Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Cing Wan, Satu-satunya Master Kungfu di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

cingLanggar Perintah Guru demi Memasyarakatkan Kungfu  Gunawan Setia Atmaja alias Cing Wan memang sudah berumur 70 tahun. Meski tak muda lagi, warga Jalan Meliwis, Kecamatan Genteng, itu tetap eksis mengembangkan seni bela diri. Ya, dia adalah master seni bela diri kungfu,

NAMA Cing Wan memang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Kecamatan Genteng. Bagi pria yang lahir di Banyuwangi 17 Oktober 1943 itu, ilmu bela diri kungfu seolah sudah mendarah daging. Reputasi dan nama besarnya sebagai guru kungfu memang tidak per lu diragukan lagi. Di usia yang su dah cukup sepuh, bapak empat anak tersebut masih setia bergelut dengan seni bela diri asal Tiongkok tersebut. Rumahnya pun kini dijadikan padepokan kungfu.

Dia ingin menularkan ilmu yang digeluti se jak duduk di bangku sekolah dasar ter sebut. Cing Wan juga mengajar eks trakurikuler kungfu di Sekolah Kristen Aletheia Genteng. Penguasaan Cing Wan atas kungfu di mulai saat dia belajar di Surabaya. Ayahnya yang juga seorang penggiat kungfu memintanya menekuni bela diri tersebut. Selain itu, dia juga mendapat pengarahan kakak sepupunya yang juga ahli kungfu. Ilmu kungfu yang dipelajari Cing Wan berasal perguruan Shaolin di Tiongkok.

Kemampuan Cing Wan dalam mengolah jurus tersebut langsung diabdikan dengan cara melatih tentara di tahun 1967. Selama delapan tahun di barak militer, dia mendedikasikan ilmunya untuk pasukan pembela bangsa ini. Atas dedikasinya itu, dia memperoleh status sebagai anggota kehormatan di militer Lepas dari kamp militer, dia mulai menyalurkan ilmunya kepada masyarakat umum. Cing Wan mulai memperkenalkan dan mengajarkan seni bela diri kungfu se cara luas.

Usahanya itu bukan tanpa risiko. Bahkan, dia terpaksa melanggar larangan gurunya. “Kungfu yang saya miliki sebetulnya tidak boleh diajarkan alias saya tidak boleh punya murid. Tetapi, demi olah raga dan kesehatan, juga agar bela diri ini dikenal luas, perintah guru itu terpaksa saya langgar,” ujarnya. Dalam melatih kungfu, Cing Wan menekankan anak didiknya agar berpedoman ke pada semboyan yin ming so ciok guai. Maksudnya, mata harus jeli, kemudian kaki dan tangan harus bisa bergerak cepat.

Kecepatan  dan kejelian sangat menentukan kemenangan seseorang atas orang lain. Sementara itu, gerakan dalam kungfu mengandung gerakan alami. Beberapa jurus dalam bela diri kungfu kebanyakan menggunakan makhluk hidup sebagai simbol gerakan. Angsa, bangau, ulat, dan lainnya, menjadi dasar gerakan yang banyak dikembangkan dalam kungfu. Selain itu, dalam pengembangannya, kungfu juga memiliki banyak aplikasi, mulai bersenjata ruyung, pedang, hingga toya. Namun, Cing Wan lebih mengajarkan kungfu dengan tangan kosong.

“Saya lebih mengedepankan tangan kosong,” katanya. Sementara itu, dalam mengembangkan kungfu, Cing Wan juga mendapat sedikit masalah. Salah satunya, minimnya even yang secara khusus mempertandingkan bela diri kungfu. Oleh karena itu, agar bisa menyalurkan anak didiknya, dia sempat bergabung dengan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Banyuwangi. Dengan perguruan yang diberi nama Guna Bella, Cing Wan mencoba mengakomodasi hasil latihan anak didiknya di atas matras.

Saat itu, perguruan silat dengan corak kungfu binaan Cing Wan tersebut diresmikan Bupati Banyuwangi Joko Supaat Slamet. Namun, masalah muncul saat kejuaraan digelar. Adanya perbedaan mencolok antara pencak silat dan kungfu menjadi masalah baru bagi Cing Wan. Menurut Cing Wan, target sasaran dalam kungfu adalah semua bagian tubuh lawan. Dalam ilmu pencak silat, ada bagian terlarang yang tidak boleh dipukul atau ditendang.

Namun demikian, baginya prinsip itu bisa di maklumi dan tidak masalah. Cing Wan hanya ingin meneruskan dan mewariskan ilmu yang dimiliki. Di rumahnya kini ada sekitar 50 orang yang belajar seni bela diri khas Tirai Bambu itu. Jika ingin belajar di sana sangatlah mudah. Bekalnya hanya ha rus memiliki niat, fisik prima, gerakan tangan memadai, dan kuda-kuda yang kokoh.

Di usia senja, Cing Wan masih memendam harapan eksis bersama kungfu dan ilmu bela diri lain. Namun, keterbatasan fisik membuatnya lebih konsen mengembangkan bela diri yang sudah digeluti sejak kecil itu. “Saya sebetulnya mau kembangkan bela diri wushu yang juga bagian dari kungfu dan pencak silat. Tapi, masalahnya kekuatan fisik. Akhirnya, saya cuma ingin fokus di kungfu,” pungkasnya. (radar)