Konflik Perpenas kian Memanas
BANYUWANGI – Pasca turunnya surat persetujuan perubahan badan hukum dari Kemenkumham, konflik di internal Perpenas bukannya mereda. Sebaliknya, konflik antara kubu Waridjan dan Sugihartoyo semakin meruncing. Kubu Waridjan belum legawa dengan turunnya SK dari Menkumham tersebut.
Mereka memilih menempuh jalur hukum dengan menggugat Menkumham lewat Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan dilayangkan kubu Waridjan lantaran proses penerbitan surat persetujuan Kemenkumham tentang kepengurusan Perpenas yang diketuai Sugihartoyo itu melanggar perundang-undangan yang berlaku.
Berdasar Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Nomor 3 Tahun 2016, pengajuan permohonan badan hukum dan persetujuan perubahan anggaran dasar itu harus disertai surat pernyataan badan hukum yang diajukan tidak dalam proses sengketa.
Namun, fakta di lapangan, saat Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi masih memproses gugatan yang dilayangkan kubu Waridjan terkait pembatalan Akta Notaris Abdul Malik Nomor 09 Tahun 2015 tentang kepengurusan Perpenas di bawah pimpinan Sugi hartoyo, tiba-tiba muncul surat persetujuan Kemenkumham Nomor AHU-0000101.AH.01.08. TAHUN 2016.
Surat yang dicetak dengan memanfaatkan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) tersebut dikeluarkan tanggal 28 Januari 2016. Pengajuan gugatan ke PTUN tersebut disampaikan kubu Waridjan saat menggelar konferensi pers di ruang F-4 kampus Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi kemarin (11/2).
Bukan hanya mengajukan gugatan PTUN, kubu Waridjan juga mengajukan surat kepada Kemenkumham agar mencabut surat persetujuan perubahan ang garan dasar mengenai kepengurusan dan pengangkatan kembali kepengurusan Perpenas Banyuwangi sebagaimana salinan Akta Notaris Nomor 09 tanggal 26 Oktober 2015 tersebut.
Kuasa hukum Waridjan, Wahyudi, mengatakan Akta Notaris Nomor 09 yang dimiliki kubu Sugihartoyo hingga kemarin masih dalam proses sengketa di PN Banyuwangi. Gugatan dilayangkan kepada PN lantaran penerbitan akta notaris tersebut diindikasi tidak prosedural.
“Karena akta notaris Abdul Malik Nomor 9 tersebut masih dalam proses sengketa di PN, kami menyampaikan keberatan ke Kemenkumham. Akhirnya, pihak Kemenkumham mengeluarkan surat pemberitahuan Nomor AHU.2.AH.01.04-19 tanggal 14 Januari,” ujarnya.
Inti surat pemberitahuan tersebut, kata Wahyudi, dalam rang ka menjalankan prinsip kehati-hatian dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka permohonan kubu Abdul Malik tentang pemberitahuan perubahan anggaran dasar Perpenas dengan melampirkan Akta Nomor 09 tanggal 26 Oktober 2015 belum dapat dipertimbangkan untuk diberi persetujuan.
Persetujuan tidak dapat diberikan sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) Namun, pada perkembangan selanjutnya, terbit Surat Peretujuan Kemenkumham atas Akta Notaris Nomor 09 tersebut.
Belakangan diketahui, persetujuan Kemenkumham itu didaftarkan dan dicetak memanfaatkan sistem online, yakni Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Menurut Wahyudi, SABH baru mulai diterapkan tanggal 26 Januari lalu. Padahal, sebelumnya, tepatnya pada 26 Oktober 2015, pihak Notaris Abdul Malik telah mengajukan surat permohonan persetujuan kepada Kemenkumham secara manual.
Di sisi lain, sesuai aturan, permohonan pengajuan persetujuan yang dilakukan sebelum penerapan SABH,
maka tidak bisa diproses menggunakan sistem baru tersebut. “Karena ada sejumlah kejanggalan, kami mengajukan dua gugatan. Pertama adalah permohonan pencabutan persetujuan kepada Kemenkumham dan gugatan kedua adalah lewat PTUN Jakarta,” tegas Wahyudi.
Wahyudi berharap penyelesaian perkara tersebut murni ditempuh melalui upaya hukum. Dia meminta pihak-pihak tertentu tidak menggiring opini publik bahwa pihaknya yang paling benar. “Mari kita selesaikan permasalahan ini lewat jalur hukum. Mari kita bicara murni soal hukum. Jangan ada penggiringan opini publik,” sindirnya.
Sementara itu, Waridjan mengatakan proses awal penerbitan Akta Notaris Abdul Malik Nomor 09 Tahun 2015 itu sudah tidak prosedural. Sebab, rapat pe riodesasi kepengurusan Perpenas yang digelar pada 21 Oktober lalu deadlock.
Karena rapat periodesasi deadlock, maka kepengurusan Perpenas status quo alias kembali pada Akta Notaris 42 Tahun 2010 yang dibuat oleh Notaris Woro Indah Soeryandri. “Tetapi, tiba-tiba muncul akta baru tersebut,” sesalnya.
Lantaran berada pada posisi status quo, eksistensi Perpenas dijalankan oleh sisa pengurus yang telah mendapat pengesahan Kemenkumham Nomor AHU- 169.AH.01.06 Tahun 2010 yang diketuai dirinya. “Agar pelayanan dapat dilakukan dengan baik, kami melengkapi kepengurusan dengan menunjuk pelaksana tugas bidang, misalnya bidang keuangan dan kesejahteraan, pendidikan, dan kurikulum, humas, dan lain-lain sampai terbentuk pengurus baru,” terangnya.
Seperti diberitakan, konflik kepemimpinan di lingkungan Perkumpulan Gema Pendidikan Nasional 17 Agustus 1945 Banyuwangi (Perpenas) tampaknya bakal segera mencapai garis finis. Kubu Sugihartoyo mengklaim pihaknya telah mengantongi surat persetujuan perubahan badan hukum perkumpulan yang membawahi belasan unit lembaga pendidikan di Banyuwangi tersebut.
Sebelumnya, konflik di tataran elite Perpenas mulai meruncing menjelang berakhirnya periodesasi perkumpulan pendidikan yang membawahi 12 unit lembaga pendidikan di Bumi Blambangan tersebut. Perbedaan pendapat kian memanas tatkala rapat periodesasi untuk memilih ketua Perpenas periode 2015-2020 berlangsung pada 21 Oktober 2015 lalu.
Kubu Sugihartoyo mengklaim telah mengantongi persetujuan perubahan badan hukum Perpenas Banyuwangi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI. Dikatakan, Kemenkumham telah menerbitkan surat keputusan tentang persetujuan perubahan badan hukum Perpenas Banyuwangi tersebut.
Menurut Sugihartoyo, melalui surat nomor AHU-0000101. AH.01.08.TAHUN 2016 itu Menkumham memberikan persetujuan atas perubahan anggaran dasar mengenai kepengurusan dan pengangkatan kembali kepengurusan Perpenas Banyuwangi sebagaimana salinan Akta Notaris Nomor 09 tanggal 26 Oktober 2015 yang dibuat oleh notaris Abdul Malik.
Surat tersebut ditetapkan Kemenkumham tanggal 28 Januari 2016. “Artinya, per tanggal tersebut secara legalitas kita sebagai badan penyelenggara pendidikan telah dilindungi hukum karena aturan yang ada, setiap penyelenggara harus berbadan hukum,” ujarnya saat menggelar jumpa pers di kediaman pribadinya di Jalan Candi Jawi, Banyuwangi (9/2).
Sugihartoyo menuturkan, keputusan Menkumham tersebut perlu segera disosialisasikan lan taran dirinya ingin menyelamatkan siswa, mahasiswa, masyarakat, termasuk pihak-pihak yang terkait dengan Perpenas, baik sekolah maupun Untag.
“Karena semua yang berhubungan dengan kepen tingan operasional, baik di sekolah-sekolah mulai TK sampai SMA maupun Untag, itu membutuhkan legalitas dari Kemenkumham,” tutur mantan rektor Untag Banyuwangi tersebut. (radar)