Keputusan Internal Pansus DPRD
BANYUWANGI – Harapan sebagian pengusaha untuk berinvestasi pendirian pasar modern di Banyuwangi, tampaknya akan kandas. Sebab, Panitia Khusua (Pansus) revisi peraturan daerah (raperda) Nomor 11 Tahun 2014 tentang ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat tidak menjadwalkan revisi larangan pendirian pasar modern.
Berdasar hasil pembahasan internal pansus DPRD Banyuwangi, beberapa klausul dalam draf raperda usul anggota dewan ini justru berbalik 180 derajat dibandingkan semangat awal pengusulan perubahan perda tersebut. Salah satunya terkait rencana pembukaan keran pendirian toko modern di Banyuwangi.
Salah satu pertimbangan dewan mengajukan revisi perda adalah untuk mencabut larangan pendirian toko modern di Bumi Blambangan seperti yang tertuang pada Pasal 26 Perda Nomor 11 Tahun 2014. Namun setelah melakukan konsultasi dan pembahasan internal, rencana pembukaan keran pendirian toko modern tersebut dibatalkan.
Pansus sepakat untuk mempertahankan pada klausul Perda Nomor 11 Tahun 2014 yang menyebutkan setiap orang atau badan usaha dilarang mendirikan toko modern. Ketua Pansus Raperda Perubahan Perda Nomor 11 DPRD Banyuwangi, Sofiandi Susiadi, mengatakan larangan pendirian toko modern tersebut perlu dilanjutkan untuk memberikan kesempatan bagi para pengusaha lokal.
“Pansus sudah menganalisis, jumlah toko modern yang ada di Banyuwangi sudah overload. Sehingga perlu proteksi terhadap pasar tradisional, supaya mereka bisa berdaya,” ujarnya kemarin (3/4). Karena izin pendirian toko modern sudah ditutup, kata Sofiandi, maka beberapa syarat yang diperlukan agar pendirian toko modern bisa dilakukan sudah tidak relevan.
Misalnya syarat pendirian toko modern bisa dilakukan minimal berjarak empat kilometer dari pusat Kota Banyuwangi, atau toko modern bisa didirikan jika terintegrasi dengan prasarana umum, seperti rumah sakit. “Intinya, keran pendirian toko modern baru sudah ditutup,” cetus politikus Partai Golkar tersebut.
Klausul penting lain yang akan diatur melalui perubahan Perda Nomor 11 Tahun 2014, ini terkait usaha tambang pasir dan batu (sirtu) alias galian C. Selain pergeseran kewenangan perizinan dari pemkab kepada pemerintah provinsi (Pemprov) sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014, pansus berencana memasukkan muatan lokal dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
“Dalam raperda ini akan dimasukkan klausul nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD) sebagai pintu masuk untuk meningkatkan PAD dari sektor galian C,” terang Sofiandi. Selain itu, pansus juga berencana memasukkan klausul larangan memperjualbelikan pasir dan batu asal Banyuwangi ke luar daerah.
“Dalam rangka menjaga hasil usaha galian C, tidak boleh diperjualbelikan ke luar daerah. Kecuali yang bersifat non komersial. Misalnya bantuan bencana alam, dan lain-lain,” cetusnya. Seperti pernah diberitakan, menyusul pergeseran ranah perizinan tambang sirtu dari pemkab ke Pemprov Jatim setelah pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014, DPRD Banyuwangi berencana melakukan revisi Perda Nomor 11 Tahun 2014 tentang ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Sebab, raperda ketertiban umum tersebut berkaitan dengan perizinan galian C.
Wakil Ketua DPRD Ismoko, menuturkan revisi perda ketertiban umum mendesak segera dilakukan karena perda lama, yakni Perda Nomor 11 Tahun 2014, sudah tidak sesuai regulasi yang lebih tinggi. Sebab, kewenangan pengurusan perizinan galian C yang sebelumnya menjadi ranah pemkab kini menjadi kewenangan pemerintah provinsi (pemprov).
Bupati Abdullah Azwar Anas, menambahkan pembukaan keran pendirian modern di Banyuwangi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah aspek. Salah satunya pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi yang telah mencapai lebih dari 30 juta per orang per tahun.
“Waktu itu saya janji saya kalau income per kapita masyarakat sudah di atas 25 juta, keran pendirian pasar modern bisa dibuka,” tutur Anas.(radar)