MUNCAR – Petugas gabungan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan (Disperindagtam), Dinas Kesehatan (Diskes), Kepolisian, satpol PP, kepala bagian (Kabag) Perekonomian Pemkab Banyuwangi melakukan inspeksi mendadak (Sidak) makanan dan minuman (mamin) di wilayah Kecamatan Muncar kemarin (23/6).
Dalam sidak itu mereka menyisir para penjual mamin di sejumlah tempat, seperti Pasar Kedungrejo, sejumlah toko grosir di Desa Tembokrejo, Desa Kedungringin, dan di Pasar Sumberberas, Kecamatan Muncar.
Petugas gabungan yang berangkat dari Banyuwangi itu, setiba di wilayah Kecamatan Muncar langsung menuju toko grosir Primasari di Dusun Muncar Baru, Desa Tembokrejo. Di tempat ini, petugas menemukan sejumlah makanan dan jajanan yang tidak memiliki label, dan tidak ada izin pangan industri rumah tangga (PIRT).
“Produknya berupa abon sapi dan sale pisang,” ujar kepala seksi (Kasi) Perlindungan Konsumen dan Metrologi, Disperindagtam Banyuwangi, Legimin. Usai dari toko grosir Primasari, mereka mendatangi mini market Cahaya Terang di Desa Kedungrejo.
Di toko ini tim gabungan juga menemukan makanan ringan seperti kacang kulit, kacang koro, kerupuk cumi, widaran, jagung Australia, pilus, rumput laut, marning jagung, jamur kuping, buah leci kemasan kaleng yang tidak ada izin PIRT.
“Standarnya itu harus mencantumkan nama produk, komposisi, berat produk, tanggal kedaluwarsa, dan nama produsen, sehingga konsumen tahu pasti produk yang akan dibeli,” katanya. Dari Desa Kedungrejo, rombongan melanjutkan ke Pasar Sumberberas.
Di pasar ini petugas menemukan mamin yang telah kedaluwarsa. Mamin yang sudah tidak layak jual itu, langsung disita. “Kita hanya beri sanksi pembinaan bagi pedagang yang menjual mamin kedaluwarsa, produk yang kedaluwarsa kita sita agar tidak dijual oleh pedagang,” terangnya.
Usai memeriksa para penjual mamin di Pasar Sumberberas, perjalanan dilanjutkan ke Desa Kedungringin. Di salah satu toko grosir Snack Artha di Jalan Sumberayu milik Jemangin, 34, banyak ditemukan makanan ringan dan kue kering yang sengaja dikemas ulang dengan tidak ada label dan izin PIRT.
Pemilik toko grosir, Jemangin, 34, mengaku mamin yang dijual itu didapat dari sejumlah rumah produksi milik warga. Selain itu, dia juga membeli produk snack dalam jumlah kemasan besar. Selanjutnya, dikemas ulang ke dalam berbagai ukuran.
“Kalau ukuran kecil pembeli lebih mudah, dan harganya juga terjangkau,” terang Jemangin. Setiap menjelang Lebaran, Jemangin mengaku menjual jajanan untuk Lebaran tanpa ada label dan tidak tercantum izin PIRT.
“Yang jualan tanpa label bukan saya saja, yang lain juga banyak, ini hanya menjelang Lebaran saja,” dalihnya. Salah seorang pedagang lainnya, Anisah, 45, mengaku selama Ramadan dan mendekati Lebaran mendapat titipan dari para pembuat kue untuk dijual.
“Ini masih baru, saya tidak tahu kalau tanpa label dilarang untuk dijual,” dalihnya. (radar)