Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Pembabat Jagung Divonis Bebas

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

pembabatBANYUWANGI – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi yang menangani perkara pembabatan dan perusakan tanaman jagung milik Saminah di Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, ternyata lebih memihak para terdakwa. Sebelas terdakwa yang tersangkut kasus itu divonis bebas kemarin (2/7).Sebelas terdakwa itu warga Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore.

Mereka adalah Katiran, 46; Sutarji, 36; Zaenuri, 53; Kasiyadi, 35; Ponijan, 73; dan Muhamad Gito, 45 Selain itu, Syaiful Anwar, 28; Budiyanto, 27; dan Budiono, 28. Ada dua tersangka perempuan, yakni Yatini dan Poniyem. Meski dinyatakan terbukti melakukan perusakan di muka umum, tapi para terdakwa tidak dinyatakan bersalah. Majelis hakim yang dipimpin Made Sutrisna SH dengan anggota Bawono Effendi SH dan I Wayan Gede Rumega menganggap perbuatan terdakwa tidak melanggar pidana.

“Lahan yang ditanami jagung bukan milik Saminah,” dalih Made Sutrisna SH. Sidang lanjutan perkara pembabatan tanaman jagung seluas 1,4 ha dengan agenda pembacaan putusan itu berlangsung tertib. Aparat kepolisian, membatasi pengunjung yang masuk ke ruangan, yakni hanya sekitar 30 orang. Lainnya diminta menunggu di halaman PN.

Dalam amar putusan yang dibacakan Bawono Effendi SH, majelis hakim sempat membahas tuntutan jaksa yang menyebut para terdakwa melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP. “Unsur-unsur dalam Pasal 170, seperti barang siapa melakukan perusakan dan di muka umum memang terpenuhi, tapi tidak masuk pidana,” terang Bawono Eff endi SH.

Menurut Bawono, berdasar fakta-fakta dalam persidangan, lahan yang ditanami Saminah itu milik Pemerintah Desa Bumirejo, Kecamatan Glenmore, dan besertifikat. “Saminah tidak memiliki kewenangan mengelola lahan tersebut, apalagi masa sewanya sudah  habis,” ungkapnya. Sebelum dibabat pada 29 Mei 2011 lalu, lanjut dia, pemerintah desa telah memperingati Saminah agar tidak mengelola lahan tersebut.

Sebab, masa sewa Saminah telah habis sejak 1 Januari 2011. “Saminah tidak berhak menanam di lahan itu, dan itu sudah diperingatkan secara tertulis dan lisan,” katanya.Berdasar fakta-fakta di persidangan, majelis hakim menyimpulkan Saminah mulai 1 Januari 2011 sudah tidak memiliki hak atas tanah tersebut. “Apa yang dilakukan para terdakwa, yakni membabat pohon jagung, tidak memenuhi unsur pidana,” ujarnya.

Berdasar kesimpulan itu, ketua majelis hakim Made Sutrisna menyebut para terdakwa tidak bersalah. Para terdakwa dilepaskan dari semua dakwaan dan tuntutan hukum. “Para terdakwa yang sedang ditahan dibebaskan,” ungkapnya. Mendengar putusan bebas yang disampaikan majelis hakim, para terdakwa langsung semringah. Raut wajah sebelas terdakwa terlihat berseri.

“Putusan majelis hakim itu sudah benar dan sesuai kondisi yang sebenarnya,” cetus Katiran, salah satu terdakwa. Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) Putu Karmawan SH dan Karimudin SH yang menangani perkara itu ternyata tidak terima dengan putusan majelis hakim. “Kami akan mengajukan kasasi atas putusan bebas ini,” kata Jaksa Karmawan SH.

Menurut Karmawan, dalam amar putusan yang disampaikan majelis hakim sebenarnya para terdakwa terbukti  melakukan perusakan dan penebangan pohon jagung milik Saminah sesuai Pasal 170 ayat 1 KUHP. “Tuntutan kami tiga bulan,” ujarnya. Ditanya kapan memori kasasi akan disampaikan ke Mahkamah Agung (MA) RI, Karmawan mengaku belum mengetahui. Sebab, mendaftarkan itu ada waktu 14 hari setelah putusan. “Akan kita susun dulu, baru kita daftarkan,” cetusnya.

 SAMINAH PERTAHANKAN TANAH LELUHUR

SEMENTARA itu, putusan bebas majelis hakim yang dipimpin Made Sutrisna SH terhadap sebelas terdakwa yang terlibat perusakan dan pembabatan tanaman jagung membuat Saminah, warga Desa Bumirejo, Kecamatan Glenmore, kecewa kemarin (2/7). Saminah yang hadir dalam persidangan didampingi salah satu tetangganya itu sempat emosi dan mencari hakim Made Sutrisna SH.

Sayang, upayanya itu gagal dan dia diminta menemui Humas Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Bawono Eff endi SH. “Kok bisa dibebaskan,” kata Saminah dengan mata berkaca-kaca Kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, ibu dua anak itu menyebut bahwa lahan seluas 1,4 ha di Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, itu tanah milik leluhurnya.

Dulu sekitar lahan itu adalah hutan belantara dan dibuka pada 1940-an oleh Karso Gender. “Mbah Karso Gender itu simbah (kakek) saya,” jelasnya. Oleh Karso Gender, lahan hasil babatan itu ditanami kopi. Tetapi, selanjutnya dibuka untuk persawahan dan ditanami padi. Sebagian lahan itu selanjutnya diserahkan kepada Katiyem, salah satu putri Karso Gender, yang juga ibu kandung Saminah.

“Oleh ibu, sawah itu diserahkan pada saya untuk digarap,” bebernya. Saminah mengaku heran dengan terbitnya sertifikat lahan milik keluarganya itu. Dengan sertifikat tersebut, tanah warisan leluhurnya berubah menjadi tanah kas desa. “Saya tidak mengakui sertifi kat itu. Saya juga heran desa punya sertifikat tersebut,” ujarnya dalam bahasa Jawa. Mengenai perjanjian sewa lahan selama delapan panen yang diteken, Saminah mengaku itu disuruh pemerintah desa.

Saat diminta membuat surat sewa, pemerintah desa menyebut agar tidak dijadikan rebutan warga. “Awalnya saya tidak mau. Tapi katanya agar tidak ramai-ramai, saya ya mau buat pernyataan itu,” katanya dengan nada kecewa. Saminah mengaku tidak terima dengan putusan bebas yang disampaikan majelis hakim. Dirinya akan terus berjuang agar lahan warisan leluhurnya itu kembali. “Itu tanah keluarga kami. Saya akan terus berjuang demi mendapatkan sawah itu,” ujarnya. (radar)