Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kehilangan Besar Aset Sejarah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

klentengSEMENTARA itu, kebakaran hebat yang melanda Klenteng Hoo Tong Bio menuai keprihatinan berbagai elemen masyarakat Banyuwangi. Betapa tidak, klenteng yang diyakini telah berdiri sejak tahun 1784 tersebut merupakan aset sejarah, religi, dan pariwisata, yang sangat berharga bagi masyarakat ujung timur Pulau Jawa ini. Ungkapan keprihatinan salah satunya datang dari Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, M. Yanuarto Bramuda.

Dikatakan, pihaknya sangat prihatin atas peristiwa kebakaran yang melanda salah satu klenteng tertua di Jawa dan Bali tersebut. “Kami sangat prihatin. (Kebakaran) ini merupakan peristiwa yang tidak kita inginkan,” ujarnya. Pria yang karib disapa Bram tersebut menambahkan, Klenteng Hoo Tong Bio merupakan salah satu aset wisata religi andalan kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini. 

Bahkan, mayoritas tamu yang melakukan city tour di Banyuwangi akan melakukan wisata religi ke Masjid Agung Baiturrahman (MAB), gereja, dan Klenteng Hoo Tong Bio tersebut. Menurut Bram, pasca-kebakaran yang melahap Klenteng Hoo Tong Bio, kini yang terpenting dilakukan adalah revitalisasi klenteng tersebut. “Kita akan berkoordinasi dengan pengurus klenteng. Yang terpenting pasca kejadian ini, bagaimana kita melakukan revitalisasi Klenteng Hoo Tong Bio,” tegasnya.

Pernyataan senada dilontarkan Ketua Komunitas Pencinta Sejarah Blambangan, Ika Ningtyas. Menurut dia, Klenteng Hoo Tong Bio adalah satu-satunya bangunan sejarah tertua di Banyuwangi yang kondisinya masih terjaga dengan baik. Sebab, bangunan-bangunan lain yang seumur klenteng tersebut, misalnya masjid agung dan pendapa kabupaten, bentuknya sudah tidak asli lagi. Dikatakan, klenteng berumur 230 tahun tersebut menjadi ikon sejarah Banyuwangi. 

Selama ini, klenteng utama yang memiliki sedikitnya tujuh “anak” yang tersebar di Besuki, Probolinggo, Rogojampi, Tabanan, Jembrana, Kuta, dan Lombok tersebut banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. “Yang paling menyedihkan dari bencana ini adalah nilai sejarahnya yang hilang,” tuturnya. Ika menambahkan, kebakaran yang terjadi pagi kemarin (13/6) dikhawatirkan juga membakar sejumlah bangunan tertua dan prasasti.

Salah satunya adalah prasasti berbahan panel kayu bertanggal Qianlong Jianchen (1784) yang memuat “kaligrafi” Kong Co Tan Hu Cin Jin (Chen Fu Zhen Ren). Prasasti tersebut merupakan sumbangan Huang Bang sebagai ucapan terima kasih kepada Kong Co Tan Hu Cin Jin. Angka yang tertera pada prasasti itulah yang menjadi pedoman tahun berdirinya Klenteng Hoo Tong Bio. (radar)