BANYUWANGI – Menjamurnya home stay di Banyuwangi menimbulkan kecemburuan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banyuwangi. PHRI menilai, pendirian home stay hingga kini tidak memiliki regulasi yang jelas, home stay juga menjamur di tengah perkotaan.
Ketua PHRI Zaenal Muttaqin mengatakan, sejak ada kebijakan pembangunan home stay, sangat berpengaruh terhadap kunjungan hunian hotel di Banyuwangi. Apalagi, kata Zaenal, persaingan antara hotel dan home stay sangat tidak fair. Jika izin hotel diwajibkan mengurus izin, dan harus membayar pajak. Sementara perizinan home stay hanya cukup mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata saja.
“Parahnya, home stay juga belum jelas setoran retribusi maupun pajak untuk daerah,” kata Zaenal. Belum lagi lanjut Zaenal, jika pengawasan hotel di Banyuwangi langsung diberikan tindakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Sementara home stay cenderung aman-aman saja dan tidak tersentuh pengawasan layaknya penertiban yang pernah dilakukan kepada pemilik hotel.
“Tentu sangat tidak fair, dan menimbulkan kecemburuan sosial di antara kami pengusaha pemilik jasa perhotelan,” terang Zaenal. Saat ini, dari informasi yang berkembang pemilik usaha home stay tidak hanya mengoperasikan jasa harian, melainkan juga melayani jasa penginapan dengan sistem mingguan, bahkan bulanan.
Terlebih tarif yang diberikan home stay juga tidak ada baku standar. Padahal, untuk perhotelan ada baku standar harga, sesuai fasilitas yang disediakan. “ Fasilitas home stay dengan hotel nyaris sama, tapi tarif home stay jauh di bawah standar tarif hotel,” terangnya.
Selain harus membayar pajak dan retribusi. Pihak pengusaha jasa perhotelan juga masih harus bayar karyawan. Oleh karena itu, dia juga mendesak Pemkab Banyuwangi untuk segera melakukan penertiban dan membuat regulasi yang jelas tentang home stay sehingga home stay memiliki standar operasional prosedur (SOP), dan tidak serta merta dalam menerima tamu, dan menentukan tarif harga. (radar)