Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pedagang Ditarik Iuran tanpa Karcis

ILEGAL: Deretan warung dan PKL di Pantai Kelopoan ditarik iuran harian dan bulanan.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
ILEGAL: Deretan warung dan PKL di Pantai Kelopoan ditarik iuran harian dan bulanan.

WONGSOREJO – Protes sejumlah pedagang dan warga yang tinggal di lokasi wisata Pantai Kelopoan, Watudodol, Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, ternyata bukan tanpa dasar. Selama ini, mereka banyak ditarik iuran oleh para pengelola wisata di lahan milik Pemkab Banyuwangi itu. Para pedagang yang memiliki wa rung dan para pengasong diminta membayar iuran yang besarnya telah ditentukan karang taruna selaku pengelola tempat wisata itu.

“Setiap warung harus membayar Rp 30 ribu setiap bulan,” cetus salah satu pemilik warung. Selain membayar iuran rutin, pe milik warung juga harus membayar uang kebersihan sebesar Rp 5.000 setiap hari. Uang iuran itu setiap hari ditarik oleh petugas yang telah ditentukan karang taruna. “Perahu yang melayani pengunjung ditarik iuran Rp 20 ribu setiap hari,” sebut pemilik warung yang menolak menyebutkan namanya itu.

Bukan hanya pemilik warung dan perahu, para pedagang kaki lima (PKL) dan pengasong yang berjualan di sekitar Pantai Kelopoan juga ditarik re tri busi. Besar retribusi Rp 10 ribu, dan masih ditambah uang kebersihan sebesar Rp 5.000. “Setiap hari kita harus membayar Rp 15 ribu,” jelas Samsul, salah satu PKL. Ironisnya, tarikan retribusi sebesar Rp 15 ribu setiap hari itu ternyata tidak disertai bukti berupa karcis atau kuitansi.

Mereka membayar secara langsung kepada petugas. “Kita masuk masih harus membayar retribusi masuk lagi,” ujar warga Desa Bangsring tersebut. Pedagang Asongan, Misnawi mengaku, untuk berjualan di Pantai Kelopoan, dirinya hanya di tarik sebesar Rp 15 ribu setiap bulan. Iuran harian hanya Rp 2.000. “Saya sudah menjadi ang gota pedagang tetap di Pantai Kelopoan ini,” jelasnya.

Selain iuran para pedagang, se tiap pengunjung yang masuk ke lokasi wisata tersebut juga harus membayar karcis yang dikeluarkan Pemkab Banyuwangi. Besar retribusi perorangan sebesar Rp 1.000, ken daraan roda dua Rp 2.000, roda empat sebesar 5.000, dan bus atau truk Rp 10.000. Saat ada aksi protes para pedagang dan warga pada Senin (27/8) lalu, sejumlah pedagang sempat menanyakan uang retribusi tersebut.

Apalagi, setiap hari tempat wisata itu juga cu kup banyak didatangi para wisatawan. “Uangnya dibawa kemana,” tanya sejumlah pe da gang. Pengelola wisata Pantai Kelopoan, M. Taufiq, menyebut semua dana yang diperoleh dari lokasi wisata tersebut diserahkan ke Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyuwangi. “Semua dana kita berikan kepada Dinas (Dishutbun),” ungkap anggota DPRD Banyuwangi tersebut.

Menurut Taufiq, apa yang dilakukan karang taruna dalam mengelola Pantai Kelopoan ini ber tujuan agar Pantai Kelopoan lebih baik dan semakin maju. Bila bisa maju dan banyak didatangi wisatawan, maka akan menambah pendapatan para pedagang dan daerah. “Karang taruna ini ditunjuk oleh dinas,” ungkapnya. Sementara itu, Kepala Dishutbun Kabupaten Banyuwangi, Ikrori Hudanto, mengakui telah menunjuk karang taruna untuk mengelola lokasi wi sata di Pantai Kelopoan itu. “Pengelolaan harus pihak ketiga, maka kita menyerahkan pada karang taruna,” tegasnya.

Karang taruna yang mengelola tempat wisata itu, sebut dia, setiap tahun harus membayar ke pada pemerintah sebesar Rp 9 juta. Dana itu diperoleh dari parkir dan retribusi para pe dagang. “Awalnya hanya Rp 6 juta, dan mulai tahun ini naik Rp 9 juta,” sebutnya. Mengenai iuran para pedagang dan perahu yang tidak di sertai karcis atau kuitansi, Ikrori mengaku belum tahu. Bahkan, iuran pemilik perahu dan pengasong itu belum ada laporan. “Coba nanti saya tanyakan dulu,” kata Ikrori saat dikoni rmasi di kantor DPRD kemarin. (radar)