Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Konsentrasi Urus Pasien, Kerap Tolak Tawaran Ceramah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

konsentrasiRusdi Dziban dikenal sebagai dokter spesialis penyakit dalam dan Direktur RSI Fatimah Banyuwangi. Selain itu, warga Jalan Basuki Rahmat 114 Banyuwangi itu punya bakat sebagai dai. Seperti apa kiprahnya?

KESIBUKAN di poli penyakit dalam sudah menjadi rutinitas harian yang dijalani Dokter Rusdi Dziban di RSI Fatimah. Setiap hari, mulai pu kul 07.00 hingga 13.30, dokter yang satu ini setia berada di bilik tem patnya bekerja. Kemudian, mu lai pukul 18.00 sampai 20.00 dia kem bali menjalankan tugas lanjutan di bidang medis tersebut.

Kesibukan itu semakin padat ke tika tiba-tiba muncul jadwal pe na nganan khusus pasien dengan cara operasi. Ditambah lagi, suami Lina Alfiah itu juga harus membagi kon sentrasi karena dia juga direktur RSI Fatimah Banyuwangi. “Kalau ada operasi, praktis tidak pulang ke rumah. Telepon rumah dulu un tuk pamit. Orang di rumah sudah me ngerti kondisi ini,” tuturnya.

Di tengah kesibukan yang dijalani Rusdi Dziban, bisa bertemu de ngannya menjadi kesempatan yang luar biasa. Saat berkunjung ke ru ang dinasnya Rabu (10/7) lalu, ba pak lima anak itu belum terlalu di si bukkan rutinitas Padahal, dalam sehari, dia biasanya mena ngani dua kali operasi. Malah, di saat tertentu, dia harus me nangani lima sampai tujuh operasi medis.

Hal itu tentu cukup menguras stamina dan konsentrasi dokter alumnus Universitas Gajah Mada Jogjakarta tersebut. Sebab, satu tin dakan operasi ringan saja dibutuhkan wak tu sekitar satu jam. Tindakan operasi berat, dibutuhkan waktu hingga dua atau tiga jam. Bukanlah per kara mudah melakukan tindakan operasi ter hadap pasien. Selain harus mengerti pe nyakit yang diderita pasien, seorang dok ter ahli bedah juga harus dalam kondisi fresh dan fi sik prima.

Itulah sebabnya mengapa Rusdi Dziban le bih suka memilih pagi hari sebagai wak tu melakukan tindakan bedah. Di saat pagi, tubuh sedang bugar dan konsentrasi sedang bagus. Selesai subuh pun dilakoni demi hasil terbaik. Tugas dan tanggung jawab besar itu yang mem buat Rusdi Dziban ngeyel dalam menjaga dan mengelola waktu sehari-hari. Apa lagi, selain dokter penyakit dalam dan Direktur RSI Fatimah, dia juga kerap me nerima tawaran sebagai penceramah (us tad) di sejumlah tempat.

Sisi yang seolah ber tolak belakang dengan profesi yang di jalaninya saat ini. Namun, bagi pria kelahiran Banyuwangi 6 September 1973 itu, dunia dakwah bu kanlah hal baru. Dia sudah kenal dunia dakwah se jak aktif menjadi mahasiswa di kampus di Bu lak Sumur, Jogjakarta, dahulu. Di masjid kam pus, dia biasa berceramah pendek alias kuliah tujuh menit (kultum).

Hal itu rupanya berlanjut hingga kini. Du nia dakwah membuatnya mampu menem bus beberapa kegiatan keagamaan, se perti Salat Idul Fitri, mimbar Salat Jum at, dan forum ceramah dari masjid ke masjid. Sadar tugas dan tanggung jawab yang dimilikinya kini, Rusdi Dziban pun membatasi aktivitas dakwahnya. Padahal, memasuki bulan Ramadan, banyak tawaran yang memintanya menjadi pen ceramah.

Tidak semua permintaan ter sebut diterima. Demi menjaga pro fe sionalitas, dia pun sengaja membatasi kegiatan ceramah yang digandrungi sejak masih menjadi mahasiswa itu. “Saya pilih  yang sekat-dekat rumah saja. Karena memang wak tu saya terbatas,” ujarnya. Agar bisa menyajikan ceramah yang sesuai dan menjangkau pemirsa, dibutuhkan per siapan yang lumayan panjang. Se belum berceramah, biasanya Rusdi Dzi ban melakukan kajian materi.

Bahan ce ramahnya dibaca berulang-ulang sampai tiga hingga empat kali. Itu dilakukan agar materi yang di sa jikan nanti benar-benar melekat. Sebab, ba hasa buku dan lisan diakuinya berbeda. Menguraikan bahasa buku dalam bahasa lisan di butuhkan konsentrasi dan pembiasaan yang ekstra.

Maka lewat membaca, dia men coba menggali materi dakwah yang akan disampaikan kepada jamaah. Di tengah kesibukannya, tidak jarang buku materi dakwah tersebut dibawa ke tem patnya bekerja. Di saat rehat, buku itu dibaca untuk sekadar melepas lelah atau refreshing di tengah padatnya jadwal ope rasi dan tugas lain. “Tapi saya memang suka mem baca,” pungkasnya. (radar)