Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Produk BWI Kalah Kemasan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

produkBANYUWANGI – Kualitas kemasan produk selama ini cenderung diabaikan oleh para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) Banyuwangi (BWI). Dari 3.000-an IKM yang bergerak di bidang makanan olahan, unit usaha yang sudah menggunakan kemasan yang eye catching tak sampai sepertiga. Akibatnya, meskipun kualitas produk yang dihasilkan bagus, tapi makanan olahan hasil produksi IKM di Bumi Blambangan kalah bersaing dengan produkproduk industri besar.

Karena itu, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan (Disperindagtam) Banyuwangi melakukan sosialisasi peningkatan daya saing industri melalui kemasan produk kemarin (18/3). Acara yang digelar di gedung serbaguna Korpri di Jalan A. Yani, Banyuwangi, itu dihadiri sekitar 200 pelaku IKM. Acara tersebut dijadwalkan berlangsung hingga hari ini (19/3). Kepala Disperindagtam Banyuwangi, Hari Cahyo Purnomo mengatakan, jumlah IKM yang bergerak di bidang makanan olahan dan memanfaatkan kemasan produk di Banyuwangi mencapai 3.167 unit usaha.

Dari jumlah tersebut, 950 unit usaha sudah difasilitasi Disperindagtam. Di tahun 2013 ada 200 unit usaha lain yang akan difasilitasi. Menurut Hari, peningkatan kualitas produk penting dilakukan mengingat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI sudah mengisyaratkan pemberlakuan Komunitas Ekonomi ASEAN tahun 2015. “Kita harus bersiap-siap. Potensi Banyuwangi melimpah. Makanya, pengelolaan potensi harus benar-benar dilakukan dengan baik, termasuk mengenai peningkatan kualitas kemasan produk,” ujarnya kemarin.

Hari menegaskan, pihaknya akan mendorong pelaku IKM meningkatkan kualitas kemasan. Sebab, menurut dia, kemasan yang bagus akan menambah daya tarik produk. Sehingga, pemasaran dan harga jual produk-produk IKM bisa ditingkatkan. “Sebenarnya makanan dan minuman hasil produksi IKM Banyuwangi berkualitas, tapi kemasannya kurang mendukung. Sehingga, produk hasil IKM itu kalah bersaing di pasaran,” paparnya.

Lebih lanjut Hari mengatakan, pihaknya menggandeng narasumber dari tim Unit Pelaksana Teknis (UPT) Industri Makanan, Minuman, dan Kemasan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Provinsi Jatim Selain itu, pihaknya juga menggandeng petugas Di nas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi untuk menyampaikan materi terkait pentingnya bahan tambahan makanan yang sesuai standar kesehatan. “Itu penting untuk mencegah penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai standar kesehatan.

Misalnya, menggunakan bahan pewarna tekstil,” cetusnya. Sementara itu, dikonfirmasi di lokasi yang sama, Ketua Asosiasi Produsen Pangan Olahan Banyuwangi (Aspoba), Syam sudin mengungkapkan, sosialisasi kemarin bermanfaat untuk menambah pengetahuan para pelaku IKM di Banyuwangi. “Namun, kami berharap ada langkah yang lebih konkret dari pemerintah untuk membantu pelaku IKM,” kata dia. Dijelaskan, selama ini para pe laku IKM terkendala permo alan untuk memperbaiki kualitas kemasan produknya. “Untuk mencetak kemasan yang baik, persoalannya dana. Da lam proses percetakan, kita dikenai minimum order. Misalnya seribu unit. Sebab jika tidak, harga kemasan akan

lebih mahal. Misalnya, harga kemasan Rp 500 jika kami pesan sesuai minimum order. Tetapi jika dipesan kurang dari ketentuan minimum order, harganya bisa mencapai seribu rupiah per unit,” jelasnya. Syamsudin berharap, pemerintah memberikan solusi konkret untuk membantu IKM. Misalnya dengan memfasilitasi pelaku IKM di Banyuwangi memesan kemasan yang mena rik kepada Disperindag Jatim. “Di Disperindag Jatim ada semacam klinik desain kemasan.

Desainernya sudah di sediakan. Ada mesin cetaknya juga. Kendalanya, jika kami harus memesan sendiri-sen diri di Surabaya, ongkos trans portasinya mahal. Kami berharap di Banyuwangi ada klinik desain kemasan seperti itu. Atau jika tidak, pemerintah bisa memfasilitasi kami memesan kemasan kepada Disperindag Jatim,” bebernya. (radar)