Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Hadi Prayitno, Pelaku Seni Multi Talenta

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Hadi Prayitno saat nyinden dalam seni tradisi jaranan. Hadi (kiri) saat menjadi penari dalam pertunjukan Baring Kemiren.

Bisa Merias, Nyinden, Menari Hingga jadi Pawang Jaranan

SAAT ditemui di rumahnya di Jalan Mahakam I No. 10, Lingkungan Mojoroto, Kelurahan Mojopanggung, Giri, Hadi Prayitno, 34, baru saja pulang dari bekerja. Pekerjaannya juga tidak jauh dari seni pertunjukan jaranan. Ketika itu dia baru saja pulang merias pemain jaranan yang main di daerah Desa Grogol, Kecamatan Kalipuro.

Kiprah Hadi di dunia seni memang sudah malang melintang. Meski masih belum tenar seperti pelaku seni lainnya yang senior, namun eksistensi di dunia seni tradisional seperti, jaranan, barong, janger, kuntulan hingga gandrung tidak bisa diremehkan. Di mana ada pertunjukan seni, pasti ada Hadi di sana. Entah itu seni jaranan, barong, kuntulan dan lain sebagainya.

Dia datang ke pertunjukan seni bukan sebagai penonton. Sebaliknya, dia merupakan orang penting dalam pertunjukan seni. Entah itu jadi perias, nyinden lagu Banyuwangenan maupun menjadi seorang penari.

Bahkan, baru-baru ini dia juga sudah aktif menjadi seorang pawang di sebuah pertunjukan seni jaranan dan barong. Tanpa dia, pemain jaranan dan barong yang kesurupan tidak akan bisa kembali sadar.

Urusan nyinden, dia juga sangat jago. Meski sudah jelas dia laki-laki, namun dari segi suara saat di menyanyi, suaranya bisa melengking seperti penari gandrung Mbok Temuk. Tentu harus banyak belajar untuk menguasai hal itu. Selain belajar ternyata dia juga rajin menggunakan jamu tradisional agar suaranya bisa melengking layaknya gandrung profesional.

“Kunir dan daun cabai besar menjadi jamu andalan daya, caranya dua bahan tradisional itu dimasukkan ke dalam hidung sebelum menyanyi, atau istilah Usingnya dipupuh, biar suaranya melengking. Biasanya saya menjadi sinden di pertunjukan seni barong Beran Lor dan Kidul,” kata Hadi.

Hadi menceritakan, awal mula dia terjun ke dunia seni sudah dia lakoni sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD). Saat itu, dirinya sangat tertarik dengan sebuah dengan seni tari tradisional.

Ketertarikannya ini terus berlanjut sampai dia duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Nah, daat duduk di bangkus SMA inilah, dia mulai belajar ke seni lainnya yakni seni merias.

Bakat seni di dalam dirinya ini memang bukanlah sebuah keturunan. Bahkan, menurut Hadi di dalam keluarganya, tidak ada sama sekali anggota keluarganya yang menggeluti dunia seni.

“Senang saja dengan seni, apalagi seni Banyuwangi. Padahal di keluarga saya tidak ada orang seni sama sekali. Saya juga bisa melukis dan memahat sebuah patung,” terang alumnus Untag Banyuwangi fakultas teknik ini.

Bakat melukis yang dia miliki sejak duduk di bangku SMA ini terus dia asah. Merasa masih belum puas, dirinya mencoba terjun ke dunia rias. Dunia rias terus dia perdalam. Karena keseriusannya ini, akhirnya dia sudah menjadi tukang rias yang bisa dikatakan mulai dikenal oleh masyarakat luas.

“Merias sudah menjadi pekerjaan saya selain nyinden dan menari. Bisa menerima rias pengantin maupun karnaval. Pokoknya rias apa saja saya bisa kok,” tandasnya.

Akhir-akhir ini, dia tidak hanya disibukkan sebagai seorang perias maupun tukang sinden. Di grup barong Joyo Kusumo (JK) Boyolangu yang dia pimpin bersama kakak angkatnya Subandi, dia juga aktif menjadi seorang pawang.

Bakat ini juga dia pelajari juga tanpa sebab. Menjadi seorang pimpinan kesenian barong yang selalu ada sesi kesurupan, dia merasa harus bertanggung jawab untuk bisa menyadarkan pemainnya yang merasa kesurupan.

“Sejak SMA saya sudah bisa menyadarkan maupun membuat orang kerasukan. Tapi ini saya perdalam lagi sejak saya pegang barong,” terangnya.

Bakat seni yang Hadi miliki ini tetap dia syukuri hingga saat ini. Bahkan, bisa dikatakan bakat ini sudah menjadi sebuah berkah. Bagaimana tidak, dengan dia mengikuti kegiatan seni seperti saat ini, hasilnya bisa menghidupi kesehariannya dan digunakan sebagai tabungan hidupnya.

Dia meminta kepada pemuda Banyuwangi khususnya yang memiliki jiwa seni jangan malu untuk mengekspresikan jiwanya ke dalam suatu karya tanpa harus terbebani dengan sebuah gengsi.

“Jangan malu untuk terjun ke dunia seni. Sebuah kesenian pasti akan mati tanpa adanya pelaku seni,” pungkasnya.