Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Banyuwangi Masuk Peringkat Enam Kasus Narkoba

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

banyuBANYUWANGI – Ini peringatan bagi semua element masyarakat agar mewaspadai peredaran gelap narkotika di Banyuwangi. Dari tahun ke tahun, tingkat penyalahgunaan narkotika di Bumi Blambangan naik cukup signifikan. Perkembangan terbaru, temuan kasus peredaran narkotika kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini menduduki peringkat ke enam di antara 38 kabupaten/kota di Provinsi jatim.

Data itu terungkap dalam Advokasi implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 tentang pencegahan, pemberantasan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNN P) Jatim kemarin (3/10). Dalam kegiatan yang di gelar di Aula Minak jinggo, Pemkab Banyuwangi, itu juga terungkap, setiap tahun terjadi 15 ribu kasus kematian akibat narkotika di seluruh Indonesia. Jika dijumlah per hari, maka setiap hari ada 41 orang yang meregang nyawa akibat overdosis narkotika. 

Kepala Bidang Pencegahan BNNP Jatim, Suciati mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan untuk menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional P4GN tahun 2011 hingga 2015. “Ini juga dimaksudkan untuk membangun dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta kesadaran terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba,” ujarnya dihadapan peserta sosialisasi yang terdiri dari pejabat SKPD dan para camat di lingkungan Pemkab Banyuwangi. Acara tersebut diisi oleh beberapa narasumber yang merupakan tim assessment dari BNNP Jatim.

Salah satu narasumber. Kompol Dwi Rusdiansyah mengatakan, saat ini jumlah penduduk Indonesia yang kecanduan narkoba mencapai 3,4 juta sampai 3,6 juta orang. Rentang usia pengguna mulai 25-60 tahun. “Setiap tahun ada 150 orang meninggal akibat over dosis,” cetusnya. Untuk menanggulangi banyaknya peredaran narkoba BNNP menerapkan empat strategi dalam penanganan peredaran dan penyalahgunaan narkotika. “Empat strategi itu adalah pencegahan, pemberdayaan masyarakat. rehabilitasi dan pemberantasan,” kata Kompol Dwi. 

Tindakan pencegahan meliputi advokasi, inseminasi informasi dan intensifikasi dalam penyuluhan bagi masyarakat. Masyarakat dibagi ke dalam dua golongan. yaitu golongan addict atau pecandu yang sampai saat ini jumlahnya telah mencapai 1,98 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. dan golongan masyarakat rentan terhadap narkoba. “Kegiatan pencegahan bisa dimulai dari lingkungan keluarga di mana anggota keluarga saling mengawasi dan mengingatkan agar tidak terjerat narkotika.” katanya.

Strategi selanjutnya adalah pemberdayaan masyarakat. ini dilakukan dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Tujuannya agar taasyarakat lokus terhadap kegiatan positif dan tidak lagi memiliki ruang untuk tindakan menyimpang. Selanjutnya adalah rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan terhadap pecandu, penyalahgunaan dan korban penyalahgunaan narkotika, namun tidak berlaku bagi produsen maupun pengedar narkotika tersebut. 

“Ini sebuah langkah humanis bahwa pecandu narkotika bukanlah kriminal, mereka adalah orang yang menderita penyakit kecanduan dan perlu disembuhkan,” tuturnya. Kompol Dwi menambahkan, orang tua yang mengetahui anaknya kecanduan narkoba, diharapkan melapor kepada pihak berwenang untuk mendapat direhabilitasi. “Tidak akan diproses hukum dan tanpa biaya.

Namun sebaliknya, kalau tidak melaporkan orangtua justru bisa kena ancaman penjara 1 tahun,” ujar pria yang juga analis di Polda Jatim ini. Yang tidak kalah penting adalah peredaran gelap narkotika. Pemberantasan dilakukan dengan memotong jaringan antara pemasok dan pasar. Sebab dalam dunia narkoba, berlaku hukum pasar, di mana ada supply maka ada demand. “Pihak kepolisian selalu berupaya mengetahui modus-modus pengedaran narkoba, karena pengedar sang-at kreatif alam mengemas dagangannya,” imbuh Kompol Dwi. (radar)