radarbanyuwangi.jawapos.com – Para peteni kopi Banyuwangi, khususnya di wilayah Kecamatan Glenmore, tengah pusing. Pasalnya, masa panen kali ini berbarengan dengan cuaca yang tidak menentu. Petani kerap kesulitan menjemur ceri kopi panenannya, kemarin (10/7).
Salah satu petani kopi, Abdus Salam, 73, mengungkapkan, tingginya curah hujan sangat memusingkan. Apalagi, penggunaan dome atau rumah jemur masih sangat langka di wilayahnya. “Sekarang sulit jemur kopi, terkadang panas, tiba-tiba hujan deras. Setiap hari harus ada yang di rumah untuk menjaga,” terang petani kopi asal Dusun Kampung Baru, Desa Margomulyo, Kecamatan Glenmore.
Dalam sehari, kata dia, ceri kopi miliknya hanya terkena sinar matahari satu hingga tiga jam saja. Itu, membuat proses pengeringan menjadi panjang dan berdampak pada daya jual. “Konsumen maunya yang sudah kering, kalau tidak kering total bisa berdampak ditumbuhi jamur dan menghitam,” ungkapnya.
Selain itu, terang dia, hujan yang sering turun dengan deras, menjadi penyebab utama produktivitas kopi petani menurun. Hasil panen yang turun itu, menambah panjang menurunnya hasil produksi petani. “Hasil panen turun sejak 2020, hujan sering turun dan hasil panen jadi turun karena bunga kopi terbawa air hujan, sehingga menghambat proses jadi buah,” katanya.
Baca Juga: Deretan Warisan Karya Fenomenal Sang Maestro Dangdut Hamdan ATT: Termiskin di Dunia Hingga Secangkir Kopi
Petani lain, Mohammad Aziz, 55, menjelaskan hal yang sama. Dari lahan kopi seluas satu hektare yang biasanya mampu memproduksi satu sampai 1,2 ton, saat ini hanya menghasilkan tujuh hingga delapan kuintal saja. “Ini juga banyak terjadi ke petani lain, bukan hanya saya.” terangnya pada Jawa Pos Radar Genteng.
Penurunan hasil panen itu, terang dia, terlihat dari ceri kopi berwarna merah saat akan dipanen. Bila melihat tanaman di kebun, menjadi tidak semangat memanen. “Yang merah sedikit sekali, cerinya sedikit. Ini dipanen dua kali sudah habis,” tandasnya.
Sampai saat ini, terang dia, belum ada satupun yang memiliki dome. Malahan, untuk mengolah kopi mayoritas petani hanya menggunakan teknik pecah kulit saja. “Dulu di sini memanen asal (hijau, kuning, merah dicampur). Saat ini sudah mulai mau petik merah,” ungkapnya.
Para petani, terang dia, banyak yang masih menjemur kopi di tengah jalan kampung beralaskan terpal. Padahal, itu akan menurunkan kualitas kopi. “Itu sangat berpengaruh (cara pengeringan). Green bean kopi akan tercampur kerikil dan rasanya tidak enak, tapi sedikit demi sedikit sudah mulai berubah,” ungkapnya.(sas/abi)