar 60 desa sudah tersambung fiber optic (FO), kita targetkan 145 desa tersambung Fiber optic pada pertengahan 2018,” papar Anas. Selain Smart kampung, dalam pelayanan publik Banyuwangi juga telah menggunakan TIK sebagai instrumen. Seperti e-government, e-budgeting, e-health, e-Sakip dan beberapa program inovasi lainnya berbasis IT. (radar)