Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pesona Gua Maria Jatiningrum dari Ruang Devosi hingga Sumur Suci

pesona-gua-maria-jatiningrum-dari-ruang-devosi-hingga-sumur-suci
Pesona Gua Maria Jatiningrum dari Ruang Devosi hingga Sumur Suci

detik.com

Banyuwangi

Dari selatan Banyuwangi, tepatnya di Dusun Curahjati, Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, berdiri kokoh Gua Maria Jatiningrum, sebuah wisata religi yang telah lama menjadi tumpuan umat Katolik maupun pengunjung lintas iman.

Lokasinya berada tidak jauh dari Pantai Grajagan, menghadirkan suasana hening dan alami yang mendukung aktivitas doa serta permenungan. Berjarak sekitar 45 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi, Gua Maria Jatiningrum relatif mudah dijangkau peziarah maupun wisatawan.

Selain menjadi tempat devosi, Gua Maria Jatiningrum juga dikenal karena keberadaan sumur suci yang dipercaya memiliki makna spiritual mendalam bagi para pengunjung yang datang dengan harapan dan doa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, seorang pastor bernama Pastor Borggreve OCarm, yang bertugas di Paroki Ratu Para Rasul Curahjati, terdorong untuk menghadirkan ruang devosi khusus bagi Bunda Maria.

Ia memanfaatkan sebidang tanah di dekat gereja yang dialiri sungai, lalu mengumpulkan bebatuan sungai hingga akhirnya berdirilah gua yang kini menjadi ikon rohani kawasan tersebut.

Mulanya, gua ini bernama Gua Maria Waluyaning Tiyang Sakit, yang berarti pertolongan bagi mereka yang sakit. Nama tersebut mencerminkan keyakinan umat bahwa doa di tempat ini membawa keteduhan dan harapan bagi yang sedang mengalami pergulatan batin maupun fisik.

Pada 15 Agustus 1956, Uskup Malang Mgr AEJ Albers memberkati gua dan meresmikannya sebagai tempat doa bagi umat sekitar. Seiring waktu bergulir, tepatnya pada 1995, lahirlah nama baru yakni Gua Maria Jatiningrum, sebuah penegasan identitas tanpa meninggalkan nilai spiritual yang telah melekat puluhan tahun.

Keberadaan Gua Maria Jatiningrum tak dapat dilepaskan dari perjalanan panjang gereja Katolik di Curahjati. Dusun Curahjati tumbuh bersama sejarah iman yang telah berakar sejak awal abad ke-20.

Komunitas Katolik mulai berkembang sejak kedatangan warga dari Boro, Kalibawang, dan Kulonprogo pada tahun 1925. Sebagian dari mereka merupakan baptisan baru dari Sendangsono, pusat devosi Maria di Yogyakarta.

Tiga tahun kemudian, permandian pertama dilaksanakan di Dusun Curahjati, menandai terbentuknya komunitas umat yang kelak berperan besar dalam pembangunan Gua Maria. Tokoh-tokoh umat, termasuk keluarga Van Prehn dari Glenmore dan Karto Riyadin, turut menyukseskan pembangunan gua ini, bahkan menghadirkan patung Bunda Maria dari Yogyakarta.

Ruang Devosi dengan Suasana Hening

Kini, Gua Maria Jatiningrum berkembang menjadi kompleks ziarah yang tertata rapi dan nyaman bagi para peziarah. Kawasan ini terbuka selama 24 jam setiap hari dan dilengkapi berbagai fasilitas penunjang kegiatan rohani, mulai dari pendopo untuk pertemuan dan doa bersama, sanggar serta ruang semedi, hingga jalan salib yang menyatu dengan lingkungan hijau di sekitarnya.

Keberadaan ruang adorasi menambah kekhusyukan bagi umat yang ingin berdoa secara personal. Dikelilingi pepohonan rindang dan suasana yang sunyi, Gua Maria Jatiningrum menghadirkan ketenangan yang membantu setiap pengunjung menepi sejenak, meresapi doa, dan masuk dalam ruang refleksi yang lebih mendalam.

Bagi peziarah, tersedia pula toko rohani Bodronoyo yang menyediakan lilin, rosario, dan air suci, serta rumah singgah bagi mereka yang datang dari luar kota. Keseluruhan area gua dibingkai pepohonan rindang dan hembusan angin yang lembut, menciptakan ketenangan yang alami.

Suasana sunyi yang menyelimuti kawasan ini kerap membuat setiap pengunjung larut dalam refleksi pribadi, seolah diajak menepi sejenak dari hiruk pikuk keseharian untuk menyatu dengan keheningan dan doa.

Sumur Suci, Sumber Harapan Para Peziarah

Elemen identik dari Gua Maria Jatiningrum adalah sumur sucinya, terletak di sisi kanan patung Bunda Maria. Air dari sumur dipercaya membawa berkat kesembuhan, ketenangan batin, hingga pelipur bagi mereka yang sedang bergumul.

Kisah kesaksian kerap terdengar dari para peziarah. Ada yang datang dari Surabaya, Muncar, hingga Bali, bertujuan seragam dalam mengambil air suci untuk keluarga mereka yang sakit.

Sebagian memilih untuk meminumnya langsung di lokasi, sementara lainnya ikut dibawa ke perjalanan pulang. Pihak pengelola bahkan menyediakan kemasan khusus agar peziarah bisa membawa air suci tersebut dengan lebih mudah.

Tradisi Rohani yang Masih Kental

Meski zaman terus bergerak, tradisi rohani di Gua Maria Jatiningrum tetap terjaga dan dijalani dengan penuh khidmat. Tempat ziarah ini tidak hanya menjadi ruang doa personal, tetapi wadah kebersamaan umat dalam merawat praktik-praktik devosi yang diwariskan lintas generasi dan terus hidup hingga kini.

1. Misa Kudus Malam Jumat Kliwon

Setiap Kamis malam menjelang Jumat Kliwon, diadakan misa pada pukul 00.00 WIB. Misa ini digemari umat dari Banyuwangi, Bali, Surabaya, hingga Jakarta. Suasana malam yang hening membuat misa terasa lebih sakral.

2. Prosesi Sakramen Mahakudus

Dilaksanakan setahun sekali, prosesi dimulai dari gereja lalu melintasi jalan-jalan desa hingga ke area persawahan sebelum kembali ke gereja. Tradisi ini menjadi simbol penghayatan akan perjalanan iman.

Rumah Singgah untuk Peziarah dari Luar Daerah

Bagi detikers yang ingin berkunjung dan berdoa semalaman lalu mencari area istirahat, tersedia rumah singgah Jatiningrum yang berada dalam satu area dengan kompleks gua. Rumah singgah dikelola sukarela, sehingga dipersilahkan berdonasi seikhlasnya. Fasilitasnya antara lain sebagai berikut.

  • Kamar luas yang dapat menampung puluhan orang
  • Matras dan ruang tidur bersama
  • Delapan kamar mandi
  • Area parkir yang cukup untuk lima bus besar
  • Pendopo besar untuk kegiatan komunitas

Gua Maria Jatiningrum dapat dicapai melalui dua jalur utama, baik dari arah barat maupun dari pusat Kota Banyuwangi. Bagi pengunjung yang datang dari Surabaya, Malang, atau Jember, perjalanan dapat dilanjutkan menuju Genteng dan Rogojampi.

Kemudian berbelok ke arah Purwoharjo dan Pantai Grajagan sebelum akhirnya menuju Curahjati. Sementara itu, dari arah Kota Banyuwangi, rute dapat ditempuh melalui Rogojampi, Srono, dan Benculuk, lalu berbelok ke Purwoharjo hingga tiba di kawasan Curahjati.

Seluruh akses menuju lokasi telah beraspal dengan kondisi jalan yang relatif baik, sehingga dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak dan rute yang jelas membuat Gua Maria Jatiningrum cukup mudah dijangkau oleh peziarah maupun wisatawan yang ingin merasakan suasana hening di selatan Banyuwangi.

20D

(auh/irb)