Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Konflik MOST kian Meruncing

SUDAH KINCLONG: Interior di salah satu lantai Mall of Sri Tanjung, Banyuwangi kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
SUDAH KINCLONG: Interior di salah satu lantai Mall of Sri Tanjung, Banyuwangi kemarin.

BANYUWANGI – Konflik Pemkab Banyuwangi dan PT. Dian Graha Utama (DGU) selaku pengelola Mall of Sri Tanjung (MOST) kian meruncing. Tak hanya pemkab yang menggugat pengelola MOST tersebut. Kali ini, perusahaan pengelola mall tersebut juga menggugat balik pemkab. Pihak PT. DGU menganggap konflik itu berdampak pada calon karyawan Borobudur Departemen Store (BDS) yang menempati mall tersebut.

Para karyawan yang sebagian besar warga Banyuwangi itu kini terancam dirumahkan setelah izin BDS tidak kunjung turun. “Izin Borobudur (BDS) tidak diturunkan pemkab, padahal punya izin nasional,” cetus Direktur Utama (Dirut) PT DGU, Slamet Agus Darminto, kemarin (17/7). Darminto menyebut, izin BDS yang tidak lekas turun itu karena ada miskomunikasi antara pemkab dan PT. DGU.

Akhirnya, pemkab pun memilih jalur hukum untuk menyelesaikannya. “Kita juga sedang menggugat pemkab,” ungkapnya. BDS yang menempati MOST, jelas dia, sebenarnya salah satu investor dan tidak ada hubungannya dengan persoalan yang sedang dihadapi pihak MOST dan pemkab. BDS akan mengembangkan usaha dan membuka lapangan pekerjaan baru.

“Karyawan yang sudah direkrut sekitar 150 orang,” ujarnya. Di antara karyawan BDS yang dirumahkan, hampir setiap hari ada yang datang menanyakan pekerjaannya. Tetapi, karena izinnya belum ada, maka BDS belum bisa beroperasi. “Para karyawan ada yang akan demo segala,” paparnya. Para karyawan yang umumnya baru lulus SMA itu, jelas dia, pada 14 Mei 2012 lalu sudah sempat bekerja di BDS.

Tetapi, pada 16 Juni 2012 mereka terpaksa diminta istirahat ka rena operasional BDS di hen ti kan. Sebab, izin dari Pemkab Banyuwangi tidak turun. “Ham pir satu bulan Borobudur beroperasi,” ungkapnya. Gara-gara izin tidak kunjung tu run, kata dia, semua barang yang dijual BDS diambil dan dipindahkan ke daerah Kediri. Tetapi, mereka juga siap mengisi MOST bila perizinannya sudah selesai.

“Karena tidak beroperasi, ratusan karyawan sementara di rumahkan,” bebernya. Menurut Darminto, untuk menyelesaikan persoalan ini, sudah beberapa kali pemerintah daerah diajak duduk bersama. Te tapi, permintaannya itu tidak digubris dan PT. DGU cenderung disudutkan. “Kita sudah memasang eskalator, tapi pe jabat pemkab buat statemen katanya tidak ada.

Kita ajak ke MOST untuk melihat langsung, mereka tidak mau, repot kan,” ungkapnya. Dengan nada serius, Darmin to membeberkan bahwa per soalan PT. DGU dan pemkab sebenarnya sudah lama terjadi. Pihaknya tidak bisa mengoperasikan MOST karena tidak ada listrik. “PLN tidak mau menyambung aliran listrik karena pemkab punya utang Rp 110 juta,” sebutnya.

Sementara itu, pernah di beritakan sebelumnya, Pem kab Banyuwangi sudah mengajukan gugatan perdata terhadap PT. DGU. Gugatan pemkab itu sudah dimasukkan ke Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi 25 April 2012 silam. Pemerintah daerah menunjuk tiga pengacara, H. Oesnawi SH, H. Moch. Fahim SH, dan Rahmat Yudi Permana SH, sebagai kuasa hukum.

Gugatan perdata itu di la-yang kan pemkab karena PT. DGU dianggap telah melanggar kesepakatan dalam perjanjian kerja sama yang diteken bersama. Perjanjian kerja sama yang dibuat Notaris Veronika Ratna Handayani SH pada 29 Juni 2009 itu adalah pengelolaan aset Pemkab Banyuwangi berupa bangunan tiga lantai di Jalan Lingkar Kawasan Taman Parkir Sri Tanjung.

Dalam akta perjanjian kerjasama disebut, PT. DGU memiliki kewajiban membayar kontribusi kepada pemerintah daerah. Kontribusi pemanfaatan mal se besar Rp 18 miliar dalam tem po 20 tahun dengan grace periodsatu tahun. Kewajiban kontribusi Rp 18 mi liar itu dibayarkan setiap tahun mulai tahun kedua hingga ta hun ke-20. Dalam satu tahun, PT. DGU berkewajiban setor Rp 833 juta lebih ke kas daerah.

Dalam akta kerja sama itu, P T. D GU berkewajiban bayar kontribusi paling lambat Februari 2011 dan akan berak hir Februari 2030. “Sampai gugatan dimasukkan PN Ba-nyuwangi, P T. D GU belum membayar kewajiban kontribusi pemanfaatan mal ke kas daerah,” ungkap Kabag Humas dan Protokol Pemkab, Juang Pri badi, beberapa waktu lalu.

Dalam gugatan itu, pemkab meminta PN menerima dan mengabulkan gugatan peng gu-gat. Kedua, menyatakan ter gugat telah ingkar janji atau wanprestasi karena tidak me laksanakan kewajiban yang diatur dalam Kesepakatan Kerja Sama Nomor 46 Tanggal 29 Juni 2009.

Gugatan ketiga, menghukum ter gugat agar membayar secara tunai dan sekaligus mem bayar uang kontribusi atas pemanfaatan mall selama dua tahun; setiap tahun sebesar Rp 833 juta. Selain itu, Pemkab Ba nyuwangi mohon pengadilan menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap Akta Perjanjian Kerja Sama Nomor 46 Tahun 2009. (radar)