BANYUWANGI – Dari waktu ke waktu, jumlah penderita HIV/AIDS di Banyuwangi terus bertambah. Sejak kali pertama kasus HIV/AIDS ditemukan di Bumi Blambangan tahun 1999 silam, hingga kini jumlah warga yang terjangkit virus mematikan tersebut mencapai 1.600 lebih penderita. Ironisnya, pengidap HIV/AIDS di Banyuwangi didominasi warga kelompok usia produktif, yakni mulai usia 16 tahun sampai 45 tahun.
Yang tidak kalah memprihatinkan, virus ini juga telah menggerogoti tubuh mereka yang masih balita (bawah 5 tahun). Berkaca pada fenomena tersebut, peringatan Hari HIV/AIDS Sedunia yang tepat 1 Desember hari ini di peringati ratusan warga dengan menggelar long march dari sekitar kantor Kecamatan Banyuwangi hingga Simpang Lima, Banyuwangi.
Uniknya, dua peserta long march berpakaian layaknya peserta pawai budaya Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) bersama ratusan orang yang berasal dari unsur Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Dinas Kesehatan (Dinkes), Kelompok Kerja Bina Sehat (KKBS), pelajar, mahasiswa, Ikatan Waria Banyuwangi (Iwaba), dan Gaya Laros (kelompok gay), tersebut. Selama menyusuri Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi, massa membentangkan spanduk bertulisan seruan menghindari HIV/AIDS.
Massa juga membagikan brosur tentang bahaya HIV/AIDS dan cara pencegahannya kepada setiap pengguna jalan yang melintas. Tidak hanya itu, sesampai di Simpang Lima, massa menggelar orasi dan aksi teatrikal yang menggambarkan stigma negatif dan diskriminasi yang dialami para ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Pengelola Program KPA Banyuwangi, Erna Agustina mengatakan, melalui aksi kemarin pihaknya berupaya menggugah masyarakat Banyuwangi bersama-sama mencegah penularan HIV/AIDS.
“Angka penderita HIV/ AIDS di Banyuwangi terus bertambah setiap bulan. Mari bersama- sama kita cegah HIV/AIDS. Kita wujudkan three zero di Banyuwangi, yakni zero penemuan kasus HIV/AIDS baru, zero kematian ODHA, dan zero diskriminasi terhadap ODHA,” ujarnya. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmasi (Kabid PKF) Dinkes Banyuwangi, Kurnianto menambahkan, penderita HIV/AIDS di Banyuwangi didominasi kalangan usia produktif.
Penyakit mematikan itu juga telah menyerang anak-anak. “Kita sangat prihatin karena anak-anak mulai tertular. Masalahnya bukan hanya bagaimana kita mengelola penderita (HIV/AIDS), tapi bagaimana kita memutus mata rantai penularan,” cetusnya. Kurnianto menambahkan, selama beberapa tahun terakhir Banyuwangi selalu menempati urutan tiga besar penderita HIV/AIDS di tingkat Jatim.
Bahkan, Banyuwangi selalu unda-undi dengan Kota Malang di urutan dua besar penderita penyakit yang hingga kini belum ada obatnya tersebut. “Melalui momentum Hari HIV/AIDS Sedunia kita menggugah masyarakat bahwa pencegahan penularan dan penyebaran HIV bukan hanya tanggung jawab petugas kesehatan, tapi semua kalangan,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Pemberantasan Penyakit Menular Dinkes Banyuwangi, Sudarto mengatakan, jumlah penderita HIV/AIDS secara kumulatif sejak kali pertama di temukan tahun 1999 silam hingga Oktober 2013 mencapai 1.608 orang. Persebaran terbanyak penderita virus tersebut berada di Kecamatan Banyuwangi, Singojuruh, Muncar, dan Genteng. Berdasar faktor risiko, penularan HIV/AIDS didominasi perilaku seks bebas, yakni mencapai 1.300 kasus dari 1.608 kasus di Banyuwangi.
Yang tidak kalah memprihatinkan, sejak 2010 hingga 2013 ditemukan sekitar 23 kasus ibu hamil terjangkit HIV/AIDS. “Jika kasus HIV/AIDS terjadi pada ibu hamil, maka dilakukan program pencegahan ibu anak, yakni melalui profilaksi ibu hamil, bedah caesar saat melahirkan, dan tidak menyusui. Pemerintah menyediakan susu formula gratis bagi bayi yang dilahirkan ibu berstatus ODHA,” pungkasnya. (radar)