Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Wayang Tunggu Pesanan, Omprog Lebih Laris

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

“AWALNYA saya tidak tertarik sama sekali. Tetapi. karena diberi motivasi oleh orang-orang dekat, saya sadar Banyuwangi butuh pelestari wayang,” ujar Eko saat ditemui di rumahnya di jalan Borobudur, Banyuwangi, kemarin (16/9).

Nasihat yang dilontarkan kepada Eko sebenarnya sederhana. Yakni harus ada pelestari wayang kulit di Banyuwangi demi memudahkan masyarakat yang masih tertarik dengan wayang.  “Kalau tidak ada yang buat wayang di sini (Banyuwangi) kasihan orang-orang harus cari ke Jawa Tengah dulu.” ujar Eko menirukan nasihat yang diucapkan kepadanya beberapa waktu lalu.

Akhimya, setengah memaksakan diri,  Ek0 mempelajari cara membuat wayang yang terbuat dari kulit sapi dan kambing tersebut. Lambat laun ia bisa memproduksi wayang kulit dengan hasil yang lebih bagus daripada sebelumnya.

Pria yang juga berprofesi sebagai penabuh dalam rombongan pedalangan wayang itu tidak hanya mampu membuat wayang, tapi juga piawai membuat omprog gandrung. Akhirnya. Eko memutuskan melanjutkan usaha turun- temurun tersebut.

Hingga kini ia tidak memiliki pekerja. Semua dia lakukan sendiri, mulai proses membersihkan kulit sapi atau kambing, natah (membentuk pola), hinga pewarnaan.  Hal itu ia putuskan karena belum menemukan pegawai yang cocok.

Sesekali dia membuat wayang kulit bersama ayahnya. Namun, itu tidak rutin. Jika masih sanggup dikerjakan sendiri. Eko memilih menyelesaikan pesanan seorang itu sendiri.  Meski sudah bertahun-tahun menjalani usaha tersebut.

Eko mengaku bahwa proses pembuatan wayang atau omprog cukup sulit. Apalagi, pada saat pewarnaan yang bisa menghabiskan waktu hingga 10 hari. “Proses pewarnaan itu paling sulit. Butuh ketelitian dan kehati-hatian ekstra,” ungkapnya.

Memang, jika diamati warna yang menempel di wayang kulit itu dihasilkan dari proses yang rumit. Hamparan tiap petak warna sangat kecil. Beberapa pembuatan wayang tidak bisa dibuat sembarangan, misalnya membuat guntingan.

Saat membuat gunungan Eko harus puasa terlebih dulu. “Ini kata orang-orang tua untuk membuat Gunungan, karena tingkat kesulitannya tinggi, paling tidak sebelum membuat harus puasa satu atau dua hari jelasnya.

Harga wayang buatan Eko berada di kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 3 juta per unit. Yang membanggakan. karyanya pernah dibeli pemerhati seni asal Prancis. Beberapa waktu lalu omprog dan jaranan butonya dibeli warga Suriname.

“Sekarang pasaran wayang kulit selain di Banyuwangi, terbesar juga di Kalimantan.” katanya. Pasaran wayang kulit di Banyuwangi masih terbuang kecil. Sebab, peminat wayang masih sedikit dibandingkan dengan wayang kulit, omprog lebih banyak peminatnya.

Apalagi, tiga tahun belakangan ini banyak sanggar tari dan sekolah yang menjalin kemitraan dengan di rinya. “Batu-baru saja saya menyelesaikan 6O unit omprog,” tuturnya. Terkait permintaan yang  sedang tinggi itu, Eko bersyukur dan tidak menemukan kesulitan.

Dua tahun sebelumnya ia sering menemui kesulitan menemui bahan baku. Bisa dibilang saat itu Eko bersaing dengan usaha rambak yang juga membutuhkan kulit sapi.  Eko pun harus mematangkan kulit dari Solo dan Bali.

Tetapi, harganya terpaut jauh. Jika di Banyuwangi satu lembar kulit sapi dihargai Rp 600 ribu per lembar. di Solo dan Bali bisa mencapai Rp 1 juta lebih. “Alhamdulillah sekarang mudah tidak seperti dulu. Yang sulit ya ini tidak ada tenaga kerjanya.

Jadi, kalau ada order banyak kelabakan. Seharian untuk menyelesaikan pekerjaan. Jeda hanya salat dan makan,” beber nya. (radar)