Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Golkar tak Setuju Jalur PTUN

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – “Tantangan” yang dilontarkan Pemkab Banyuwangi melalui Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan, Anacleto Da Silva, agar pihak-pihak yang tidak terima dengan keputusan yang telah ditetapkan pemerintah dalam proses pemilihan kepala desa (pilkades) menempuh jalur hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menuai reaksi. Salah satunya berasal dari Fraksi Partai Golongan Karya (FPG) di DPRD Banyuwangi.

Ketua F-PG DPRD Banyuwangi, Ismoko, mengaku kecewa dengan pernyataan pemkab yang disampaikan saat rapat dengar pendapat (hearing) terkait polemik Pilkades Banjar, Kecamatan Licin, tersebut. Menurut politikus tersebut, dengan melontarkan pernyataan agar persoalan pilkades diselesaikan lewat PTUN, eksekutif terkesan lepas tanggung jawab. Menurut Ismoko, dalam pernyataannya, Kabag Pemerintahan Pemkab, Anacleto, menyebut yang menetapkan hasil pilkades adalah BPD.

Selanjutnya, BPD mengajukan pengusulan kepada Bupati Banyuwangi agar mengesahkan dan melantik cakades terpilih. “Pada kasus Pilkades Banjar, BPD telah mengirim surat kepada Bupati Banyuwangi. Dalam surat Nomor 07/013/07/ BPD/2013 yang dikirim tanggal 29 Juli itu, BPD meminta penundaan pelantikan dan penyelesaian masalah Pilkades Banjar,” ujarnya didampingi anggota F-PG, Umi Kulsum.

Dalam surat yang ditandatangani ketua BPD Banjar dan ketua panitia Pilkades Banjar di atas meterai tersebut dijelaskan bahwa Ketua TPS 1 Bambang Rus Akh Eff endi yang diperkuat para anggota TPS 1, yakni Laili Magfi roh, Rani Yahdiani, Ruri Raharto, Drs Maksum, Masruroh Rohimah, dan Andre Nanang Fauzi, mengakui adanya kekeliruan penghitungan surat suara sah di TPS tersebut. Jumlah suara sah di TPS tersebut 753 bukan 749 seperti yang ditetapkan sebelumnya.

Selain itu, saat mencoblos, salah satu calon kepala desa (cakades), yakni Nur Hariri, memakai atribut kampanye. Padahal, ketentuan yang berlaku, seluruh TPS harus steril dari atribut kampanye pada hari “H” pencoblosan. Tidak hanya itu, Hariri mencoblos pada saat anggota TPS 1 tidak lengkap, yakni ketika Maksum dan Rani istirahat. Hal lain yang tidak kalah penting, imbuh Ismoko, tidak adanya kesepakatan bersama tentang penghitungan surat suara.

Surat tersebut juga menyatakan tidak adanya berita acara keabsahan pencoblosan atas kartu suara tembus simetris yang seharusnya sah menjadi tidak sah. “Beberapa poin penting lain adalah saksi tidak menandatangani berita acara penghitungan suara, surat suara tidak berstempel panitia pilkades, dan adanya indikasi penguasaan objek gugatan (kotak suara) oleh panitia pilkades, padahal saat itu ada gugatan,” papar Ismoko.

Ismoko menegaskan, seharusnya Pemkab Banyuwangi mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan tersebut dan tidak langsung meminta masyarakat mengadukan gugatan ke PTUN. “Selain itu, kami juga kecewa dengan BPD Banjar yang tidak tegas. “Seharusnya permasalahan pilkades diselesaikan dulu, jangan langsung mengajukan surat kepada Bupati Banyuwangi untuk mengesahkan dan melantik kades terpilih,” tuturnya.

Ismoko menambahkan, pihaknya tidak mempermasalahkan siapa pun kades yang terpilih dan dilantik asalkan per masalahan pilkades tersebut diselesaikan. Itu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi ge sekan antarmasyarakat yang bisa menghambat proses pembangunan di desa. Seperti diberitakan se belum nya, Pemkab Banyuwangi tam paknya tidak mau pusing de ngan protes dalam pemilihan ke pala desa (pilkades). Bila tidak terima dengan keputusan yang telah ditetapkan, pem kab menyarankan mereka menempuh jalur hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Surabaya.

Tantangan Pemkab Ba nyuwangi itu disampaikan KepalaBa gian (Kabag) Pemerintahan Pem kab Banyuwangi Anacleto Da Silva saat hearing di ruang khu sus DPRD Banyuwangi Senin (23/9). Dalam acara itu, ha dir para calon kepala desa (ca kades) Banjar, Kecamatan Licin, panitia pemilihan kepala desa (pilkades), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Anacleto Da Silva menyebut, yang menetapkan hasil pilkades sebenarnya BPD.

Selanjutnya, BPD mengajukan pengusulan kepada Bupati Banyuwangi agar mengesahkan dan melantik kades terpilih. “Yang perlu diketahui, Bapak Bupati hanya mengesahkan. Yang menetapkan, ya BPD,” katanya saat itu. Dalam pengajuan pengesahan dan pelantikan kepada bupati, terang dia, BPD tidak boleh menambahkan catatan atau apa saja. Bila suratnya itu berupa pengesahan, maka akan dianggap sudah tidak ada masalah lagi.

“Pengesahan dan pelantikan yang dilakukan bupati atau wakil bupati, pemkab menganggap sudah sah,” ungkapnya. Sekadar tahu, Pilkades Banjar diikuti empat kandidat. Cakades nomor urut 1 bernama Ali Taufik, nomor urut 2 Arifin, no mor urut 3 Ainurrofi k, dan nomor 4 Nur Hariri. Hasil rekapitulasi penghitungan suara, selisih perolehan suara Nur Hariri dan Arifin hanya 12 suara. Hariri mendapat 527 suara dan Arifin memperoleh 515 suara. (radar)