Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Puluhan Sopir Gelar Ritual Buang Sial di Laut

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Sopir-dan-kernet-truk-tronton-asal--Jawa-Barat-melempar-seluruh-baju-yang--dia-pakai-di-dekat-penyeberangan-LCM-kemarin.

SEHARUSNYA di dalam grup sopir dan kernet ini ada 27 orang. Namun, karena salah satu anggota, yakni Tia Agus Miharja alias Mang Tia,  50, ditemukan tewas Sabtu (5/3) kemarin, maka kerumunan grup sopir dan kernet dari Karawang itu  tinggal 26 orang.

Mang Tya, sapaan akrabnya, ditemukan sudah tidak bernyawa  mengapung di dalam kapal yang  tenggelam. ”Almarhum Mang Tya itu calon lurah di rumahnya, tapi belum  jadi sudah meninggal duluan,“  ucap Yayan Dariyana, 39, salah satu sopir truk asal Karawang itu.

Sebanyak 26 sopir dan kernet asal  Karawang, Jawa Barat, kemarin berkumpul di pinggir pantai di belakang Hotel Banyuwangi Beach, Desa Ketapang, Kalipuro. Kedatangan  mereka di pinggir pantai itu bukan tanpa sebab. Ternyata mereka  akan melakukan ritual buang sial  dengan cara membuang pakaian yang mereka pakai ke laut.

Sebelum melakukan ritual buang  sial kemarin, puluhan sopir dan kernet itu tampak serius memandangi lautan di depannya. Wajar saja, lokasi tenggelamnya KMP Rafelia II yang mereka tumpangi saat itu  tidak jauh dari pantai itu. Tetapi,  mereka tampaknya tidak mau mengingat-ingat lagi kejadian itu. Banyak di antara mereka yang  bercanda gurau saat berada di pinggir  pantai kemarin.

”Saya sudah lupakan  kejadian itu, trauma. Ini pertama kali menjadi sopir ke Bali, langsung kena musibah,” tambah bapak tiga anak itu. Meski tidak mau mengingat lagi musibah yang dia alami, tapi yang masih melekat di benaknya adalah aksi nelayan di pantai belakang Hotel Banyuwangi Beach.

Menurutnya, nelayan-nelayan itu yang pertama kali mengevakuasi penumpang KMP Rafelia II yang tenggelam. ”Benar,  nelayan lah yang pertama kali  mengevakuasi kami. Alhamdulillah  saya bisa berenang. Saya lebih banyak membantu penumpang  lain agar naik ke atas perahu nelayan,” terangnya.

Setelah berbincang sebentar, dia dan seluruh sopir asal Karawang itu langsung menuju air laut. Selain mandi, mereka juga membuang seluruh pakaian yang mereka kenakan ke laut. Kegiatan yang mereka lakukan itu merupakan ritual buang sial yang mereka percayai bisa membuang jauh-jauh musibah agar tidak  lagi menimpa mereka.

”Ini baju  kami saat peristiwa terjadi. Kami buang ke laut ini hanya sebuah ritual sebagai simbol buang sial. Kami saat ini pakai baju yang diberi warga, polisi, dan TNI AL,” timpal Asep Unggul, sopir lain.  Dia dan teman-temannya masih  berada di Banyuwangi bukan tanpa sebab.

Menurutnya, mereka akan menunggu proses pengumpulan data yang dilakukan tim penyelamat. Selanjutnya, mereka semua akan  dipulangkan ke daerah masing-masing. ”Inginnya ya pulang, tapi kami harus tunggu dulu.  Sementara ini kami tidur di Hotel  Lingkar,” ujar Asep.

Asep mengatakan, truk tronton yang mereka kendarai merupakan  truk tronton yang mengangkut  tanah bercampur pasir dari Singaraja, Bali, untuk diangkut menuju Mojokerto. Dia tidak  tahu secara persis untuk apa  tanah bercampur pasir itu dikirim.

”Saya tidak tahu itu untuk apa. Kita hanya mengirim. Dua hari sekali saya ke Bali untuk ambil tanah dan pasir ini. Setahu saya  ini milik PT. Doa Restu Ibu,” pungkasnya.(radar)