BANYUWANGI, KOMPAS.com – Para petani buah naga yang tergabung dalam Kelompok Tani Tunas Sejahtera di Desa Temurejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, berhasil membudidayakan buah naga menjadi produk olahan.
Dari produk olahan tersebut, para petani bisa memperoleh omzet hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Ketua Poktan Tunas Sejahtera Nanang Prasetyo menjelaskan dalam pembudidayaan buah naga, 1 hektare bisa diisi sebanyak 1.200 tegakan pohon buah. Dalam sekali panen per 3 bulan, buah naga yang dihasilkan bisa mencapai 8 ton.
Baca juga:
“Bila dinominalkan, 1 hektare bisa menghasilkan Rp 160 juta per panen. Dalam setahun bisa 3-4 kali panen,” ujar Nanang, saat agenda kunjungan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) di lokasi, Rabu (7/8/2024).
Kelompok tani yang dibentuk sejak 2019 ini telah mengalami berbagai perkembangan, sejak menjadi binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) pada 2021.
Di antaranya, mengalami peningkatan produktivitas budidaya buah naga, terbukanya akses pasar, adanya keterlibatan dalam pelatihan dan peningkatan kemampuan, hingga memperoleh kemampuan mengelola produk turunan buah naga.
Sehingga, tidak hanya panen buah naga, Poktan Tunas Sejahtera mampu mengolah semua unsur yang ada termasuk kulit, bahkan memanfaatkan sisi buah yang sudah tidak segar, untuk menjadi produk olahan yang bernilai.
“Kalau yang lampau, pendapatan dan produktivitas buah naga itu sangatlah belum tertata. Pada saat itu Astra melalui YDBA masuk ke kami, dengan adanya program-program, membantu mulai dari menyediakan pelatihan, bagaimana buah naga yang baik, bagaimana pasarnya,” terang dia.
Ciptakan produk turunan buah naga
Tak hanya meraup omzet ratusan juta, Poktan Tunas Sejahtera juga terus mengembangkan produk olahan turunan buah naga.
Melalui pelatihan produk turunan yakni pembuatan buah naga kering dari YDBA, anggota kelompok tani dapat meningkatkan pendapatan dan memanfaatkan semua unsur buah.
Pasalnya, ia mengakui, tidak semua buah naga bisa tumbuh dengan tingkat kesegaran maksimal. Misalnya, disebabkan karena faktor hama atau buah yang cepat membusuk, sehingga tidak semua buah naga bisa diterima di pasar.
Buah naga ada yang reject (ditolak). Jadi produk-produk yang tidak diterima di pasar, kami siapkan untuk diolah,” terangnya.
Baca juga:
Sejauh ini, kata dia, buah naga sudah bisa diolah menjadi sale, kripik, ataupun dry food.
Meski hanya sebagai penyuplai, Nanang bersyukur karena menurutnya hal itu sudah memberikan manfaat dan nilai tambah bagi para petani.
“Kami terus berusaha untuk mengembangkan produk olahan agar tidak ada buah naga yang terbuang. Jadi, semua produk bisa memiliki nilai tambah,” ujar Nanang.
Page 2
Seiring berjalannya waktu, Nanang dan teman-teman anggota kelompok taninya berfokus pada pengembangan komoditas buah naga.
Nanang berharap, buah naga bisa dikenal sebagai maskot andalan Kabupaten Banyuwangi.
“Ke depan, kami akan terus mengembangkan olahan buah naga. Selama ini kan untuk buah (naga) yang dijadikan olahan itu masih minim. Jadi kami dengan pendampingan dari YDBA maupun pemerintah, Dinas Banyuwangi, kami terus kolaborasi bagaimana buah ini ada nilai tambah,” tutur Nanang.
Ketua Poktan Curah Jati Hernawan mengaku memiliki harapan yang sama dengan Nanang.
Kami akan terus mengikuti berbagai pelatihan mengolah produk. Saya berharap buah naga Banyuwangi bisa seperti apel di Malang, yang bisa menjadi aneka produk olahan,” ucap Hernawan.
Sementara itu, Ketua Pengurus YDBA Rahmat Samulo mengapresiasi kerja keras dan upaya para anggota Poktan Tunas Sejahtera. Lebih lanjut, ia juga berpesan agar para petani dapat terus berinovasi demi meningkatkan produktivitas dan nilai tambah.
“Jangan berhenti. Tetap berinovasi, walaupun yang sekarang produktivitas sudah naik, segala macam, tapi pikirkan lagi, apalagi? Ada ekspor, ada apa, macam-macam yang bisa dilakukan,” ujar Rahmat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.