CALL Center 112 sudah ada. Menerima laporan warga. Beroperasi selama 24 jam. Nonstop. Didukung layanan digital pula. Banyuwangi Smartkampung, namanya. Fungsinya melayani aduan masyarakat. Masih kurang apa.
Tak bisa dimungkiri. Kedua layanan milik Pemkab Banyuwangi itu sangat bermanfaat. Aduan masyarakat Bumi Blambangan cepat sampai ke pemkab. Lalu dieksekusi dengan cepat pula. Tapi, di balik kecepatannya, yang namanya alat/sistem tetap saja punya kelemahan. Yakni, tidak punya perasaan. Tidak punya hati. Dan, ini yang parah, tidak bisa senyum. Padahal, senyum merupakan senjata paling canggih dalam proses pelayanan.
Alat/sistem itu kaku. Saklek. Tidak menoleransi hal yang tidak sesuai dengan programnya. Itu bagus. Bagi warga yang melek teknologi. Tidak demikian dengan mereka yang buta teknologi. Atau, gaptek (gagap teknologi). Mereka malah stres berhadapan dengan alat/ mesin/ sistem. Malah bingung.
Boleh dibilang, mereka berasal dari kelompok mayoritas. Tinggalnya tidak di kota. Melainkan di kampung. Dibutuhkan kesabaran ekstra dalam melayani mereka. Penjelasan yang disampaikan kepadanya harus jelentreh. Miji-miji. Tidak boleh terlalu cepat. Dan, ini yang paling penting, harus dilayani dengan senyum. Ramah.
Fakta membuktikan, meski pemkab sudah mengeksekusi dengan cepat setiap aduan yang masuk, tetap saja masih banyak aduan yang masuk. Ratusan lebih jumlahnya. Materi aduannya tentang banyak hal.
Ternyata Call Center 112 dan Banyuwangi Smartkampung belum cukup. Masih harus disempurnakan. Menyempurnakannya bukan dengan alat yang lebih canggih lagi. Melainkan dengan orang. The man behind the system. Staf sampai pimpinan yang mendampingi sistem. Atau berkolaborasi di antara keduanya. Boleh jadi, menumpuknya aduan disebabkan dua hal. Pertamanya, aduannya memang membeludak. Kedua, aduan tak segera tertangani. Karena prosesnya terlalu panjang. Ditambah petugas yang menangani tak punya jiwa melayani. Ogah-ogahan bin malas.
Dan, itu masalah. Harus segera diatasi. Berangkat dari filosofi ”masalah adalah berkah”, pemkab pun meluncurkan program baru. Namanya Banyuwangi Melayani (BM). Lewat BM, masyarakat bisa menyampaikan kendala yang dialami. Warga juga bisa mengakses informasi yang dibutuhkan sesuai dengan bidang masing-masing. Dengan cepat. BM menghilangkan kesan proses birokrasi masih panjang.
Inovasi baru Pemkab Banyuwangi itu diluncurkan pada 19 Juni 2025. Oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Azwar Anas. Di halaman kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (PU-CKPP).
Sebagai sistem, BM membuat layanan publik terakselerasi. Menjadi lebih cepat. Lebih efisien. Tapi tetap menggunakan pendekatan humanis. Diharapkan, pelayanan kepada masyarakat makin meningkat. Terkhusus pelayanan yang paling bersentuhan langsung dengan warga.
Program BM dirancang mempercepat pelayanan. Melalui sistem layanan narahubung di setiap sub-permasalahan yang dialami masyarakat. Seperti infrastruktur, perizinan usaha dan bangunan.
Selama ini pelayanan publik di Bumi Blambangan sebenarnya sudah oke. Banyuwangi, sekali lagi, punya rumah digital bernama Smartkampung. Lewat aplikasi yang tersambung dengan serat optik itu seluruh pemerintahan desa terhubung dengan pemkab—c.q. OPD. Urusan administrasi warga pun bisa diselesaikan dengan cepat. Warga tidak perlu ke ibu kota pemerintahan di Banyuwangi lagi. Seperti dulu lagi.
Sebelum peluncuran BM, Bupati Ipuk menyempatkan waktu ngecek Smartkampung. Ternyata masih ada 137 aduan di sana. Maka, Bupati Ipuk makin mantap meresmikan BM. Sebagai sistem yang sudah ada. ”Program Banyuwangi Melayani ini melengkapi apa yang sudah dilakukan oleh pemkab dari berbagai aspek. Seperti aspek pendidikan, kesehatan, perizinan, infrastruktur, dan lain sebagainya,” ungkap Ipuk.
Wa ba’du. Sebagai Khadimul Banyuwangi, Ipuk tampak ingin selalu memberi layanan prima kepada warganya. Meski sudah sering mendengar langsung keluh-kesah rakyat saat turun gunung, dia merasa masih ada yang kurang. Yakni, sistem layanan publik masih keteteran. Indikatornya, masih banyaknya aduan masyarakat yang tak segera tertangani.
Aduan muncul disebabkan kekurang-tahuan masyarakat tentang prosedur pengurusan persoalan. Misal, ada yang mengadu tentang jalan rusak. Si pengadu minta kerusakan jalan itu harus segera diatasi. Padahal, ada mekanisme penganggaran perbaikan infrastruktur seperti jalan. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Misal, harus diusulkan lewat Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). Lalu naik lagi ke kecamatan sampai ke kabupaten. Prosedur itu tidak boleh ditabrak agar tidak melanggar hukum.
Page 2

Banyuwangi Berkhidmat
Rabu, 25 Juni 2025 | 06:06 WIB

Dalam Kepungan Disinformasi
Rabu, 18 Juni 2025 | 05:35 WIB

Sosis Asli Banyuwangi
Rabu, 11 Juni 2025 | 05:11 WIB

Pembeli Bukan Lagi Raja
Rabu, 4 Juni 2025 | 09:07 WIB

Kereta Etalase Pariwisata
Rabu, 28 Mei 2025 | 05:30 WIB

Rujak Soto Rasa Kreativitas-Intelektualitas
Rabu, 21 Mei 2025 | 10:23 WIB

Ladang Surya
Rabu, 14 Mei 2025 | 05:08 WIB

Motor Penggerak Investasi Regional
Rabu, 7 Mei 2025 | 07:45 WIB

Mengagungkan Masjid Agung
Rabu, 30 April 2025 | 07:37 WIB

Marwah Gandrung
Rabu, 23 April 2025 | 13:34 WIB

Momentum Hotel Merangkul Seniman
Rabu, 16 April 2025 | 02:00 WIB

Gercep Siasati Efisiensi
Rabu, 9 April 2025 | 01:00 WIB

Berkah di Balik Tumpukan Liburan
Rabu, 26 Maret 2025 | 04:00 WIB

Madrasah Da’i, Sebuah Keniscayaan
Rabu, 19 Maret 2025 | 06:00 WIB

Efisiensi Membawa Sengsara
Rabu, 12 Maret 2025 | 06:00 WIB

Karangan Bunga Sembako
Rabu, 5 Maret 2025 | 06:15 WIB

Destinasi Tiga Something
Rabu, 19 Februari 2025 | 05:19 WIB

Libas Miras
Rabu, 5 Februari 2025 | 06:35 WIB

Mega Hit dan STY Hit
Rabu, 29 Januari 2025 | 06:00 WIB
Page 3
CALL Center 112 sudah ada. Menerima laporan warga. Beroperasi selama 24 jam. Nonstop. Didukung layanan digital pula. Banyuwangi Smartkampung, namanya. Fungsinya melayani aduan masyarakat. Masih kurang apa.
Tak bisa dimungkiri. Kedua layanan milik Pemkab Banyuwangi itu sangat bermanfaat. Aduan masyarakat Bumi Blambangan cepat sampai ke pemkab. Lalu dieksekusi dengan cepat pula. Tapi, di balik kecepatannya, yang namanya alat/sistem tetap saja punya kelemahan. Yakni, tidak punya perasaan. Tidak punya hati. Dan, ini yang parah, tidak bisa senyum. Padahal, senyum merupakan senjata paling canggih dalam proses pelayanan.
Alat/sistem itu kaku. Saklek. Tidak menoleransi hal yang tidak sesuai dengan programnya. Itu bagus. Bagi warga yang melek teknologi. Tidak demikian dengan mereka yang buta teknologi. Atau, gaptek (gagap teknologi). Mereka malah stres berhadapan dengan alat/ mesin/ sistem. Malah bingung.
Boleh dibilang, mereka berasal dari kelompok mayoritas. Tinggalnya tidak di kota. Melainkan di kampung. Dibutuhkan kesabaran ekstra dalam melayani mereka. Penjelasan yang disampaikan kepadanya harus jelentreh. Miji-miji. Tidak boleh terlalu cepat. Dan, ini yang paling penting, harus dilayani dengan senyum. Ramah.
Fakta membuktikan, meski pemkab sudah mengeksekusi dengan cepat setiap aduan yang masuk, tetap saja masih banyak aduan yang masuk. Ratusan lebih jumlahnya. Materi aduannya tentang banyak hal.
Ternyata Call Center 112 dan Banyuwangi Smartkampung belum cukup. Masih harus disempurnakan. Menyempurnakannya bukan dengan alat yang lebih canggih lagi. Melainkan dengan orang. The man behind the system. Staf sampai pimpinan yang mendampingi sistem. Atau berkolaborasi di antara keduanya. Boleh jadi, menumpuknya aduan disebabkan dua hal. Pertamanya, aduannya memang membeludak. Kedua, aduan tak segera tertangani. Karena prosesnya terlalu panjang. Ditambah petugas yang menangani tak punya jiwa melayani. Ogah-ogahan bin malas.
Dan, itu masalah. Harus segera diatasi. Berangkat dari filosofi ”masalah adalah berkah”, pemkab pun meluncurkan program baru. Namanya Banyuwangi Melayani (BM). Lewat BM, masyarakat bisa menyampaikan kendala yang dialami. Warga juga bisa mengakses informasi yang dibutuhkan sesuai dengan bidang masing-masing. Dengan cepat. BM menghilangkan kesan proses birokrasi masih panjang.
Inovasi baru Pemkab Banyuwangi itu diluncurkan pada 19 Juni 2025. Oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Azwar Anas. Di halaman kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (PU-CKPP).
Sebagai sistem, BM membuat layanan publik terakselerasi. Menjadi lebih cepat. Lebih efisien. Tapi tetap menggunakan pendekatan humanis. Diharapkan, pelayanan kepada masyarakat makin meningkat. Terkhusus pelayanan yang paling bersentuhan langsung dengan warga.
Program BM dirancang mempercepat pelayanan. Melalui sistem layanan narahubung di setiap sub-permasalahan yang dialami masyarakat. Seperti infrastruktur, perizinan usaha dan bangunan.
Selama ini pelayanan publik di Bumi Blambangan sebenarnya sudah oke. Banyuwangi, sekali lagi, punya rumah digital bernama Smartkampung. Lewat aplikasi yang tersambung dengan serat optik itu seluruh pemerintahan desa terhubung dengan pemkab—c.q. OPD. Urusan administrasi warga pun bisa diselesaikan dengan cepat. Warga tidak perlu ke ibu kota pemerintahan di Banyuwangi lagi. Seperti dulu lagi.
Sebelum peluncuran BM, Bupati Ipuk menyempatkan waktu ngecek Smartkampung. Ternyata masih ada 137 aduan di sana. Maka, Bupati Ipuk makin mantap meresmikan BM. Sebagai sistem yang sudah ada. ”Program Banyuwangi Melayani ini melengkapi apa yang sudah dilakukan oleh pemkab dari berbagai aspek. Seperti aspek pendidikan, kesehatan, perizinan, infrastruktur, dan lain sebagainya,” ungkap Ipuk.
Wa ba’du. Sebagai Khadimul Banyuwangi, Ipuk tampak ingin selalu memberi layanan prima kepada warganya. Meski sudah sering mendengar langsung keluh-kesah rakyat saat turun gunung, dia merasa masih ada yang kurang. Yakni, sistem layanan publik masih keteteran. Indikatornya, masih banyaknya aduan masyarakat yang tak segera tertangani.
Aduan muncul disebabkan kekurang-tahuan masyarakat tentang prosedur pengurusan persoalan. Misal, ada yang mengadu tentang jalan rusak. Si pengadu minta kerusakan jalan itu harus segera diatasi. Padahal, ada mekanisme penganggaran perbaikan infrastruktur seperti jalan. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Misal, harus diusulkan lewat Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). Lalu naik lagi ke kecamatan sampai ke kabupaten. Prosedur itu tidak boleh ditabrak agar tidak melanggar hukum.