Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Nyala Hijau Lampu Buang Bimbang Petani Bawang Merah

nyala-hijau-lampu-buang-bimbang-petani-bawang-merah
Nyala Hijau Lampu Buang Bimbang Petani Bawang Merah
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Banyuwangi

Nanda Gina Lorean (25), pemuda yang menyebut dirinya sebagai petani millenial dari Desa Kedungwungu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi sibuk mengatur lampu-lampu bercahaya hijau di antara hamparan lahan bawang merah seluas 2 hektare.

Saat itu jam menunjukkan pukul 19.00 WIB, pemuda bertubuh tegap belum beranjak dari lahan pertanian bawang merah yang dikelolanya. Pemuda ini memilih jalur pertanian sebagai jalan masa depannya. Inovasi di dunia pertanian membuatnya tertantang untuk menjadi bagian dari 15 petani bawang merah yang tergabung dalam kelompok Tani Joyo Desa Kedungwungu.

Sebagai anak muda, keputusan menjadi seorang petani tentu bukan keputusan mudah. Di tengah modernisasi dan arus gaya hidup metropolitan yang masuk desa akibat teknologi, dia justru memilih jalan menjadi petani. Dia mengaku tertarik menjadi petani karena potensi ekonomi menjanjikan dan deras arus informasi media sosial ingin dioptimalkan untuk mensosialisasikan berbagai inovasi pertanian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya adalah Inovasi Lautan Merah (Lampu Meningkatkan Produksi Bawang Merah). Petani menggunakan pencahayaan lampu Led Direcct Curent (DC) untuk menerangi lahan pertanian bawang agar hama pemakan daun seperti ulat dan kaper yang bisa bertelur di dalam daun tidak bisa berkembang biak di lahan pertanian bawang merah tersebut.

Nanda senang, kehadiran aliran listrik di sawah mempermudah inovasi yang dikembangkan kelompok Tani Joyo Kedungwungu. Bagaimana tidak, lampu-lampu led tersebut membutuhkan aliran listrik yang aman dan stabil agar bisa terus menyala saat sore hingga fajar menyingsing.

Untuk dua hektare lahan, ada sekitar 600 sampai 700 lampu led yang terpasang berjajar di setiap dua baris lajur tanaman bawang merah, lampu-lampu tersebut disetting menyala secara otomatis pukul 5 sore dan mati pada pukul 5 pagi. Mulai usia tanam 20 hari sampai 40 hari, lampu tak boleh padam.

“Ini harus nyala terus kalau malam, Biasanya di umur 30 daunnya habis karena dimakan ulat dari klaper. Inovasi ini dari Pak Kades untuk pemasangan lampu led berwarna hijau memang efisien mengusir hama dan emang mengurangi pestisida,” terang Nanda kapada detikJatim, Jumat (15/12/2023).

Nanda berkisah, sebelumnya tak ada petani di Kedungwungu yang tertarik menanam bawang merah. Pengalaman pahit gagal panen dan merugi berkali-kali membuat mereka enggan mencoba peruntungan tanam di umbi lapis tersebut. Namun, setelah hadirnya inovasi lampu hijau yang didukung dengan kemudahan aliran listrik di persawahan, petani bawang merah tak lagi bimbang. Bermula dari 0,5 hektare, kini lahan pertanian bawang merah dengan teknologi green light meningkat jadi 7 hektare.

petani bawang merah di banyuwangiPetani bawang merah di Banyuwangi/ Foto: Eka Rimawati

“Dulunya hanya satu orang yakni kepala desa saja yang hanya 1/2 hektar. Sementara dengan adanya lampu led dulu tidak berani tanam bawang merah sekarang ini kurang lebih belum ada 1 tahun dari angka 1/2 hektare sekarang sampai 7 hektare,” tambahnya.

Kades Kedungwungu Surono mengaku sebelumnya hanya dia saja yang menanam bawang merah. Dia pun mencontohkan kepada warga dengan mencoba peruntungan di 0,5 hektare lahan menggunakan aliran listrik dari meteran yang ada di kebun buah naga miliknya. Belum satu tahun, dia berhasil panen hingga 3 kali dengan hasil yang memuaskan.

Melihat potensi dan menarik minat petani, dia mengajukan pemasangan meteran listrik di lahan khusus pertanian bawang merah dengan skema bisnis. Tak ayal, keuntungan yang menggiurkan dan kesiapan infrastruktur instalasi listrik membuat warganya tertarik untuk turut menanam bawang merah.

“Ya dulu cuma saya, pernah ada yang tanam tapi belum pakai inovasi ini dan gagal memang. Ini alhamdulillah bisa bagus,” tutur Surono.

“Ini sudah ada 7 hektare dan masih ada lagi yang mau tanam ini khan masih luas, sudah gampang sekarang ada listriknya. Satu meteran ini saja cukup kalau untuk 7 hektar lahan ini. Kalau perlu nanti bisa nambah lagi ke PLN mudah kok,” tambahnya sembari mengecek tanaman bawang merah.

Salah satu petani yang turut meraup untung dari inovasi green light tersebut adalah Hendro Kusniawan. Dia berhasil memanen bawang merahnya sebanyak dua kali dengan hasil yang menguntungkan. Dari luas lahan sekitar 49.000 meter persegi ia mampu meningkatkan produksi hingga sekitar 20% pasca memanfaatkan aliran listrik dalam inovasi light trap atau green light tersebut.

“Kemarin itu naik sampai sekitar 20%, kalau biasanya 12 ton per hektare sekarang bisa sampan 14 ton,” terang Hendro.

Keberadaan satu meteran listrik di areal persawahan bawang merah tersebut memudahkan aksesibilitas aliran energi, untuk mengoptimalkan inovasi green light tersebut petani perlu menggunakan travo yang dipasang di setiap satu hektar areal tanam, travo-travo ini berfungsi mengubah arus Alternate Curent (AC) menjadi Direcct Curent (DC) baru kemudian menyalurkannya ke seluruh lampu yang terpasang di areal pertanian bawang merah.

Menurut Hendro, dengan keberadaan green light tak perlu lagi mempekerjakan orang untuk mencari ulat menyerang daun bawang saat malam hari. Bahkan ia juga bisa menurunkan penggunaan pestisida hingga 70%.

“Dengan ini turun banyak pokoknya biayanya, bisa dibilang sampai 70%. Dan nggak perlu lagi jadi drakula tengah malam ke sawah cari ulat,” kelakar Hendro.

Hendro menjelaskan lampu dengan cahaya hijau tersebut berfungsi sebagai repellent yang dipercaya bisa menarik perhatian kupu-kupu (kaper) sehingga mereka tidak hinggap dan bertelur di daun bawang. Saat bertelur, kata Hendro, kaper mampu menghasilkan 2.000-3.000 butir telur. Setelah menetas, telur akan menjadi ulat yang dapat merusak dan menghambat pertumbuhan tanaman bawang merah.

“Inilah musuh utama petani bawang merah. Makanya kita mencari cara agar kaper ini tidak sampai hinggap dan bertelur di tanaman kita,” ujarnya.

Sementara untuk seluruh Kabupaten Banyuwangi, penerapan green light yang disebut juga light trap ini telah dilakukan di lahan bawang merah seluas total 50 hektare. Hendro berharap, ke depan ada pompa air yang dipasang di area persawahan. Sehingga keberadaan listrik bisa dimanfaatkan lebih optimal untuk pengairan lantaran wilayah persawahan di sekitar Kedungwungu kerap kesulitan air.

Serapan Konsumsi Listrik Pertanian Banyuwangi Naik 15%

Hingga November 2023, jumlah pelanggan PLN di Kabupaten Banyuwangi mencapai 623.000, sementara untuk pelanggan di sektor pertanian atau agriculture jumlah eksisting mencapai 25.000 pelanggan.

Asisten manager pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero) UP3 Banyuwangi UID Jawa Timur Ari Akhmad Koesdinar menyebut, jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 15% dibanding tahun sebelumnya.

“Yang eksisting untuk agriculture sekitar 20 sampai 25 ribu, naik sekitar 15% dibanding periode yang sama tahun 2022 lalu,” terang Ari.

Dari jumlah eksisting agriculture sebanyak 25.000 tersebut, jumlah pelanggan petani lebih banyak berada di Kecamatan Muncar. Di kecamatan tersebut ada 6.089 pelanggan dengan peningkatan sebanyak 17% dibanding tahun sebelumnya periode yang sama. Yakni naik sebanyak 1.036 pelanggan November tahun 2023.

Manager Unit Layanan Pelanggan Muncar PT PLN (Persero) UP3 Banyuwangi UID Jawa Timur Arif Setyo Nugroho menyebut, dari 6.000 pelanggan sektor agriculture pelanggan khusus petani bawang merah, sebanyak 43 pelanggan dengan tingkat konsumsi daya antara 900 sampai 5.500 VA.

petani bawang merah di banyuwangiPetani bawang merah di Banyuwangi/ Foto: Eka Rimawati

“Ada 43 pelanggan kalau petani Bawang Merah, dan pemakaian per bulan di kisaran 996.556 kwh tapi kalau konsumsi total dari 6.000 pelanggan ini untuk keperluan bisnis rata-rata petani memakai hampir 1 juta kwh,” kata Arif kepada detikJatim.

Menurut Arif, PLN tidak memberi pembatasan kuota bagi petani yang ingin memanfaatkan layanan listrik masuk sawah tersebut. Berapapun kebutuhan akan tetap diakomodir. Menurutnya cadangan energi listrik untuk Kabupaten Banyuwangi masih sangat mencukupi khususnya bagi wilayah Muncar.

Arif menjelaskan, kecukupan energi tersebut juga diatur petani dari jumlah konsumsi agar tidak memberi beban produksi yang tinggi. Penggunaan energi listrik hanya saat tanaman bawang merah memasuki usia 20 atau 30 hari hingga 40 hari. Sementara untuk buah naga sendiri digunakan saat proses pembesaran dan pembiakan. Sedangkan saat musim buah naga penggunaan lampu tidak setinggi saat di luar musim.

“Mereka memakai listrik ini juga musiman artinya tidak sepanjang hari dia menyinari naganya tapi juga ketika buah naga hanya mau berkembang jadi untuk mempercepat proses pembuahan. Sedangkan untuk bawang ini petani memakai listrik ini untuk mengusir hama,” jelas Arif.

Banyuwangi menjadi kabupaten dengan inovasi pertanian yang kerap menjalin kerjasama dengan PLN di berbagai kepentingan. Untuk itu seluruh unit layanan dibekali dengan kesiapan personel dan peralatan untuk mendukung penyaluran listrik ke wilayah persawahan yang ditargetkan program electrifying agriculture.

Simak Video “Semangat Kolaborasi PLN dalam Transisi Energi di COP28 [Gambas:Video 20detik] (dpe/fat)