RadarBanyuwangi.id – Kereta api menjadi salah satu moda transportasi andalan masyarakat untuk mudik ke kampung halaman menjelang Hari Raya Idulfitri 1446 H.
Menurut catatan PT Kereta Api Indonesia (KAI), hingga Selasa (1/4), sudah lebih dari 3,6 juta tiket terjual atau sekitar 78 persen dari total tempat duduk yang tersedia.
Namun, tahukah jika kenyamanan kereta api yang bisa dinikmati saat ini di Indonesia, ternyata dirintis pada masa Kolonial Belanda?
Baca Juga: Mobil F1 Ferrari Michael Schumacher Akan Dilelang di GP Monaco 2025, Siap Pecahkan Sejarah
Jalur rel yang bisa dinikmati masyarakat saat ini untuk mudik Lebaran 2025 salah satunya adalah warisan dari perusahaan kereta api swasta, N.V. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Sejak 1842, proposal pembangunan jalur kereta api di tanah Jawa sudah berulang kali diajukan.
Hingga pada 28 Agustus 1862, barulah pemerintah Hindia Belanda memberikan konsesi pada Alex Frazer, W. Poolman, dan E.H. Kol, yakni para pendiri NIS untuk membangun jalur kereta api dari Semarang ke Voorstenlanden (sekarang wilayah Solo-Yogyakarta).
Baca Juga: Menteri P2MI Abdul Kadir Karding: Jangan Cari Kerja di Myanmar, Kamboja, dan Thailand
Pembangunan jalur kereta api pertama di tanah Jawa, dimulai pada 17 Juni 1864 oleh NIS, dengan pencangkulan tanah pertama di Desa Kemijen (sekarang Kelurahan Kemijen, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah) oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-52, Mr. L.A.J.W. Baron Sloet van de Beele.
Jalur kereta api ini berjarak 25 kilometer yang menghubungkan Stasiun Samarang hingga Tanggung di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Butuh waktu sekitar 3 tahun untuk menyelesaikan jalur kereta api ini. Jalur sepanjang 25 kilometer itupun akhirnya dibuka pada 10 Agustus 1867.
Baca Juga: Tips Sukses Merawat Pohon Kelengkeng Agar Subur dan Berbuah Melimpah
Tidak berhenti sampai situ saja, NIS melanjutkan pembangunannya hingga ke Voorstenlanden dan pada 1873, akhirnya jalur kereta api Semarang-Voorstenlanden (Yogyakarta dan Solo) sudah terhubung.
Tak hanya NIS, kebijakan liberal pemerintah kolonial Hindia Belanda juga memberi kesempatan perusahaan swasta lainnya untuk menyediakan layanan kereta api.
Page 2
Beberapa yang pernah beroperasi di Pulau Jawa antara lain di Pulau Jawa antara lain Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (PsSM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo Stoomtram Maatschappij (PbSM), Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang Stoomtram Maatschappij (MS), dan Madoera Stoomtram Maatschappij (MdrSM).
Namun, karena perusahaan swasta belum bisa memberikan keuntungan bagi pemerintah Hindia Belanda, terbentuklah Staatspoorwegen, perusaan kereta api yang didirikan oleh pemerintah pada 6 April 1875.
Sebagian besar jalur kereta api di Pulau Jawa yang belum tergarap oleh perusahaan swasta digarap oleh Staatspoorwegen, termasuk salah satunya jalur kereta api di Banyuwangi.
Baca Juga: Ryo Hirakawa Siap Tampil di GP Jepang, Wujudkan Mimpi Berkendara di F1
Di era kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia menyatukan perusahaan kereta api yang ada dan membentuk Djawatan Angkutan Massal Republik Indonesia (DKARI) yang kini menjadi PT KAI. (*)
Page 3
RadarBanyuwangi.id – Kereta api menjadi salah satu moda transportasi andalan masyarakat untuk mudik ke kampung halaman menjelang Hari Raya Idulfitri 1446 H.
Menurut catatan PT Kereta Api Indonesia (KAI), hingga Selasa (1/4), sudah lebih dari 3,6 juta tiket terjual atau sekitar 78 persen dari total tempat duduk yang tersedia.
Namun, tahukah jika kenyamanan kereta api yang bisa dinikmati saat ini di Indonesia, ternyata dirintis pada masa Kolonial Belanda?
Baca Juga: Mobil F1 Ferrari Michael Schumacher Akan Dilelang di GP Monaco 2025, Siap Pecahkan Sejarah
Jalur rel yang bisa dinikmati masyarakat saat ini untuk mudik Lebaran 2025 salah satunya adalah warisan dari perusahaan kereta api swasta, N.V. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Sejak 1842, proposal pembangunan jalur kereta api di tanah Jawa sudah berulang kali diajukan.
Hingga pada 28 Agustus 1862, barulah pemerintah Hindia Belanda memberikan konsesi pada Alex Frazer, W. Poolman, dan E.H. Kol, yakni para pendiri NIS untuk membangun jalur kereta api dari Semarang ke Voorstenlanden (sekarang wilayah Solo-Yogyakarta).
Baca Juga: Menteri P2MI Abdul Kadir Karding: Jangan Cari Kerja di Myanmar, Kamboja, dan Thailand
Pembangunan jalur kereta api pertama di tanah Jawa, dimulai pada 17 Juni 1864 oleh NIS, dengan pencangkulan tanah pertama di Desa Kemijen (sekarang Kelurahan Kemijen, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah) oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-52, Mr. L.A.J.W. Baron Sloet van de Beele.
Jalur kereta api ini berjarak 25 kilometer yang menghubungkan Stasiun Samarang hingga Tanggung di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Butuh waktu sekitar 3 tahun untuk menyelesaikan jalur kereta api ini. Jalur sepanjang 25 kilometer itupun akhirnya dibuka pada 10 Agustus 1867.
Baca Juga: Tips Sukses Merawat Pohon Kelengkeng Agar Subur dan Berbuah Melimpah
Tidak berhenti sampai situ saja, NIS melanjutkan pembangunannya hingga ke Voorstenlanden dan pada 1873, akhirnya jalur kereta api Semarang-Voorstenlanden (Yogyakarta dan Solo) sudah terhubung.
Tak hanya NIS, kebijakan liberal pemerintah kolonial Hindia Belanda juga memberi kesempatan perusahaan swasta lainnya untuk menyediakan layanan kereta api.






