Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Penonton Keboan Kesurupan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

ROGOJAMPI – Tradisi keboan di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi berlangsung meriah, kemarin. Ribuan warga tumplek-blek di sepanjang jalan desa dan halaman kantor Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, kemarin (18/10).

Ritual keboan diawali dengan kenduri desa yang digelar sehari sebelumnya. Warga bergotong royong mendirikan sejumlah gapura dari janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai perlambang kesuburan dan kesejahteraan.

Esok paginya,  Minggu Pagi (18/10), warga kembali menggelar selamatan di empat penjuru desa yang diikuti oleh seluruh warga yang sudah hadir. Usai doa dipanjatkan, warga sarapan pagi bersama. Siangnya tradisi keboan digelar.

Satu persatu warga setempat mendadak kesurupan lalu menceburkan diri ke dalam kubangan lumpur yang telah dipersiapkan oleh panitia. Byuur….sontak penonton yang sebelumnya tenang, mendadak tegang bercampur rasa takut menyusul mulai banyaknya warga setempat yang kesurupan.

Mereka bertingkah layaknya kerbau. Ada yang berguling-guling di jalan dan menceburkan diri ke dalam lumpur.  Warga yang bertingkah layaknya kerbau lantas berkeliling desa dengan diiringi gamelan musik khas Banyuwangi.

Tidak  ketinggalan, dalam tradisi itu juga ada gadis cantik yang di dandani sebagai sosok Dewi Sri (Dewi Padi ) yang turut berkeliling desa (ider bumi). “Warga yang menjadi kerbau di ritual adat ini tidak bisa megelak karena dipilih oleh roh  leluhur.

Apabila terpilih maka tindak tanduk mereka akan persis seperti kerbau, keluarga pun harus terus mendampingi selama prosesi agar kebo-keboan ini tidak mengamuk, kata Sigit Purnama Kepala Desa Aliyan.

Di Desa Aliyan sendiri terdapat dua dusun yang secara turun temurun mempertahankan tradisi kebo-keboan. Yakni di Dusun Aliyan dan Dusun Sukodono. Meski proses ritualnya sama dan digelar pada hari yang yang sama, namun kedua dusun ini tidak bisa melakukan prosesi secara bersamaan.

Sebab, jika kebo-keboan di dua desa ini salaing bertemu maka akan saling serarg. “Dari jaman dulu sudah seperti itu. Makanya pelaksanaan ritual di bedakan waktunya dan jalur ider bumi yang dilewati oleh kebo-keboan juga berbeda, imbuh Sigit.

Bupati Abdullah Azwar Anas yang hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan, pemkab akan berkomitmen menjaga tradisi yang berkembang dalam masyarakat. “Tradisi semacam ini tak boleh lekang dengan perkembangan jaman. Selain sebagai warisan budaya leluhur kita, ini juga sebagai salah satu cara warga desa bisa guyub, warsa bisa saling gotong royong,” ujar Anas.

Usai ider bumi, keboan langsung melaksanakan ritual ngurit, yakni melakukan ritual siklus berococok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi. Puluhan kebo jadi-jadian langsung berguling-guling di atas benih padi yang ditebar.

Seketika itu juga, warga langsung berebut benih padi yang digulung keboan tersebut. “Benih  ini bisa untuk syarat sewaktu musim tanam, agar hasil panen melimpah dan tidak diserang hama wereng,” ujar Novana, 34, warga setempat yang ikut berebut.

Sementara itu, suyitno, 47, sesepuh Dusun Sukodono, Desa Aliyan mengatakan ritual adat keboan itu di selenggarakan setiap bulan suro (kalender Jawa). Hanya saja untuk penentuan harinya terlebih dahulu menunggu wangsit melalui mimpi.

“Semoga setelah ritual ini segera turun hujan, sehingga petani segera menggarap lahan sawahnya dan diberi berkah panen yang melimpah,” pungkasnya.(radar)