Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Kiai Kembar Bersaksi di Persidangan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

kiaiBANYUWANGI – Kasus terkait para imigran gelap etnis Rohingnya asal Myanmar yang sempat singgah di Pondok Pesantren Nahdlatul Qodiri, Dusun Seneposari, Desa Ba rurejo, Kecamatan SIliragung, ternyata sudah di sidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Banyu wangi. Terdakwa yang diadili adalah Iryanto Yahya Saka, 51, asal Desa Bani Boi, Kecamatan Kelapa Lima, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) .

Agenda sidang kasus people smuggling (penyelundupan manusia) kemarin adalah mendengarkan keterangan saksi. Ada dua saksi yang didatangkan jaksa penuntut umum (JPU) Mulyo Santoso. Mereka ada lah pengasuh pondok pesantren Nahdlatul Qodiri, KH. Khoirudin atau yang biasa di kenal dengan sebutan Kiai Kembar. Selain itu, juga hadir Ke pala Sub Seksi Penindaan dan Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Jember, IBM Suandita.

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Made Sutrisna de ngan anggota Jamuji dan Imam Santoso, Kiai Khoirudin me ngaku tidak tahu-menahu ke datangan para imigran gelap asal Myanmar tersebut. “Saya tidak mendatangkan,” kelitnya. Para imigran gelap itu, jelas dia, tiba di pesantren pada Sab tu malam (6/4). Tapi, sebut dia, dirinya baru tahu ada tamu asing itu pada Minggu (7/4) siang setelah melaksanakan salat duhur di masjid.

“Saat duduk di teras kok lihat banyak orang asing,” jelasnya. Kiai Khoirudin mengaku tidak tahu dengan puluhan orang yang telah mendatangkan para imigran gelap asal Myanmar ter sebut. Dirinya tahu tamunya itu orang asing karena mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. “Ada yangbisa bahasa Arab. Katanya berasal dari  Rohingnya (Myanmar),” imbuh kiai berserban itu.

Ketika ditanya majelis hakim perihal Iryanto Yahya Saka, Kiai Khoirudin menyebut sempat bertemu sekitar sebulan sebelum para imigran gelap itu sampai di pesantrennya. Saat datang ke pesantrennya, Iryanto mengaku bernama Muhamad. “Saya tahu namanya Iryanto Yahya ya di polres,” sebutnya. Kiai Khoirudin menyampaikan bahwa kedatangan Muhamad alias Iryanto ke pesantrennya itu untuk minta doa dan mencari cincin jimat.

Itu karena pe rusahaannya banyak yang lesu. “Usahanya katanya seret,” cetusnya. Sebelum pulang, sebut dia, Iryanto sempat menanyakan apakah dirinya boleh datang dengan mengajak teman. Karena pesantrennya terbuka, maka permintaan itu tidak ditolak. “Muhamad tidak pernah menyampaikan itu orang-orang Rohingnya,” cetusnya.

Selama berada di pesantren, Kiai Kembar mengaku sempat mendata para imigran gelap yang jumlahnya sekitar 40 orang tersebut. Data itu juga telah diberikan kepada anggota Makoramil Siliragung dan Polsek Siliragung. “Saya tidak ada kepentingan dengan orang Myanmar itu. Saat diambil polisi, ya kita serahkan,” dalihnya.

Ditanya siapa yang memberi makan selama enam hari di pesantrennya, kiai nyentrik itu mengaku sebagian ditanggung pesantren, dan sebagian makan di rumah masyarakat. “Pesantren menyediakan makan untuk masyarakat,” sebutnya. Saksi lain dari Kantor Imigrasi Jember IMB, Suandita, dalam keterangannya kepada majelis hakim menyebut jumlah para imigran gelap etnis Rohingnya asal Myanmar yang diterima itu sebanyak 68 orang.

“Kiriman dari Polres Banyuwangi itu 68 orang,” katanya. Dari jumlah itu, jelas dia, hanya 10 orang yang memiliki identitas lengkap berupa paspor. Sisanya yang berjumlah 58 orang tidak memiliki identitas alias ilegal. “Tujuan para imigran ini Australia. Mereka bilang ada koordinatornya, tapi tidak mau menyebut identitasnya,” sebutnya.

Sementara itu, Iryanto Yahya Saka dalam pemeriksaan terdakwa menyebut imigran etnis Rohingnya asal Myanmar yang dibawa berjumlah 60 orang. Semua orang itu titipan Harun, salah satu temannya yang tinggal di Jakarta. “Saya hanya jemput di Surabaya,” ujarnya. Untuk membawa para imigran gelap itu, Iryanto mengaku dijanjikan Harun akan diberi Rp 10 juta per orang. Bila para imigran gelap itu 60 orang, maka dirinya dijanjikan Rp 600 juta.

“Saya baru diberi Rp 100 juta. Uang itu untuk makan para imigran selama di Banyuwangi,” ungkapnya. Iryanto menyebut, para imigran gelap itu berencana mencari suaka ke Australia. Kedatangannya ke Pesantren Nahdlatul Qodiri asuhan Kiai Kembar itu untuk meminta doa agar diberi keselamatan. “Ha bis dari pesantren, akan ke Australia lewat Jawa Barat,” akunya. (radar)