Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dulu Kue Primadona, Kini Peminatnya hanya Warga Banyuwangi Selatan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Kholilah-membuat-jajan-opak-gulung-dengan-cara-manual-di-Dusun-Jalen,-Desa-Setail,-Kecamatan-Genteng,-kemarin.

TUMPUKAN kaleng besar terlihat di dapur rumah milik Marifatun, 60, warga Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng,. Pemilik rumah, tampak mencetak kue berbahan baku tepung dan gula itu di atas papan cetakan dengan cara manual.

Setiap mendekati Lebaran, rumah nenek itu banyak didatangi warga yang memesan jajan. Biasanya, warga menyediakan bahan berupa beras ketan, gula, kelapa, dan telur ayam. Mereka minta dibuatkan jajanan. Tapi, ada juga warga yang langsung membeli jadi.

“Ada yang beli, ada yang memesan, terserah mereka,” terang Marifatun. Dalam membuat jajan opak gulung
itu sehari bisa menyelesaikan satu gembreng atau jika dihitung sekitar 700 biji opak. Bisa dibayangkan, jika pemesanan melebihi 30 gembreng, proses pembuatan harus dimulai jauh hari sebelum Ramadan.

“Satu orang itu dalam sehari dapat satu gambreng,” ucapnya. Jajan opak gulung itu dulu pernah populer, warga banyak yang datang untuk memesan. Saking banyaknya pesanan pengiriman jajan ke pemesan itu sampai menggunakan truk. Tapi, seiring waktu jumlah pemesan pun berkurang.

“Dulu itu ramai, sekarang ini jajannya sedikit-sedikit  tapi bermacam-macam,” kata Marifatun yang memulai membuat opak gulung ini sejak tahun 1980-an. Tenaga kerja yang membantu pun juga tidak sebanyak dulu. Saat ini, dia hanya ditemani oleh dua orang tetangganya.

Kalau puluhan tahun lalu, warga yang ikut membantunya itu mencapai delapan orang. Selain itu, cetakan yang dipakai juga cukup banyak. “Dulu itu membuatnya banyak dan memakai cetakan yang melingkar,” ujarnya.

Saat jajan opak gulung masih menjadi primadona, beberapa toko jajan di Kota Genteng datang untuk melihat dan meminta resepnya. “Toko Timbul Jaya itu dulu ke sini, dan kita jual di sana. Mereka minta resep, ya kita beri dan tidak ada yang dirahasiakan,” ucapnya.

Marifatun menyebut pembuatan opak gulung itu hasil warisan dari orang tuanya. Orang tuanya juga mendapat keterampilan ini dari neneknya. “Jadi pembuatan jajan ini hasil warisan,” jelasnya. Meski sudah mulai meredup, warga yang memesan jajan opak gulung masih dianggap ramai.

Warga yang masih langganan itu, berasal dari Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bangorejo, Kecamatan Siliragung, dan Kecamatan Pesanggaran. “Yang banyak pesan itu dari daerah selatan,” sebutnya. Warga yang tinggal di Dusun Jalen, Desa Setail, yang membuat jajan opak gulung tidak hanya Marifatun. Tidak jauh dari rumahnya, juga ada warga yang memproduksi kue ini.

“Warga banyak yang membuat jajanan Lebaran,” terangnya. Diantara warga yang disebut Marifatun itu adalah, Damami, 55. Pria yang juga menjadi tenaga pendidik di SMPN 3 Genteng itu mengaku mulai memproduksi jajan pesanan warga sejak sebulan sebelum Ramadan.

“Sehari hanya kuat satu gembreng, ya akhirnya dimulai sejak awal,” cetusnya. Opak gulung yang dibuat warga Dusun Jalen, Desa Setail, ini bisa bertahan hingga tiga bulan. Yang penting, selama kemasan tersebut rapat maka dipastikan jajan ini tidak akan rusak.

“Bisa tahan lama tanpa pengawet, orang bikin ini sampai Idul Adha,” ungkapnya. Di luar musim Lebaran, pembuatan opak gulung hanya melayani orang yang sedang menggelar hajatan. Sementara pembuatan untuk dikirim ke toko atau dijual secara langsung, hingga saat ini belum terpikirkan. “Kalau jualan kok belum kepikiran, pasarnya mungkin yang belum melihat,” ucapnya. (radar)