Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dikenal Tekun Bekerja Membantu Orang Tua

BERKABUNG: Warga berada di depan rumah duka di Desa Gendoh kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
BERKABUNG: Warga berada di depan rumah duka di Desa Gendohkemarin.
BERKABUNG: Warga berada di depan rumah duka di Desa Gendoh kemarin.

Jasad Imam Sujono, 13, akhirnya dipulangkan dari RS dr. Subandi, Jember, dan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Desa Gendoh, Kecamatan Sempu, Senin lalu (31/12). Bagaimana keseharian siswa kelas lima SD itu?

EKONOMI keluarga Imam Sujono ter masuk pas-pasan. Bayangkan, ke dua orang tuanya hanya bekerja sebagai buruh tani. Upah yang didapat pasangan suami istri Kusni, 60, dan Jumaiyah, 40, hanya cukup un tuk memenuhi kebutuhan perut. Karena itu, pasutri tersebut harus berusaha keras untuk membiayai kebutuhan sekolah sang anak. Biaya pendidikan memang tidak murah, tapi keduanya pantang surut. Kali ini, tanggung jawab mereka hanya tinggal menuntaskan pendidikan Imam Sujono.

Sebab, putra pertama pasutri ter sebut, yakni Buwari, 25, sudah menikah. Buwari yang menikahi Jumaiyah, 24, itu mencari peruntungan di Bali. Saat Imam Sujono meng hilang, Buwari dan Jumaiyah sedang berada di Pulau Dewata. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan itu ternyata membuat Imam Sujono lebih mengerti apa yang harus dilakukan. Dalam beberapa kesempatan, bocah tersebut sering bekerja membantu orang tua. Kerja itu kerap dia lakukan sepulang sekolah.

Karena itu, bocah tersebut jarang terlihat bermain dengan teman sebayanya. Waktu luang yang biasa digunakan bermain justru disibukkan dengan bekerja. ‘’Jarang bermain dengan teman-temannya, karena harus membantu orang tua,” sebut Imam Wahyunika, seorang guru SMP yang juga tetangga korban, kemarin (1/1) Imam Wahyunika menerangkan, korban bisa dibilang jauh berbeda dengan bocah seusianya. Meski masih anak-anak, Imam Sujono mampu bekerja layaknya orang dewasa. ‘

Dia bisa nyingkal di sawah. Memang tekun anak itu,” kata alumnus MAN Genteng itu. Supaidi, 50, paman korban menuturkan, ke ponakannya itu sudah dimakamkan sesaat setelah sampai rumah duka. Tangis bercampur marah menyambut kedatangan jenazah. ‘’Tidak sedikit yang emosional saat jenazah keponakan saya datang. Setelah disalati, keponakan saya itu langsung dimakamkan,” terangnya. Supaidi tidak habis pikir mengapa keponakannya itu meninggal dengan kondisi mengenaskan.

Apalagi, dua orang yang mengajaknya pergi menyetrum ikan itu kini menghilang. ‘’Sampai sekarang bapak-anak (yang mengajak Imam, Red) itu belum ketemu. Gak tahu mereka di mana,” jelas pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkutan itu. Karena itu, Supaidi menduga kematian keponakannya itu ada kaitannya dengan SY,40, dan SM, 17. Alasan itu menguat karena saat dirinya akan ke Jember, kedua pria yang masih satu dusun itu buruburu pergi dari rumah. ‘

Sebenarnya apa keponakan saya ini salah. Kok harus meninggal dengan cara seperti ini,” ujarnya de ngan nada tinggi. Supaidi mengakui, keponakannya tersebut memang tidak pandai di bidang pen didikan. Dia menyebut, Imam Sujono se harusnya sudah duduk di bangku pen didikan yang lebih tinggi, yakni SMP. ‘’Sudah dua kali keponakan saya itu tidak naik kelas,” ungkapnya. Kakak korban, Buwari menceritakan, bebe rapa hari terakhir dirinya sering mimpi ber temu adiknya.

Dalam mimpi itu, Imam Su jono melambaikan tangan. Lambat laun lambaian tangan Imam menghilang di tengah kegelapan. ‘’Saya beberapa kali mimpi dia. Perasaan saya tidak tenang,” kenangnya. Firasat tak baik itu ternyata berbuah kenyataan. Setelah dikabari Imam Sujono tak kunjung pulang, dia langsung mengajak istri dan anak semata wayangnya pulang ke rumah. ‘’Saya dan keluarga yang bekerja di Bali langsung pulang,” terangnya. Tidak banyak kata yang terucap dari Jumaiyah, 40, ibu korban.

Hanya saja, perempuan berkerudung tersebut menyampaikan beberapa kalimat yang disampaikan putranya itu kepada dirinya sebelum menghilang dari rumah. ‘’Kira-kira dua minggu lalu, anak saya bilang begini, kalau mencari ikan harus berani mati,” jelasnya. Waktu itu, ibu korban mengabaikan omongan tersebut. Sebab, hal itu dianggap se suatu yang tidak perlu ditanggapi serius. ‘’Waktu bilang gitu, saya hanya diam. Namanya juga anak-anak,” tuturnya sambil menahan air mata.

Bibi korban, Randana, 45, beberapa hari terakhir mengaku sering terbayang-bayang sosok keponakannya. Bukan dalam mimpi melainkan dalam aktivitas sehari-hari. ‘’Waktu saya masak, tiba-tiba ada bayangan Imam di depan saya. Waktu mau mandi juga sama seperti itu,” ungkap istri Supaidi itu. Kini, keluarga korban sangat menantikan upaya polisi mengungkap kematian bocah malang itu. Sebab, sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa motif pelaku membunuh dan membuang korban di kawasan Gunung Gumitir, Kecamatan Sempolan, Jember, dalam kondisi terbungkus karung bekas beras itu.  (radar)