Radarbanyuwangi.id – Dibalik menurunnya tren penjualan bendera karena penjualan online, warga luar Banyuwangi masih ada yang nekat mengais rezeki di Bumi Blambangan. Salah satunya, penjual bendera yang rela menempuh jarak hampir 1000 kilometer.
Di balik merebaknya penjual bendera merah putih, terselip perjuangan keras yang patut jadi contoh. Meski tren penjualan terus tergerus lantaran munculnya online shop, semangat penjual tak pernah kendur mencari rezeki di tanah Banyuwangi.
“Kami masih optimistis dengan penjualan di sini (Banyuwangi),” kata Adi Pangestu, 38, penjual bendera asal Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Di usianya yang masih muda, Adi rela berpisah dengan dua buah hati dan istrinya. Untuk jualan bendera merah putih dan umbul-umbul Agustusan itu, ia harus menempuh perjalanan sekitar 935 kilometer dari rumahnya di Kabupaten Garut. “Ini sudah menjadi rutinitas tahunan saya,” tuturnya.
Adi mengaku sebenarnya berat harus meninggalkan keluarga, namun masalah ekonomi harus tega demi kelangsungan kehidupannya.
Adi yang sudah 10 tahun jualan bendera di Banyuwangi, menyebut di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini dianggap menguntungkan jika dibandingkan daerah lain. “Banyuwangi ini tempat terbaik untuk jualan,” jelasnya.
Baca Juga: 2 Santri Ponpes Al-Hanifiyyah Kediri Dituntut Hukuman 15 Tahun Penjara: Pelaku Pengeroyokan Santri Bintang Bilqis Maulana Asal Banyuwangi
Selain penjualannya yang laku laris, masyarakatnya juga terbilang sangat ramah. Ia yang mengontrak rumah sebulan selama jualan, sering diajak pengajian oleh lingkungan sekitarnya. “Tetangga juga sering memberikan makanan ringan,” ungkapnya.
Adi hampir setiap tahun datang ke Banyuwangi untuk jualan bendera atau tepatnya sejak tahun 2014, awalnya diajak orang tuanya. Ia juga mengajak teman-temannya jualan dengan hasil yang menjanjikan. “Hanya jualan 20 hari, kami bisa mengais rezeki hingga Rp 5 juta rupiah,” ungkapnya.
Di kampungnya, Adi kesehariannya bekerja sebagai penjahit tas home industri di Garut. Selama Agustus, harus meninggalkan pekerjaannya untuk sementara.
Walau awalnya tidak mendapatkan izin dari bosnya, tapi kebutuhan ekonomi yang besar membuat bosnya tidak berbuat banyak. “Kebutuhan ekonomi membuat kami harus berkompromi,” katanya.
Baca Juga: Sempat Pesan Mi Instan dan Kopi, Lansia Asal Jajag Banyuwangi Ditemukan Meninggal Didekat Jemuran: Ada Tali Plastik Biru di Leher
Selain Adi, masih banyak rekan sejawat yang mengadu nasib berjualan bendera di pinggiran jalan Banyuwangi. Kendati jumlahnya tak sebanyak tahun sebelumnya, namun kehadiran mereka kerap ditunggu sebagian orang. “Setiap tahun, kami tetap berjualan di sini,” tegasnya.
Berjualan bendera di Banyuwangi, memiliki keunikan dan kesan tersendiri bagi para penjual. Mereka menikmati interaksi dengan penduduk lokal, dan merasakan kehangatan komunitas. “Interaksi dengan penduduk lokal sangat berkesan,” tambahnya.
Meski menghadapi berbagai tantangan, para penjual bendera ini tetap semangat dan berkomitmen untuk menyediakan bendera merah putih bagi masyarakat Banyuwangi.
Page 2
Page 3
Radarbanyuwangi.id – Dibalik menurunnya tren penjualan bendera karena penjualan online, warga luar Banyuwangi masih ada yang nekat mengais rezeki di Bumi Blambangan. Salah satunya, penjual bendera yang rela menempuh jarak hampir 1000 kilometer.
Di balik merebaknya penjual bendera merah putih, terselip perjuangan keras yang patut jadi contoh. Meski tren penjualan terus tergerus lantaran munculnya online shop, semangat penjual tak pernah kendur mencari rezeki di tanah Banyuwangi.
“Kami masih optimistis dengan penjualan di sini (Banyuwangi),” kata Adi Pangestu, 38, penjual bendera asal Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Di usianya yang masih muda, Adi rela berpisah dengan dua buah hati dan istrinya. Untuk jualan bendera merah putih dan umbul-umbul Agustusan itu, ia harus menempuh perjalanan sekitar 935 kilometer dari rumahnya di Kabupaten Garut. “Ini sudah menjadi rutinitas tahunan saya,” tuturnya.
Adi mengaku sebenarnya berat harus meninggalkan keluarga, namun masalah ekonomi harus tega demi kelangsungan kehidupannya.
Adi yang sudah 10 tahun jualan bendera di Banyuwangi, menyebut di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini dianggap menguntungkan jika dibandingkan daerah lain. “Banyuwangi ini tempat terbaik untuk jualan,” jelasnya.
Baca Juga: 2 Santri Ponpes Al-Hanifiyyah Kediri Dituntut Hukuman 15 Tahun Penjara: Pelaku Pengeroyokan Santri Bintang Bilqis Maulana Asal Banyuwangi
Selain penjualannya yang laku laris, masyarakatnya juga terbilang sangat ramah. Ia yang mengontrak rumah sebulan selama jualan, sering diajak pengajian oleh lingkungan sekitarnya. “Tetangga juga sering memberikan makanan ringan,” ungkapnya.
Adi hampir setiap tahun datang ke Banyuwangi untuk jualan bendera atau tepatnya sejak tahun 2014, awalnya diajak orang tuanya. Ia juga mengajak teman-temannya jualan dengan hasil yang menjanjikan. “Hanya jualan 20 hari, kami bisa mengais rezeki hingga Rp 5 juta rupiah,” ungkapnya.
Di kampungnya, Adi kesehariannya bekerja sebagai penjahit tas home industri di Garut. Selama Agustus, harus meninggalkan pekerjaannya untuk sementara.
Walau awalnya tidak mendapatkan izin dari bosnya, tapi kebutuhan ekonomi yang besar membuat bosnya tidak berbuat banyak. “Kebutuhan ekonomi membuat kami harus berkompromi,” katanya.
Baca Juga: Sempat Pesan Mi Instan dan Kopi, Lansia Asal Jajag Banyuwangi Ditemukan Meninggal Didekat Jemuran: Ada Tali Plastik Biru di Leher
Selain Adi, masih banyak rekan sejawat yang mengadu nasib berjualan bendera di pinggiran jalan Banyuwangi. Kendati jumlahnya tak sebanyak tahun sebelumnya, namun kehadiran mereka kerap ditunggu sebagian orang. “Setiap tahun, kami tetap berjualan di sini,” tegasnya.
Berjualan bendera di Banyuwangi, memiliki keunikan dan kesan tersendiri bagi para penjual. Mereka menikmati interaksi dengan penduduk lokal, dan merasakan kehangatan komunitas. “Interaksi dengan penduduk lokal sangat berkesan,” tambahnya.
Meski menghadapi berbagai tantangan, para penjual bendera ini tetap semangat dan berkomitmen untuk menyediakan bendera merah putih bagi masyarakat Banyuwangi.