KALIPURO – Batas waktu pengangkatan bangkai Kapal Motor Penumpang (KMP) Rafelia II yang tenggelam 4 Maret 2016 lalu sudah habis. Sesuai jadwal, sejatinya bangkai Rafelia harus diangkat ke permukaan oleh pihak perusahaan kapal 180 hari atau enam bulan setelah kapal tenggelam, tepatnya di bulan September lalu.
Namun, hingga sekarang belum ada tanda-tanda kapal akan diangkat ke permukaan. Pihak pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) belum memberikan tanda-tanda melakukan pengangkatan bangkai kapal.
Sampai saat ini bangkai kapal masih berada di dasar laut Pantai Bulusan. Keberadaan bangkai kapal itu dikhawatirkan mengganggu kapal-kapal yang melintas di Selat Bali. Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Ketapang, Ispriyanto, mengatakan pengangkatan bangkai kapal Rafelia tersebut masih menunggu instruksi Dirjen Hubla. Pihaknya tidak memiliki kewenangan terkait hal tersebut.
”Batas akhir di angkatnya kapal oleh perusahaan sudah berakhir September lalu. Pihak perusahaan sudah kami surati berkali-kali dan tidak ada respons. Ini sudah termasuk pelanggaran,” tegasnya.
Ispriyanto menegaskan, jika perusahaan kapal tidak mampu melakukan evakuasi, pihaknya tidak serta-merta mengambil alih proses pengangkatan. Perusahaan kapal (PT. Dharma Bahari Utama) harus terlebih dahulu menghibahkan bangkai itu kepada pihak pemerintah.
”Kewenangan mengangkat kapal adalah pemerintah pusat, kami masih belum ada instruksi dari sana,” pungkasnya. Kewajiban pengangkatan bangkai kapal Rafelia itu pernah ditegaskan Menteri Perhubungan (Menhub) era Ignatius Jonan kala itu. Dalam sebuah kunjungan ke Banyuwangi pada Juni lalu, Jonan menegaskan bangkai kapal itu wajib diangkat.
Mengangkat bangkai kapal itu merupakan kewajiban operator kapal. Sekadar diketahui, KMP Rafelia II tenggelam di Selat Bali atau tepatnya 300 meter dari bibir Pantai Bulusan, Kalipuro, Banyuwangi, pada 4 Maret 2016. Musibah itu menewaskan sedikitnya enam penumpang, dua di antaranya nakhoda kapal dan mualim I KMP Rafelia II.
Hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan, KMP Rafelia II tenggelam lantaran kelebihan muatan alias overload. Saat kapal tenggelam, total muatan yang diangkut kapal buatan tahun 1993 asal Jepang itu seberat 765,26 ton. Padahal, saat itu kapal hanya boleh membawa muatan dengan berat maksimal 297 ton.
Terjadi kelebihan muatan sekitar 468 ton. Sebanyak 18 truk tronton muatan limbah dengan berat satu unit mencapai 40 ton juga menjadi penyebab kapal mengalami kelebihan muatan. Jika ditotal, berat muatan 18 tronton yang diangkut kapal bisa mencapai 640 ton.
Selain itu, penempatan muatan di dalam kapal yang kurang tepat juga diindikasi mengakibatkan kapal saat berlayar menunduk ke depan. Otomatis air laut mudah masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal miring hingga akhirnya tenggelam. (radar)