
BANYUWANGI – Sejak pelonggaran terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan mekanisme kebiyasaan anyar diterapkan, hingga saat ini aktivitas perhubungan di Banyuwangi terbilang masih sepi.
Dilansir dari Radar Banyuwangi – Jawa Pos, khusus untuk angkutan darat berupa bus, tampaknya belum banyak mengalami kemajuan.
Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi di Terminal Brawijaya siang kemarin (20/6/2020) masih menunjukkan kondisi stagnan dibandingkan beberapa sebelumnya.
Bus jurusan Banyuwangi-Surabaya masih belum beroperasi. Sementara bus untuk jurusan lain yang beroperasi, penumpangnya tidak kunjung bertambah. Satu-satunya bus yang rutin menuju Surabaya adalah bus jurusan Madura via jalur utara.
Sopir bus Anugerah Abadi, Eko mengatakan, meski melayani rute Surabaya, namun selama ini bus yang dia sopiri hanya sampai di Jember saja. Sebab, isian penumpang bus masih minim.
Kendati demikian, Eko mengaku belum pernah mengoper penumpangnya di terminal yang ada di Banyuwangi. Sebab bus yang dia awaki memiliki garasi di Jember.
“Kita sampai Jember saja, tapi jalan terus,” jelas Eko.
Sepinya penumpang, terang dia, pada akhirnya mengharuskan para awak bus menaikkan harga tiket kepada penumpang. Dari semula Rp 70 ribu menjadi Rp 100 ribu. Kebijakan tersebut menurutnya sudah bukan lagi menjadi rahasia selama pandemi.
“Harga tiket kita naikkan,” jelasnya.
Terkait minimnya jumlah penumpang bus ini, menurut Eko kemungkinan juga dipengaruhi faktor psikologis. Terutama setelah banyak penumpang yang diturunkan saat penerapan aturan pembatasan sangat ketat beberapa waktu lalu. Saat itu banyak penumpang yang tidak sampai tujuan karena diturunkan di pos penjagaan.
“Yang mau naik bus itu jadi takut, takut diturunkan,” terangnya.
Sementara itu, kru bus CWM Hadi yang menjalankan rute Jember-Denpasar mengaku pihaknya benar-benar dalam kondisi terpuruk. Aturan Gugus Tugas Covid-19 Bali yang mensyaratkan penumpang untuk menyertakan surat keterangan sehat berimbas pada naiknya harga tiket. Kondisi ini akhirnya membuat penumpang enggan melakukan bepergian.
“Masuk itu sulit, jadi tidak ada yang mau,” keluhnya.
Kenaikan tarif tiket cukup tinggi, yakni dari harga semula Rp 200 ribu menjadi Rp 600 ribu. Biaya tersebut sekaligus jasa tes cepat alias rapid tes. Namun jika mereka sudah membawa keterangan sendiri, harga tiket yang dipatok sekitar Rp 200 ribuan.
“Ada rapid-nya itu yang bikin mahal,” jelasnya.
Belum lagi dengan penerapan pembatasan jumlah penumpang yang boleh diangkut menuju Bali. Dengan adanya aturan ini, pihak bus baru bisa memberikan batasan harga tersebut ketika jumlah penumpang mencapai setidaknya 10 orang. Ditambah lagi saat ini pihaknya juga tidak bisa berangkat setiap hari.
“Kita ini maksimal 22 penumpang, kalau di bawah 10 rugi,” pungkasnya.