Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dikirim ke Bali, Satu Pikap Janur Laku Rp 40 Juta

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sejumlah lelaki mengikat janur di Desa Segobang, Kecamatan Licin, kemarin (24-8).

SEKELOMPOK lelaki tampak asyik melecutkan janur di depan rumahnya. Mereka asyik berbincang di depan rumah, dengan setumpuk janur di sampingnya. Para lelaki itu tak menghiraukan siapa pun yang datang.

Bahkan saat ada tamu, mereka malah lebih asyik mengobrol di depan rumah. Dengan berbincang santai, dua lelaki itu terus tetap bekerja. Kedua tangan mereka begitu lihai memegang janur yang baru diambil.

Tangan kanannya memegang kuat janur, sedangkan tangan kiri memegang tali. Setelah janur yang dihitung dirasa cukup, maka diikat kencang menggunakan janur yang tidak dipakai.

Bukan hanya itu, tumpukan janur tersebut juga diikat menggunakan tali rafia. Janur yang sudah diikat kemudian dipisahkan. Sebelumnya, sejumlah petani kelapa di kampung tersebut memanen buah kelapa dan mengambil janurnya.

Petani itu menyetorkan janur kepada pengepul. Selanjutnya, pengepul kemudian menyetorkan kepada juragan janur yang berbisnis mengirim ke Bali. Selama ini, permintaan janur di Bali sangat tinggi.

Masyarakat Pulau Dewata menggunakan janur untuk keperluan upacara adat. Satu ikat janur berisi 10 lembar, biasanya laku dijual Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Sedangkan di tingkat petani, harga janur satu pohon berisi seratus lembar bisa laku Rp 20.000 sampai Rp 30.000.

Keuntungan yang besar ber- bisnis janur ini memang peluang yang sangat bagus. Karena itu, pemilik pohon kelapa tak segan sengaja menjual janur di pohon kelapa miliknya. Seperti yang terjadi di Desa Segobang.

Siang itu, tampak seorang lelaki yang begitu giat mengikat lembaran-lembaran janur yang baru dipanen. Ada beberapa warga yang bekerja sebagai penjual janur di Desa Segobang. Janur tersebut nantinya akan dikumpulkan ke juragan untuk dikirimkan ke Bali. “Saya sudah lama menjadi petani kelapa,” ungkap Mahmud, 45, warga Desa Segobang.

Mahmud mengungkapkan, setiap pohon kelapa bisa diambil janurnya. Satu pohon bisa menghasilkan lima ikat sampai sepuluh ikat. Sejak tahun 1990 lalu, Mahmud mengaku sudah menekuni pekerjaan sebagai pengepul janur sekaligus petani kelapa. Setiap pohon biasanya hanya mendapat keuntungan bersih sebesar Rp 7.000.

“Terkadang penghasilan tersebut tidak mencukupi anak istri saya. Padahal sudah saya giat menjual janur dan menjual kelapa,” ungkap bapak dua anak tersebut. Mahmud menambahkan, setiap harinya dia bisa menghasilkan janur tetapi tidak banyak sebanyak pohon kelapa di kebunnya.

“Saya kadang kesulitan mencari petani kelapa yang mau menjual janur,” beber lelaki lulusan SD tersebut. Sementara itu, seorang pedagang janur, Rusman, 50, mengatakan, pengiriman janur ke Bali biasanya dilakukan setiap hari. Menurutnya, setiap desa pasti ada penjual dan pengepul janur.

“Bukan hanya di Desa Segobang, semua desa pasti ada pengepul janur. Saya mengirim menggunakan mobil pikap milik sendiri,” ujarnya. Setiap kali berangkat ke Bali, Rusman mengaku mampu mengangkut 2.000 ikat janur. Setiap ikat berisi sepuluh lembar janur. Di Bali, satu ikat janur bisa dihargai Rp 20.000.

“Jika dihitung, Rp 20.000 dikalikan 2.000 ikat, omzetnya bisa mencapai Rp 40 juta sekali Tetapi itu belum dipotong pembayaran atau modal yang dikeluarkan,” ujarnya. Meski begitu, Rusman mengaku tidak selamanya untung saat mengirm janur ke Bali. “Terkadang kita juga tidak mencapai target, bahkan pernah rugi,” bebernya.

Sementara itu, seorang petani kelapa di Desa Segobang, Mahdi, 49, mengatakan, pohon kelapa miliknya banyak yang rusak. Ketika daunnya utuh, sebatang pohon kelapa bisa menghasilkan banyak buah.

Setiap kali panen, pohon yang utuh daunnya bisa menghasilkan 30 buah kelapa. Normalnya, buah kelapa bisa dipanen setiap tiga bulan. “Sekarang penghasilan pohon kelapa sudah menurun akibat pohonnya rusak. Janurnya banyak diambil,” ujarnya.

Mahdi menambahkan, pohon kelapa yang rusak itu sulit menghasilkan panen yang optimal. Buah kepala yang dihasilkan terkadang sangat buruk. Bahkan, buah kelapa yang dipanen terkadang busuk. Kalau pembabatan janur dilakukan secara ngawur, kata dia, pohon kelapa bisa cepat mati.

“Tetapi mau gimana lagi, perekonomian yang sulit membuat para petani terpaksa menjual janur untuk mendapatkan uang,” bebernya. Mahdi menambahkan, potongan dahan daun kelapa ini sering kering dan jauh. Akhirnya, dahan kering dan pohon yang mati itu dimanfaatkan hanya untuk kayu bakar.

“Kalau pohon kelapa sudah mati, pemilik bisa merugi puluhan juta rupiah,” pungkasnya. (radar)