Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Demi Anak Cucu, Insaf Berburu Telur Penyu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

demiPERCAYA atau tidak, kawasan pantai timur Banyuwangi ternyata merupakan lokasi pendaratan penyu untuk bertelur. Pantai Boom, Pantai Sobo, dan beberapa pantai lain di sekitar pusat Kota Kopi ini, tak luput menjadi tempat mendarat favorit kura-kura laut tersebut. Demikian halnya dengan pantai Lingkungan Pantairejo, Kelurahan Pakis, Kecamatan Banyuwangi. Bahkan,berdasar keterangan warga sekitar, setiap musim penyu bertelur,  tepatnya saat musim angin timur, ada ratusan penyu yang mendarat di bibir pantai tersebut untuk berkembang biak.

Puncak musim penyu bertelur di pantai sekitar Pakis Rowo tersebut biasanya berlangsung Juni sampai Juli. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak beberapa tahun terakhir populasi penyu terus menyusut. Maraknya perburuan telur penyu berperan besar mengurangi populasi hewan yang telah ditetapkan sebagai satwa liar dilindungi tersebutKita patut prihatin lantaran warga di sekitar pesisir yang seharusnya berperan aktif melestarikan penyu, justru menjadi “predator” telur penyu.

Banyak warga pesisir yang memilih kerja sambilan berburu telur penyu untuk diperjualbelikan. Jika itu terus dilakukan, maka bayang-bayang kepunahan hewan yang telah ada sejak lebih dari 200 juta tahun lampau tersebut tinggal menunggu waktu jadi kenyataan. Kabar baiknya, dengan pendekatan yang dilakukan jajaran Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF) alias Yayasan Penyu Banyuwangi, kini ada banyak eks pemburu telur penyu yang mulai insaf.

Termasuk Isbulloh, 32, dan Sunarso, 43, dua mantan pencari telur penyu kawakan asal Lingkungan Pantairejo, Kelurahan Pakis. Usai salat Jumat pekan lalu (25/4), wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi berkesempatan bertatap muka sekaligus berbincang-bincang dengan Isbulloh dan Sunarso. Siang itu Pembina BSTF Wiyanto Haditanojo dan Penasihat BSTF Kuswaya bersama tim Jawa Pos Radar Banyuwangi bertandang ke Lingkungan Pantairejo dalam rangka sosialisasi sekaligus fi nalisasi kerja sama pelestarian penyu dengan warga setempat.

“Saat musim penyu bertelur, kami jarang tidur. Setiap malam kami pergi ke pantai untuk mencari telur penyu,” ujar Isbulloh diiyakan Sunasrso. Selain kedua “dedengkot” pencari telur penyu itu, sosialisasi yang digelar di Masjid Baiturrohman, Lingkungan Pantairejo, tersebut juga dihadiri puluhan warga lain. Sama seperti Isbulloh dan Sunarso, sebelumnya, penduduk yang mayoritas bekerja sebagai nelayan itu rata-rata mengandalkan penghasilan tambahan dengan mencari telur penyu.

Beberapa cerita menarik pun  terungkap pada bincang-bincang kami siang itu. Para pencari telur penyu biasanya berangkat ke pantai bersama-sama. Namun, kekompakan mereka sirna ketika salah satu di antaranya mendapati penyu bertelur atau sarang telur penyu. Berbagai cara dilakukan agar rekan-rekannya tidak mengetahui keberadaan penyu yang tengah bertelur atau sarang telur penyu tersebut.

Ada yang pura-pura sangat mengantuk dan memilih tidur di atas pasir pantai, ada yang pamit berpisah dengan rombongan untuk buang air kecil, dan ada“seribu” cara lain untuk mengelabui rekan-rekannya.Bahkan, untuk menghindari jejak penyu di pasir pantai, para pencari telur penyu itu tak segan mengangkat penyu yang baru mendarat di bibir pantai menuju pasir kering yang memungkinkan dijadikan lokasi penyu bertelur.

Bobot penyu yang bisa mencapai 50 Kilogram (Kg) lebih tak menjadi penghalang mereka mengangkat hewan laut yang hanya mendarat saat bertelur tersebut.Ketika penyu sudah selesai bertelur, hewan tersebut kembali diangkat dan dilepas di bibir pantai. Langkah ekstrem itu dilakukan semata-mata agar penyu tak meninggalkan jejak sehingga diketahui rekan-rekannya sesama pencari telur penyu. “Jika diketahui orang lain, hasil (penjualan telur penyu)-nya harus dibagi,” kata Isbulloh seraya tersenyum.

Tidak hanya itu, para pencari telur penyu itu tak segan membantu penyu mengorek pasir pantai untuk lokasi bertelur. Di sela-sela waktu jeda antara satu kaki penyu mengorek pasir pantai, tangan para pencari penyu itu cepat-cepat mengorek pasir pantai tersebut. Itu terus dilakukan hingga kedalaman lubang bakal sarang telur penyu itu mencapai sekitar 75 centimeter (cm). Selain cerita “menggemaskan” tersebut, ada kisah menyeramkan di balik proses pencarian telur penyu.

Sekitar tahun 2012 lalu, Ruslan, juga warga Lingkungan Pantairejo, bertemu mayat terdampar di bibir pantai setempat. Saking takutnya, pria yang satu itu tak sanggup berlari atau sekadar berteriak minta tolong. Beruntung, sekitar sepuluh menit kemudian, beberapa pencari penyu mendatangi Ruslan yang tidak bisa beranjak dari tempatnya berdiri. Setelah mengetahui ada mayat terdampar di pantai,mereka ramai-ramai lapor petugas berwenang.

“Ternyata itu mayat orang gila,” terang Ruslan. Sementara itu, Sunarso mengungkapkan, kegiatan mencari telur penyu itu dilatarbelakangi ketidaktahuan bahwa hewan tersebut merupakan hewan liar dilindungi. Dia mengaku, dalam hati kecil, sebenarnya dia tidak ingin mengambil telurpenyu untuk dijual. Selain merasa iba, dia selalu “terngiang” nasihat sang ibu untuktidak menjual telur penyu. “Kata ibu saya, jika menjual telur penyu, penyu tersebut akan mengutuk tujuh keturunan saya akan selalu kekurangan,” ungkapnya.(radar)