Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kekurangan Air Ukuran Tomat Menyust Pupuk NPK Mahal, Petani Tomat Beralih Pupuk Fermentasi

kekurangan-air-ukuran-tomat-menyust-pupuk-npk-mahal,-petani-tomat-beralih-pupuk-fermentasi
Kekurangan Air Ukuran Tomat Menyust Pupuk NPK Mahal, Petani Tomat Beralih Pupuk Fermentasi

RadarBanyuwangi.id – Musim kemarau yang berkepanjangan di Banyuwangi, berdampak pada tanaman tomat. Minimnya suplai air, membuat ukuran buah sayur ini menjadi menyusut.

Salahy satu petani tomat di Dusun Curahketangi Barat, Desa Setail, Kecamatan Genteng, Santun Tri Wahyuni, 40, mengungkapkan, selama beberapa bulan ini menanam tomat. Akhir-akhir ini, suplai air di lahannya sangat minim dan berdampak terhadap hasil panen. “Ukuran buah tomat jadi kecil dibanding ukuran normalnya,” katanya.

Akibat kurangnya stok air untuk mengaliri 3.000 batang tanaman tomat pada lahan seluas 0,25 hektare tersebut, Wahyuni harus menerima hasil panenan yang berkurang. “Saat musim hujan atau stok air melimpah, saat panen setidaknya bisa membawa enam ton,” ujarnya.

Tapi sekarang ini, jelas dia, ukuran tomat menyusut hingga nyaris setengah dari ukuran umumnya. Sebelumnya satu tanaman tomat mampu menghasilkan satu hingga dua kilogram panenan. “Sekarang bisa dapat 0,5 kilogram panenan di setiap pohon sudah sangat berat, ya karena ukuran tomat yang mengecil itu,” terangnya.

Petani tomat lainnya, Dwi Mustika, 37, mengaku harga tomat memang sudah meningkat. Dibanding beberapa waktu lalu yang hanya Rp 500 per kilogram dari petani, kini meningkat menjadi Rp 6.000 per kilogram. “Alhamdulillah sudah naik, tapi masih terbilang murah,” ungkapnya.

Baca Juga: ODGJ Bercelurit Diamankan Polisi, Merusak Tugu Gema Wisata, Pernah Ancam Bacok Warga

Prinsip Dwi saat ini, harga tomat Rp 6.000 per kilogram masih dapat untuk menutup biaya operasional. Meskipun terbilang belum mendapat laba yang lebih. “Yang penting sudah bisa mengembalikan modal dan biaya perawatan saja,” ucapnya.

Dwi menambahkan, petani tomat sempat merasakan hasil panen yang membanggakan. Sat Hari Raya Idul Fitri lalu, harga satu kilogram tomat laku Rp 40 ribu. “Sempat sangat mahal harga tomat, bahkan nyaris menyaingi harga daging ayam,”  cetusnya.

Sementara itu, harga pupuk NPK yang mahal, para petani tomat beralih menggunakan pupuk kandang. Saat ini, harga pupuk NPK merek Mutiara yang sempat mencapai Rp 900 ribu per sak, kini turun menjadi Rp 800 ribu per sak, tetapi harga itu masih memberatkan petani. ‘Harga pupuk NPK mahal sejak setahun lalu,” terang Rokim, 41, petani dari Dusun Curaketangi Barat, Desa Setail, Kecamatan Genteng.

Menurut Rokim, harga pupuk pernah berkisar Rp 500 hingga Rp 600 ribu per 50 kilogram. Harga itu lebih terjangkau bagi para petani. “Sekarang, kami harus mencari alternatif  agar bisa tetap menekan biaya produksi,” ujar Rokim.

Salah satu solusi yang dipilih Rokim, penggunaan pupuk kandang, itu dianggap lebih hemat biaya. Pupuk kandang ini harus difermentasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada tanaman. “Fermentasi butuh waktu antara 10 hingga 15 hari,” jelasnya.

Menurut Rokim, pupuk kandang memerlukan proses tambahan, namun hasilnya bisa memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Proses fermentasi juga membuat pupuk lebih mudah diserap oleh tanaman tomat. “Dengan begitu, tanaman bisa tumbuh optimal meskipun tanpa pupuk NPK,” cetusnya.

Kondisi ini semakin berat dirasakan petani pada masa tanam dan pemupukan padi. Permintaan pupuk NPK meningkat pesat, dan stok pupuk menjadi langka di pasaran. “Saat itulah, banyak petani yang kesulitan mencari pupuk NPK,” ungkapnya.

Selain lebih terjangkau, jelas dia, pupuk kandang memiliki efek jangka panjang pada kualitas tanah. Nutrisi dari pupuk kandang secara perlahan meningkatkan kesuburan tanah. “Pupuk kandang bisa menjadi solusi jangka panjang bagi petani,” kata Rokim.


Page 2

Gelar Lomba Baca Puisi dan Debat

Gelar Lomba Baca Puisi dan Debat

Kamis, 24 Oktober 2024 | 08:44 WIB


Page 3

RadarBanyuwangi.id – Musim kemarau yang berkepanjangan di Banyuwangi, berdampak pada tanaman tomat. Minimnya suplai air, membuat ukuran buah sayur ini menjadi menyusut.

Salahy satu petani tomat di Dusun Curahketangi Barat, Desa Setail, Kecamatan Genteng, Santun Tri Wahyuni, 40, mengungkapkan, selama beberapa bulan ini menanam tomat. Akhir-akhir ini, suplai air di lahannya sangat minim dan berdampak terhadap hasil panen. “Ukuran buah tomat jadi kecil dibanding ukuran normalnya,” katanya.

Akibat kurangnya stok air untuk mengaliri 3.000 batang tanaman tomat pada lahan seluas 0,25 hektare tersebut, Wahyuni harus menerima hasil panenan yang berkurang. “Saat musim hujan atau stok air melimpah, saat panen setidaknya bisa membawa enam ton,” ujarnya.

Tapi sekarang ini, jelas dia, ukuran tomat menyusut hingga nyaris setengah dari ukuran umumnya. Sebelumnya satu tanaman tomat mampu menghasilkan satu hingga dua kilogram panenan. “Sekarang bisa dapat 0,5 kilogram panenan di setiap pohon sudah sangat berat, ya karena ukuran tomat yang mengecil itu,” terangnya.

Petani tomat lainnya, Dwi Mustika, 37, mengaku harga tomat memang sudah meningkat. Dibanding beberapa waktu lalu yang hanya Rp 500 per kilogram dari petani, kini meningkat menjadi Rp 6.000 per kilogram. “Alhamdulillah sudah naik, tapi masih terbilang murah,” ungkapnya.

Baca Juga: ODGJ Bercelurit Diamankan Polisi, Merusak Tugu Gema Wisata, Pernah Ancam Bacok Warga

Prinsip Dwi saat ini, harga tomat Rp 6.000 per kilogram masih dapat untuk menutup biaya operasional. Meskipun terbilang belum mendapat laba yang lebih. “Yang penting sudah bisa mengembalikan modal dan biaya perawatan saja,” ucapnya.

Dwi menambahkan, petani tomat sempat merasakan hasil panen yang membanggakan. Sat Hari Raya Idul Fitri lalu, harga satu kilogram tomat laku Rp 40 ribu. “Sempat sangat mahal harga tomat, bahkan nyaris menyaingi harga daging ayam,”  cetusnya.

Sementara itu, harga pupuk NPK yang mahal, para petani tomat beralih menggunakan pupuk kandang. Saat ini, harga pupuk NPK merek Mutiara yang sempat mencapai Rp 900 ribu per sak, kini turun menjadi Rp 800 ribu per sak, tetapi harga itu masih memberatkan petani. ‘Harga pupuk NPK mahal sejak setahun lalu,” terang Rokim, 41, petani dari Dusun Curaketangi Barat, Desa Setail, Kecamatan Genteng.

Menurut Rokim, harga pupuk pernah berkisar Rp 500 hingga Rp 600 ribu per 50 kilogram. Harga itu lebih terjangkau bagi para petani. “Sekarang, kami harus mencari alternatif  agar bisa tetap menekan biaya produksi,” ujar Rokim.

Salah satu solusi yang dipilih Rokim, penggunaan pupuk kandang, itu dianggap lebih hemat biaya. Pupuk kandang ini harus difermentasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada tanaman. “Fermentasi butuh waktu antara 10 hingga 15 hari,” jelasnya.

Menurut Rokim, pupuk kandang memerlukan proses tambahan, namun hasilnya bisa memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Proses fermentasi juga membuat pupuk lebih mudah diserap oleh tanaman tomat. “Dengan begitu, tanaman bisa tumbuh optimal meskipun tanpa pupuk NPK,” cetusnya.

Kondisi ini semakin berat dirasakan petani pada masa tanam dan pemupukan padi. Permintaan pupuk NPK meningkat pesat, dan stok pupuk menjadi langka di pasaran. “Saat itulah, banyak petani yang kesulitan mencari pupuk NPK,” ungkapnya.

Selain lebih terjangkau, jelas dia, pupuk kandang memiliki efek jangka panjang pada kualitas tanah. Nutrisi dari pupuk kandang secara perlahan meningkatkan kesuburan tanah. “Pupuk kandang bisa menjadi solusi jangka panjang bagi petani,” kata Rokim.