Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Melonjak, Apa Dampaknya bagi BUMN?

biaya-proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung-melonjak,-apa-dampaknya-bagi-bumn?
Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Melonjak, Apa Dampaknya bagi BUMN?

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) kembali menjadi sorotan publik setelah isu beban utang yang menumpuk terhadap China Development Bank (CDB).

Proyek ambisius yang dikenal dengan nama Whoosh ini dikabarkan mengalami pembengkakan biaya dari semula US$ 6,07 miliar menjadi sekitar US$ 7,27 miliar, atau setara dengan lebih dari Rp110 triliun.

Peningkatan biaya tersebut kini menjadi beban berat bagi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola proyek.

KCIC harus menanggung kewajiban pembayaran pokok utang serta bunga pinjaman yang mencapai 3,7% hingga 3,8%, dengan tenor hingga 35 tahun.

Baca Juga: Kereta Api Jadi Pilihan Utama Warga Jawa Timur, KAI Daop 8 Surabaya Catat Rekor Baru

Struktur Konsorsium dan Kepemilikan

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dijalankan oleh KCIC yang terdiri dari dua pihak besar, konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dengan kepemilikan 60% saham, serta Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari Tiongkok dengan 40% saham.

Struktur kepemilikan ini menunjukkan dominasi pihak Indonesia dalam pengelolaan proyek, namun sebagian besar pendanaan masih bergantung pada pinjaman luar negeri.

Baca Juga: KAI Daop 8 Surabaya Lakukan Pengecekan Lintas Demi Keselamatan dan Kenyamanan Penumpang Kereta Api

Pemerintah Tolak Gunakan Dana APBN

Menanggapi situasi ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk menutup beban utang proyek tersebut.

Menurutnya, tanggung jawab finansial sepenuhnya berada di tangan pihak konsorsium BUMN yang tergabung dalam PT Danantara Indonesia, selaku holding dari KCIC.

Purbaya menilai, Danantara memiliki kemampuan finansial yang cukup kuat untuk mengelola risiko dan kewajiban proyek ini.

Ia menyebutkan, dividen dari perusahaan-perusahaan di bawah Danantara setiap tahunnya mencapai rata-rata Rp 80 triliun atau lebih, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menutupi kewajiban tersebut.

“Mereka kan sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri, yang rata-rata setahun bisa dapat Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ, jangan sampai kita lagi yang menanggung,” ujar Purbaya dalam sebuah diskusi, dikutip Senin (13/10/2025).

Meski begitu, Purbaya mengaku belum diajak berdiskusi langsung oleh pihak Danantara terkait strategi penyelesaian utang tersebut.


Page 2


Page 3

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) kembali menjadi sorotan publik setelah isu beban utang yang menumpuk terhadap China Development Bank (CDB).

Proyek ambisius yang dikenal dengan nama Whoosh ini dikabarkan mengalami pembengkakan biaya dari semula US$ 6,07 miliar menjadi sekitar US$ 7,27 miliar, atau setara dengan lebih dari Rp110 triliun.

Peningkatan biaya tersebut kini menjadi beban berat bagi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola proyek.

KCIC harus menanggung kewajiban pembayaran pokok utang serta bunga pinjaman yang mencapai 3,7% hingga 3,8%, dengan tenor hingga 35 tahun.

Baca Juga: Kereta Api Jadi Pilihan Utama Warga Jawa Timur, KAI Daop 8 Surabaya Catat Rekor Baru

Struktur Konsorsium dan Kepemilikan

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dijalankan oleh KCIC yang terdiri dari dua pihak besar, konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dengan kepemilikan 60% saham, serta Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari Tiongkok dengan 40% saham.

Struktur kepemilikan ini menunjukkan dominasi pihak Indonesia dalam pengelolaan proyek, namun sebagian besar pendanaan masih bergantung pada pinjaman luar negeri.

Baca Juga: KAI Daop 8 Surabaya Lakukan Pengecekan Lintas Demi Keselamatan dan Kenyamanan Penumpang Kereta Api

Pemerintah Tolak Gunakan Dana APBN

Menanggapi situasi ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk menutup beban utang proyek tersebut.

Menurutnya, tanggung jawab finansial sepenuhnya berada di tangan pihak konsorsium BUMN yang tergabung dalam PT Danantara Indonesia, selaku holding dari KCIC.

Purbaya menilai, Danantara memiliki kemampuan finansial yang cukup kuat untuk mengelola risiko dan kewajiban proyek ini.

Ia menyebutkan, dividen dari perusahaan-perusahaan di bawah Danantara setiap tahunnya mencapai rata-rata Rp 80 triliun atau lebih, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menutupi kewajiban tersebut.

“Mereka kan sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri, yang rata-rata setahun bisa dapat Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ, jangan sampai kita lagi yang menanggung,” ujar Purbaya dalam sebuah diskusi, dikutip Senin (13/10/2025).

Meski begitu, Purbaya mengaku belum diajak berdiskusi langsung oleh pihak Danantara terkait strategi penyelesaian utang tersebut.