BANYUWANGI, KOMPAS.com – Seorang perempuan berhijab berdiri dengan mode siaga. Sorot matanya tajam saat memperhatikan suasana sekitar, namun sikapnya hangat kala disapa dan berbincang.
Dia adalah Merisa Octavia, staf protokol dan komunikasi pimpinan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Ia memiliki tanggung jawab mendampingi aktivitas Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Merisa telah 9 tahun bekerja sebagai staf protokol dan ia merupakan seorang ibu pekerja dengan seorang anak perempuan bernama Shalwa yang kini berusia 3 tahun.
Sebagai staf protokol, Merisa memiliki waktu kerja yang sangat dinamis, menyesuaikan agenda pimpinan.
Baca juga: Cerita Ibu Sakdiyah: Dari Stasiun hingga Terminal demi Antarkan 2 Putranya Lulus SMA
Setiap hari, ia berupaya maksimal membagi perannya sebagai seorang ibu, istri dan pekerja.
“Rutinitas setiap hari sebetulnya sama seperti ibu-ibu pekerja yang lain. Pagi bangun saat subuh, ibadah, lanjut menyiapkan baju untuk suami dan anak, bekal anak dan antar anak jam 07.00 pagi ke sekolah, kemudian lanjut tugas lapangan sampai selesai,” cerita Merisa.
Dengan peran ganda sebagai ibu dan sebagai pekerja lapangan yang memiliki aktivitas padat setiap hari, perempuan 29 tahun itu pun menghadapi momen-momen melelahkan.
“Hampir tiap hari lelah ya,” tuturnya seraya tertawa.
Sebab sebagai pekerja lapangan yang memiliki jam kerja tak pasti, diakui Merisa cukup sulit untuk mengatur waktu antara tugas mengurus anak dan pekerjaan.
Hari demi hari, ia harus menghadapi tantangan kerja untuk menjaga pimpinan dari segala aspek, menjaga hubungan dengan masyarakat serta dituntut selalu tanggap dan sigap dalam segala kondisi.
Karena rasa tanggung jawab, ia menikmati dan memilih untuk mensyukuri setiap kelelahan yang dirasakan dan memaknai aktivitas yang dilakukan seperti air mengalir.
Baca juga: Perjuangan Perempuan di Bali, Mental Harus Kuat: Sekarang Saya Tahu Rasanya Jadi Ibu
Merisa memiliki prinsip yang kuat bahwa lelahnya bekerja, jika menjadi beban pikiran, maka hanya akan membuat kelelahan itu terasa berlipat ganda.
“Jadi sekarang ada di fase menikmati lelahnya,” ucapnya seraya tersenyum.
Dengan pemikiran tersebut, ia bisa merasakan berbagai momen bahagia, di mana ia dapat bekerja maksimal dengan menuntaskan tugasnya sehingga seluruh agenda di lapangan berjalan lancar.
Namun, keberhasilan upaya yang dilakukan pun tak lepas dari support keluarga, terutama sang ibu dan bapak mertua yang mendukung serta membantunya sehingga ia bisa mengatur waktu dan peran sebagai ibu dan pekerja.
Page 2
“Kami saling melengkapi. Ketika saya lembur, ibu mertua yang nyusul anak sekolah, atau ketika saya pulang lebih awal, saya bisa jemput anak saya, begitu dan berulang,” ungkap Merisa.
Begitu juga dengan sang suami. Sejak awal menikah dan dikaruniai buah hati, ia dan sang suami, Arie Cahyo Wibowo sudah terbiasa dengan waktu yang sangat terbatas untuk keluarga sehingga penyesuaian dengan anak tidak butuh waktu lama.
Baca juga: Cerita Ibu Ike, Caregiver Pertama di Sumenep yang Menjadi Sandaran Para Lansia
Diakui Merisa hal tersebut awalnya memang sulit, namun kemudian bagaimana ia dan pasangannya saling menjaga komunikasi dengan baik.
“Sebelum menjadi seorang ibu, saya sudah terbiasa bekerja. Setelah menjadi ibu saya merasa bahwa, ternyata bekerja bukan menjadi satu alasan untuk kita merasa terbebani, tapi justru menjadi penyemangat untuk terus memperbaiki kualitas hidup kita.”
“Tentunya selagi semua pekerjaan kita di-support oleh keluarga,” tutur Merisa.
Merisa juga bersyukur, dukungan juga ia dapatkan dari tempat anaknya menjalani preschool.
Tak jarang, Merisa diharuskan siaga di tempat kerja pukul 06.30 WIB saat sekolah sang anak belum buka.
“Dengan sangat terpaksa, Wawa harus tetap masuk jam 06.30. Jadi dia ikut pak satpam atau gurunya yang masih piket bersih-bersih sekolah. Kadang dia bantu bukain pagar sekolah,” ujar Merisa sembari mengingat momen-momen lucu putrinya itu.
Kehadiran Shalwa baginya adalah sumber kekuatan utamanya untuk bisa terus semangat bekerja dan memberikan yang terbaik bagi kebutuhan sang anak.
Baca juga: Kisah Ma Ina, Ibu Penjual Gorengan di Gorontalo yang Sukses Antarkan Anak jadi Sarjana
Ia ingin memenuhi keinginan Shalwa, hal yang dulu sewaktu kecil tak dapat dirasakannya sehingga ia pun mengupayakan yang terbaik untuk mendukung langkah dan mimpi sang buah hati.
“Harapannya, semoga Shalwa terus bangga punya ibu dan bapak. Ibu dan bapak akan terus berusaha buat Shalwa bahagia, sukses dunia dan akhirat,” ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang








