Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Dispendik Perjuangkan Mulok Bahasa Oseng

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Isu mengenai upaya penghapusan muatan lokal (mulok) bahasa Oseng di dunia pendidikan Banyuwangi ternyata tidak terbukti. Bahkan, kemarin (8/5) Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi menjamin mulok tersebut akan tetap menjadi salah satu materi pada ujian sekolah (US) SD 2015.

Sekretaris Dispendik Banyuwangi, Dwi Yanto menegaskan, meskipun dalam Peraturan Gubenur Jawa Timur No. 19 Tahun 2014 bahasa Oseng tidak didefi nisikan sebagai bahasa. Tetapi, pihaknya tetap berpatokan pada Perda No. 5 Tahun 2007 tentang pembelajaran bahasa daerah di tingkat sekolah dasar.

Mulok yang sudah dirintis pada tahun 2006 itu akan tetap diajarkan dan diujikan. Menurutnya, yang terpenting  dalam keutuhan mulok bahasa Oseng adalah komitmen penggunanya. Pihak sekolah dan guru-guru harus memiliki keinginan yang sama agar para siswa mahir menggunakan bahasa asli Bumi Blambangan tersebut.

“Seringkali ada perdebatan mengenai ejaan bahasa, sehingga mulok ini menjadi agak sulit berkembang. Padahal, intinya adalah bagaimana caranya anak-anak bisa terbiasa menggunakan bahasa ini, bukan dituntut menjadi ahli bahasa,” ujar Dwi Yanto.

Dirinya sering melihat, bahwa terjadi perdebatan tata bahasa Oseng yang membuat  pengembangan bahasa ini menjadi sulit. Seperti dicontohkan dalam kata Rijig yang berarti bersih, orang kebingungan menentukan ditulis Rijig atau Rejeg.

Dwi Yanto mengatakan, sesuai yang pernah dikatakan oleh penyusun kamus bahasa Using, almarhum Hasan Ali, bahwa untuk mencari penulisan yang tepat adalah dengan diberi imbuhan. “Misal kata Rijig itu ditambahi dengan kono, jadi nanti Rijigono bukan Rejegono,” jelasnyaa.

Jika di dalam Banyuwangi mulok bahasa Oseng sudah kuat penggunaannya, Dwi yakin nanti mulok tersebut dapat diterima di tingkat provinsi. “Cukup aneh sebenarnya kalau bahasa Oseng tidak dianggap bahasa. isyarat saja dapat dijadikan bahasa,” pungkasnya.

Sementara itu, Dewan Kesenian Blambangan (DKB) turut melakukan langkah dalam memperjuangkan mulok bahasa Oseng. Pergub No. 19 Tahun 2014 menurut Wakil Ketua DKB, Hasan Basri, bukanlah tindakan yang tepat. Apalagi, sudah jelasjelas selama ini bahasa Osing sudah digunakan secara turun temurun di Banyuwangi.

Guna memprotes pergub tersebut, Hasan mengatakan, DKB memboikot semua kegiatan budaya yang dilakukan Provinsi Jatim. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan komitmen DKB terhadap bahasa Oseng. “Ini ada undangan ke Batu untuk Dewan Kesenian  se-Provinsi Jatim, dan kita tidak datang.

Kami heran kenapa pergub tidak mengakomodasi bahasa Oseng. Kalau tidak salah rekomendasi dari UNESA yang mengatakan bahwa bahasa Oseng tidak memiliki struktur baku. Jadi, tidak bisa disebut bahasa,” ungkap Hasan.

Selain melakukan boikot, Hasan juga mengatakan bahwa DKB akan mengadakan kongres bahasa Oseng pada tanggal 20 Mei 2015. Dalam kongres itu rencananya akan dipresentasikan tentang perbedaan bahasa Oseng dan bahasa Jawa melalui perbandingan bunyi dan leksikon.

Selain itu, juga tentang sistem ejaan yang lebih dekat dengan bunyi alias secara dialektal. “Hasil kongres akan kita bawa ke tingkat provinsi. Pihak yang menganggap bahasa Oseng bukan bahasa diminta menjelaskan secara teoretis pula,” tegas Hasan. (radar)