ARUS lalu lintas Rogojampi pagi itu sangat ramai dengan aneka kendaraan. Kepulan asap kendaraan bercampur debu bebas beterbangan. Udara yang semula sejuk berganti panas. Seorang lelaki tua duduk bersila di atas karung plastik di emperan pertokoan di tepi jalan raya Desa/Kecamatan Rogojampi.
Di depan lelaki tua itu ada sebuah kotak kayu berukuran 35 centimeter x 60 centimeter. Isi kotak itu werongko atau sarung keris dengan berbagai jenis dan ukuran. Selain itu, juga ada gagang (pegangan) keris. Kakek yang rambutnya sudah beruban itu terlihat sibuk membersihkan dan menggosok satu per satu werongko dagangannya menggunakan pecahan kaca agar mengilap.
Begitulah kegiatan yang dilakukan Asdumo, perajin dan pedagang werongko keris. Puluhan werongko keris dagangannya itu merupakan hasil karyanya yang dibuat sendiri dengan bahan kayu kemuning. Bahan baku lain adalah kayu sawo, mentaos, sentigi, dan cendana.
“Paling sering saya menggunakan kayu kemuning, karena tahan rayap dan tidak mudah lapuk,” ujarnya. Pemilihan kayu dalam pembuatan werongko itu sangat penting. Sebab, werongko itu akan digunakan selama-lamanya. Dia sengaja membuat werongko polos sederhana tanpa motif atau ukiran yang aneh-aneh.