Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Lagu Osing tak Pernah Surut

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

laguPADA tahun 1970-an, lagu kendang kempul khas Banyuwangi mencapai puncak ke jayaan. Tidak hanya mampu menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri, lagulagu berbahasa Osing tersebut juga sukses me rambah beberapa daerah tetangga, yak ni sejumlah kota di wilayah Jawa Timur, khususnya wilayah Tapal Kuda dan Bali. Ketenaran lagu kendang kempul pun sukses membelalakkan mata para produser mu sik ibu kota.

Buktinya, sejumlah lagu ber bahasa Osing banyak yang digubah ulang menggunakan lirik berbahasa Indonesia. Salah satu lagu kendang kem pul yang dirilis ulang dengan lirik ba ha sa Indonesia adalah “Ulan Andung-an dung”. Eksistensi musik Banyuwangi itu mengantarkan beberapa seniman lokal go na sional. Sebut saja Sumiati dan Alif S. Sayang, seiring berjalannya waktu, lagu ken dang kempul mulai “ditinggalkan” masyarakat.

Bahkan, di tahun 1990-an, lagulagu Banyuwangi tersebut seolah “mati suri”. Meski sejumlah seniman tetap eksis menciptakan lagu berbahasa Osing, tapi aliran musik yang satu itu tak bisa me ngulang memori manis kejayaannya. Hingga akhirnya sekelompok anak muda yang tergabung dalam grup musik Patrol Or kestra Banyuwangi (POB) berhasil mengobrak-abrik pasar musik Bumi Blam bangan. Dengan mengusung 12 lagu andalan, Album POB I yang dirilis tahun 2001 dalam bentuk kaset pita itu sukses ter jual sekitar 300 ribu copy.

Salah satu seniman yang berperan be sar memunculkan grup musik “POB” ada lah Triyono Adi, 50. Pria yang lebih di kenal dengan nama Yons DD itu adalah kom poser sejumlah lagu dalam album yang laris-manis di pasaran tersebut, di an taranya “Semebar”, “Tetese Eluh”, dan “Ma war”. Menurut Yons, sebenarnya tiga lagu tersebut diciptakan tahun 1993 silam Lagu-lagu yang belakangan booming di pasaran itu awalnya sangat sulit menembus dapur re kaman.

Sejumlah produser lo kal enggan menerima lagulagu karya Yons lantaran di anggap tidak sesuai selera pasar. Belum mau menyerah, Yons te tap menyodorkan karyanya itu ke sejumlah dapur re kaman di Jakarta. Lagi-lagi dia ha rus gigit jari. Sekembali ke Bumi Blambangan, pria berperawakan kurus itu me nyodor kan 12 lagu ciptaannya beserta grup musik patrol yang dia bidani ke salah satu rumah produksi di Banyuwangi.

Kala itu, pihak produser hanya bersedia mem beli 12 lagu ciptaan Yons, tapi tidak mau mengorbitkan grup patrol yang digawangi Yons. Karena merasa seluruh akses mengangkat grup musik ter sebut sudah buntu, Yons pun menyetujui tawaran sang produser yang ingin membeli 12 lagu ciptaannya itu. Namun, takdir berkata lain, baru satu dari 12 lagu yang di tawarkan tersebut dibayar oleh sang produser, ada salah satu penikmat musik asal Jakarta yang “mengintip” dapur latihan grup musik yang digawangi Yons DD, Catur Arum, dan sejumlah seniman lain tersebut.

“Angin surga” pun mulai berembus. Warga ibu kota ter sebut bersedia membiayai re kaman grup musik yang kala itu belum memiliki nama. “Lalu, “produser” asal Jakarta ter sebut memberi nama grup kami POB. Proses rekaman kami lakukan di salah satu studio musik di kawasan Jakarta Se latan,” beber lelaki yang tinggal di Jalan Riau, Gang Per mata 24, Kelurahan Lateng, Kecamatan Banyuwangi, itu. Yons menambahkan, liku-liku tajam yang harus dilalui untuk membesarkan POB be lum berhenti pasca rekaman tersebut.

sebab, dia, Catur Arum, dan sang produser, sama-sama “buta” marketing ka set. Dirinya dan Catur-lah yang memasarkan sendiri hasil karyanya itu dari pintu ke pintu. Berbulan-bulan ribuan keping kaset tersebut tidak laku. Hingga akhirnya, pada Agustus 2001, grup musik POB mulai dipercaya manggung di beberapa daerah di Banyuwangi. Tak dinyana, lagu-lagu yang dibawakan grup tersebut men dapat sambutan positif masyarakat. “Sejak itulah kaset POB I diburu konsumen.

Album tersebut terjual sekitar 300 ribu copy,” cetusnya. Nah, setelah kemunculan POB yang cukup fenomenal ter sebut, perlahan tapi pasti industri musik Banyuwangi kembali bergeliat. Para pencipta lagu berbahasa Osing pun bermunculan seperti jamur di musim hujan. Artis-artis muda pun demikian. Lagu-lagu berbahasa Osing kini kembali bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. (radar)