Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

1080 Orang Penari Beraksi di Pantai

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Pergelaran Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2 18 November 2012 akan diawali dengan serangkaian kegiatan. Sehari sebelum BEC digelar, akan digelar Parade Gandrung Sewu di Pantai Boom. Parade Gandrung Sewu merupakan proyek sendratari yang berusaha memberikan wajah baru The Sunrise of Java.

Banyuwangi sering diidentikkan dengan Gandrung, dan Gandrung secara khusus dipilih untuk menceritakan Banyuwangi kepada masyarakat Indonesia dan dunia. Gandrung merupakan sendratari yang disuguhkan untuk menggambarkan kekayaan budaya dan pariwisata Banyuwangi.

Gandrung dianggap sebagai ikon Banyuwangi dan harus menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Tari jejer gandrung dalam berbagai macam versi (jejer jaran dawuk, jejer gandrung dor) merupakan tarian yang sudah dikenal, baik di Banyuwangi maupun di taraf nasional.

Sebagai kesenian asli Banyuwangi, gandrung memang banyak digandrungi masyarakat. Gandrung banyak dibawakan masyarakat Banyuwangi, mulai usia anakanak hingga dewasa, dalam berbagai acara. Besarnya perhatian terhadap gandrung, pemerintah daerah menyediakan media aktualisasi secara masal bagi para penari gandrung. Parade gandrung itu sekaligus untuk mengenalkan dan menguatkan gandrung sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari cerita tentang Banyuwangi.

Dalam parade gandrung itu, panitia melibatkan seribu lebih penari gandrung. 200 penari profesional melakonkan sendratari gandrung. Pada akhir pertunjukan, penampilan kolosal 1080 penari jejer gandrung mulai SD hingga SMA akan menari secara bersamaan. Para performer tersebut akan diiringi 23 penabuh gamelan dan dua sinden Dalam acara itu akan di tampilkan seni pertunjukan rakyat yang menceritakan sejarah gandrung dari masa ke masa.

Seluruh performer akan menari langsung di tepi pantai dan tidak menggunakan alas panggung. Mereka langsung menginjak pasir Pantai Boom. Pertunjukan itu akan berlangsung sekitar 80 menit. Pada setengah jam pertama, pengun jung akan disuguhi berbagai kesenian lokal Banyuwangi. Berikutnya, fragmen gandrung yang akan dimulai dengan kemunculan gandrung hingga prosesi seorang penari di kukuhkan menjadi gandrung.

Parade itu akan diakhiri dengan tarian masal 1000 gandrung dan ditutup dengan se blang subuh. Seblang ini merupakan bagian akhir sebuah pertunjukan gandrung yang sarat filosofi dan religius. Humas Festival Banyuwangi, Rahmawati Setyoardini menjelaskan, gandrung merupakan kesenian peninggalan Maja pahit. Pada masa itu, tari gandrung hanya ditarikan di istana. Kata gandrung berarti kekaguman. Kekaguman itu diidentikkan dengan keka guman kepada Dewi Sri.

Pada kejayaan Majapahit, Banyuwangi merupakan wilayah yang makmur dan memiliki hasil panen yang melimpah. Filosofi tari gandrung yang merupakan penghormatan terhadap Dewi Sri inilah yang men jadi spirit masyarakat mengembangkan tari gan drung. Dalam perkembangannya, kesenian gandrung masuk ke dalam kehidupan masyarakat secara luas. Pada awal perkem bangannya, gandrung dibawakan remaja putra bukan wanita, karena pertunjukan gandrung dilakukan setiap malam purnama.

Penari gandrung lanang yang paling dikenal adalah gandrung Marsan. Marsan merupakan penari gandrung lanang yang menari hingga akhir hayat. Saat ini, tari yang ditarikan Marsan dikenal dengan sebutan gandrung marsan. Penari gandrung wanita pertama adalah Semi yang mulai menari sekitar tahun 1895. Semi menjadi penari gandrung setelah sakit. Dia sembuh setelah diadakan ritual seblang. “Mulai saat itu Semi me nari sebagai seblang keliling, dan kemudian secara bertahap be revolusi menjadi penari gan drung,” jelas Rahmawati. (radar)