Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Jual Perabot untuk Bayar Biaya Berobat Rp 30 Juta

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

azkaRUANG Sabar Il di RS Al-Huda siang itu terlihat sedikit sepi. Sejumlah pasien tampak terbaring dan ditunggui kerabatnya. Gelak tawa se- sekali terdengar dari para pembesuk di ruang kelas ekonomi tersebut.

Dari sejumlah pasien yang ada di ruangan itu, Nani Ferani alias Nina terlihat masih terbaring dengan kepala masih diperban, Putrinya, Aska Ratri Wijaya, tidur di bawah bed ibunya. Dibanding ibunya, kondisi Aska sudah lebih baik.  Kondisi Nina dan putrinya, Aska, sudah berangsur membaik Nina sudah mulai bisa bergerak, tapi belum lancar berkomunikasi.

Infus juga masih menancap di tangannya. Aska malah lebih baik meski jahitan di kepalanya masih terlihat jelas dan tangannya juga belum pulih. Tetapi, siswi SMK Telekomonikasi, Genteng, itu sudah tidak diinfus.  Nina dan Aska tampaknya terguncang akibat peristiwa malam berdarah itu. Keduanya mengalami trauma dan tidak beraini pulang “Ibu tidak mau kembali ke rumah. Katanya takut,” cetus Agga Eni Purwita, putri sulung Nina.

Selain trauma dan jiwanya terganggu, saat ini keluarga Nina juga mulai berpikir cara membayar biaya perawatan di RS Al–Huda. ‘Tidak tanggung-tanggung, jumlah yang harus dibayar keluarga tersebut cukup besar, yakni mencapai Rp 30 juta. “Biayanya cukup banyak,” ujarnya. Angka tersebut bukanlah jumlah yang bisa dibayar dengan mudah oleh keluarga tersebut Angga mengungkapkan, keluarganya tidak memiliki aset yang bisa diandalkan.

Dia sendiri di kampung halamannya di Cilacap, Jawa Tengah, hanya berprofesi sebagai perias salon. Aset yang dimiliki tidak banyak yang benilai tinggi. ‘Asetnya tidak ada. Saya di sana bekerja di salon,” ungkapnya. Untuk membayar biaya perawatan di rumah sakit, selama ini dia mengandalkan uluran tangan kawan di radio komunitas, tempat ibunya bekerja.

Berbagai cara telah dilakukan keluarga di Cilacap untuk membayar biaya perawatan tersebut. Salah satu yang telah dilakukan adalah menjual perabot rumah tangga di rumah Banyuwangi. “Kursi-kursi telah laku Rp 3,5 juta, sementara tanggungan lebih dari Rp 30 juta,” katanya. Hingga tidak tahu bagaimana cara melunasi biaya itu. Selain berdoa, saat ini dirinya hanya bisa berharap ada dermawan yang memberikan bantuan kepada keluarganya.

“Ya berharap ada orang yang ikhlas membantu ,” harapnya. Angga mengaku tidak penah membayangkan musibah tragis itu menimpa keluarganya. Sejak datang ke Banyuwangi sekitar empat tahun silam, dia yakin ibunya tidak pernah Bermusuhan dan terlibat pertengkaran dengan orang lain. “Ibu itu orangnya mudah akrab dan tidak punya musuh,” sebutnya.

Adiknya di mata teman-temannya di sekolah dikenal sebagai anak yang supel dan sangat ramah. “Orangnya itu mudah akrab dan low profile,” ujar Haris, 17, salah satu teman sekolah.  Selama di sekolah, Aska juga rajin menyapa para guru dan salaman bila bertemu. “Kata para  guru, Aska itu kalau bertemu diluar sekolah selalu berhenti dan bersalaman,” jelasnya.

Di mata Haris, Aska juga tidak pelit. Bila di sekolah ada acara dan siswa diminta membawa dua kotak nasi, ‘temannya itu sering membawa lebih. Nasi yang lebih itu diberikan kepada dewan guru. “Anaknya itu perhatian. Saat ada kegiatan selalu bawa nasi untuk dewan guru,” ujarnya. (radar)