ROGOJAMPI – Nasib malang menimpa, Juminten, 50. Warga misikin (gakin) asal Dusun Krajan, Desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, itu sejak tujuh bulan lalu harus terbaring karena menderita kanker ganas di payudaranya.
Untuk berobat, perempuan paro baya itu bersama suaminya, Syaiful, 27, harus mencari pinjaman pada saudara dan tetangga. Malahan, rumahnya yang kecil terpaksa harus dijual untuk membayar utang dan berobat. Karena bantuan dari pemerintah, belum diterima sama sekali. Rumah berikut dengan tanahnya yang berukuran sembilan meter kali delapan meter, dan selama ini dibuat untuk tempat tinggal, hanya laku Rp 18 juta.
“Terpaksa sekali kami jual, karena sudah tidak ada apa-apa lagi,” cetus Syaiful. Meski rumah dan tanahnya sudah laku terjual, Syaiful bersama istri, dan anak tirinya yang sudah menikah dengan satu anak masih bisa tinggal di rumah itu. Sebab, orang yang telah membeli rumahnya itu memintanya untuk menempati.
“Di rumah itu kami tinggal lima orang,” ungkapnya. Uang hasil menjual tanah dan rumah sebesar Rp 18 juta, terang dia, akan dibuat untuk biaya pengobatan. Selain itu, juga membayar utang ke saudara dan para tetangga. “Kami juga masih belum tahu, nanti akan tinggal di mana,” katanya.
Penyakit kanker yang menimpa Juminten itu, sebenarnya sudah diketahui setahun lalu. Saat itu, perempuan itu jatuh dan muncul luka memar di sekitar payudara. Selanjutnya, muncul benjolan kecil. “Benjolan itu ternyata terus membesar,” ujarnya.
Karena terus membesar, tujuh bulan lalu diperiksakan ke medis dan diketahui terkena kanker payudara. Benjolan yang diduga kanker itu, dua bulan lalu pecah sekitar 20 centimeter dan mengeluarkan bau tidak sedap. “Perangkat desa dan pemerintah belum ada yang datang,” jelasnya.
Untuk mengobati penyakit istrinya itu, pasangan gakin ini terus berupaya untuk berobat. Sedikit uang dari hasil kerja sebagai buruh serabutan, digunakan untuk berobat. Bahkan, sebelum Lebaran, pasangan suami istri (pasutri) ini nekat merantau ke Bali untuk mencari biaya tambahan berobat dengan bekerja serabutan.
“Sebisanya saya lakukan, yang penting istri saya bisa sembuh kembali,” terang Syaiful yang asli warga Kelurahan Tukang Kayu, Kecamagan Banyuwangi itu. Saat berobat, Syaiful disarankan mengurus kartu BPJS untuk meringankan biaya pengobatan. Sayangnya, itu belum bisa dilakukan karena terganjal administrasi kependudukan.
Selama empat tahun menikah dengan Juminten, statusnya itu masih nikah siri. “Baru Maret lalu nikah sah, tapi masih belum punya kartu keluarga,” ungkapnya. Meski terganjal administrasi kependudukan, Juminten itu asli warga Dusun Jatisari, Desa Bomo, Kecamatan Rogojampi.
“Jumat kemarin (15/7), saya sudah dapat surat pindah dan sudah saya urus ke kantor Desa Bomo, tapi sekarang masih dalam proses,” jelasnya. Melihat nasib Juminten yang mengenaskan itu, sejumlah wartawan sempat mengabarkan pada Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas melalui whatsapp (WA).
Meski terkesan lambat, bupati menjanjikan Juminten akan segera diurus. “Pak camat dan dinas kesehatan menuju lokasi,” balas Bupati Anas melalui WA. (radar)